Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Kapal Asing, Alat Tangkap Cantrang dan "Transhipment" Sudah Tidak Bisa Ditawar Lagi

Kompas.com - 20/09/2016, 15:49 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Zulficar M Mochtar, menegaskan bahwa kebijakan mengenai kapal asing, cantrang, dan transhipment sudah final di KKP dan tidak bisa diusik pihak lain.

Dia mengatakan hal tersebut, menindaklanjuti adanya pertemuan antara  Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dengan nelayan dan pengusaha perikanan, Senin kemarin (19/9/2016).

Zulficar mengatakan, salah satu hal yang diminta asosiasi nelayan ke Luhut adalah soal diperbolehkannya alat tangkap cantrang beroperasi. Dia menegaskan hal itu sudah tidak bisa ditawar lagi.

Hal yang sama berlaku untuk kegiatan alih muatan di tengah laut atau transhipment. “Kalau urusan kapal asing, cantrang, dan transhipment, itu sudah final di KKP,” ucap Kepala Balitbang-KP itu kepada Kompas.com, Senin malam.  

Lebih lanjut dia menjelaskan, kapal asing telah menghancurkan sendi-sendi perikanan nasional selama berpuluh-puluh tahun.

Menurut dia, alat-alat penangkap ikan tak ramah lingkungan, cantrang dan segala bentuk trawl sudah lama dilarang.

“Transhipment adalah modus utama IUU Fishing. Dan IUU Fishing ini sumber masalah. Jadi, tidak boleh lagi,” ucap Zulficar.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pihaknya tengah mempelajari masalah-masalah di sektor perikanan, dan mencari solusi jalan keluar.

Salah satu caranya, Luhut mendengar langsung masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk asosiasi nelayan.

Hal tersebut ia sampaikan menjawab pertanyaan tentang masalah-masalah perikanan setelah pertemuannya dengan nelayan dan pengusaha perikanan, kemarin Senin (19/9/2016).

“Kami sekarang sedang mempelajari masalah yang ada di sektor perikanan, dan sedang menelaah dan mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak,” kata Luhut melalui keterangan tertulis kepada wartawan.

Koordinasi dengan Susi

Luhut menuturkan, ia harus mendengar langsung masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk asosiasi nelayan. “Bukan berarti saya dengar, lantas setuju dengan masukan tersebut,” kata Luhut.

Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu memastikan akan berdiskusi dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk mencari jalan keluar masalah-masalah di sektor perikanan.

Luhut juga mengatakan, menurut nelayan dan pengusaha di sektor perikanan yang ditemuinya kemarin, mereka mendukung program pemerintah seperti pemberantasan penangkapan ikan ilegal atau IUU Fishing.

Sebagai inforamasi, sejumlah asosiasi nelayan Senin kemarin mendatangi kantor Luhut untuk membahas masalah-masalah di sektor perikanan. Pertemuan antara asosiasi nelayan dan Luhut, tanpa dihadiri Susi Pudjiastuti.

Kompas TV Memberantas Illegal Fishing- Satu Meja Eps 128 Bagian 3

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Masuki Usia ke-20, Sido Muncul Beberkan Rahasia Sukses Kuku Bima

Masuki Usia ke-20, Sido Muncul Beberkan Rahasia Sukses Kuku Bima

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com