Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Anggaran Pemerintah Semakin Mengkhawatirkan

Kompas.com - 15/09/2016, 08:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah kalangan mengkhawatirkan kondisi arus kas atau cash flow pemerintah pada akhir tahun ini. Penyebabnya, yakni realisasi belanja negara yang selalu naik pada akhir tahun, tetapi tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan negara, meski ada program amnesti pajak.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mengatakan, tahun ini tanda-tanda kekurangan arus kas sudah terlihat. Menurut dia, jika melihat data realisasi penerimaan dan belanja negara, maka jumlah defisit yang terjadi tidak mencerminkan jumlah dana yang sebetulnya dimiliki pemerintah.

Dia bilang, ada sejumlah penerimaan yang dicatatkan, tetapi pada kenyataannya dana tersebut tidak pernah masuk ke kantong pemerintah. Seperti pada pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Juli 2016 dari Bank Indonesia (BI).

Penerimaan itu ada karena BI kelebihan rasio aset di atas 10 persen. Menurut aturan, kelebihan itu harus diberikan kepada pemerintah. Namun, pembayaran atas kelebihan itu hanya mampir karena pemerintah kembali membayarkannya ke BI untuk pembayaran atas kepemilikan Surat Berharga Bank Indonesia.

Di Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016, pemerintah menargetkan PNBP dari penempatan uang negara di BI sebesar Rp 2,5 triliun. Sampai akhir Juni 2016, realisasinya mencapai Rp 1,48 triliun sehingga semester II-2016 diprediksi ada tambahan PNBP sebesar Rp 1,02 triliun.

"Tax amnesty"

Kekhawatiran kondisi arus kas pemerintah juga dipicu masih rendahnya realisasi uang tebusan dari kebijakan pengampunan pajak. Sampai Selasa (13/9/2016) malam, realisasi uang tebusan yang berhasil diterima hanya sebesar Rp 9,31 triliun atau 5,6 persen target pemerintah Rp 165 triliun.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengakui realisasi penerimaan negara masih di bawah harapan. Padahal, uang tebusan itu diharapkan menutupi kebutuhan kas reguler. (Baca: Pemangkasan Anggaran Jilid III, Kemenkeu Tunggu Hasil "Tax Amnesty" September Ini)

Namun, menurut Suahasil, pemerintah tidak hanya fokus pada amnesti pajak. "Kami selalu cocokkan penerimaan amnesti pajak dan pajak reguler dengan keperluan belanja per bulan," katanya. Sejauh ini, menurut dia, arus kas pemerintah masih cukup.

Data realisasi penerimaan dan belanja APBN-P 2016 per 5 Agustus 2016 menyebutkan, defisit APBN-P sudah mencapai 2,08 persen terhadap Produk Domestik Bruto dengan nilai nominal Rp 88,5 triliun. Defisit ini naik karena jumlah penerimaan hanya sebesar Rp 775,2 triliun, lebih rendah dari belanja yang mencapai Rp 1.037 trilun.

(Baca: Jika Defisit Anggaran 2,8 Persen, Pemerintah Perlu Cari Utangan Rp 37,9 Triliun Lagi)

Defisit ditutupi melalui pembiayaan yang tercatat sebesar Rp 299,2 triliun. "Kita bekerja agar target penerimaan pajak tercapai," ujar Dirjen Pajak Ken Dwijugiasetiadi.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan, hingga akhir September 2016, jumlah uang tebusan dari amnesti pajak hanya sekitar Rp 35 triliun.

Yustinus meminta pemerintah segera mengejar sumber penerimaan pajak lainnya untuk menutup target penerimaan pajak tahun ini. (Asep Munazat Zatnika, Hasyim Ashari)

Kompas TV BI: Dana Tebusan Amnesti Pajak Hanya 21 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

Whats New
Tingginya Inflasi Medis Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Tingginya Inflasi Medis Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Whats New
Tutup Pabrik, Bata Akui Kesulitan Hadapi Perubahan Perilaku Belanja Konsumen

Tutup Pabrik, Bata Akui Kesulitan Hadapi Perubahan Perilaku Belanja Konsumen

Whats New
Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Whats New
Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Rilis
Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Whats New
Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Whats New
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com