Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Formasi Tolak Usulan Pelonggaran Batasan Produksi Sigaret Kretek Mesin

Kompas.com - 08/10/2016, 05:45 WIB
Hamzah Arfah

Penulis

GRESIK, KOMPAS.com – Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mendesak pemerintah untuk menolak usulan salah satu asosiasi perusahaan rokok, terkait dengan pelonggaran batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan II.

Usulan pelonggaran yakni dari 0-2 miliar batang per tahun menjadi 0-3 miliar batang per tahun.

Menurut  Formasi, pihaknya menolak usulan tersebut karena usulan dari salah satu asosiasi perusahaan rokok tersebut dianggap tidak populis dan tidak berada pada tempatnya.

Sehingga jika kebijakan tersebut benar-benar ditetapkan menjadi suatu keputusan atau regulasi oleh pemerintah, maka patut dipertanyakan.

“Karena pabrik yang mampu memproduksi hingga tiga miliar batang per tahun, sebenarnya layak naik kelas menjadi golongan I. Karena secara finansial dan infrastruktur, mereka sangat siap jika naik ke golongan I,” ungkap Ketua Harian Formasi Heri Susianto, Jumat (7/10/2016).

Ia lantas menjelaskan, bila wacana itu didefinitifkan oleh pemerintah, maka otomatis penerimaan pemerintah dari cukai rokok juga akan terganggu. Itu terjadi, karena selisih satu miliar batang per tahun justru menggunakan tarif pabrik rokok golongan II.

“Dan jika tidak ada kelonggaran, maka pabrik rokok golongan II yang produksi meningkat, harus naik kelas sehingga dikenakan tarif golongan I,” jelasnya.

Potensi kehilangan pendapatan dari cukai rokok lainnya, disebabkan pangsa pasar pabrik rokok golongan I, akan tergerus dengan pabrik rokok golongan II yang mampu memproduksi rokok hingga tiga miliar batang per tahun, dengan asumsi pangsa pasar rokok tidak bertambah.

“Hal itu terjadi, karena pabrik rokok yang mampu memproduksi hingga tiga miliar batang per tahun, menikmati tarif cukai lebih rendah bila dibandingkan dengan pabrik rokok golongan I. Sedangkan dari aspek permodalan dan infrastruktur, mereka cukup mumpuni,” beber Heri.

Dengan demikian, pabrik rokok dengan produksi 0-2 miliar batang per tahun akan kelimpungan, karena dipastikan kalah bersaing dengan pabrik rokok di golongan yang sama, tapi mampu berproduksi hingga tiga miliar batang per tahun.

Pabrik yang memproduksi tiga miliar batang pervtahun dinilai kuat dari sisi modal dan infrastruktur namun menikmati tarif cukai yang sama.

“Padahal, pemerintah saat ini tengah gencar-gencarnya untuk meningkatkan penerimaan Negara, untuk dapat membiayai proyek-proyek strategis. Tapi kalau potensi penerimaan negara dari cukai bermasalah, tentu realisasi penerimaannya juga akan bermasalah dan bisa tidak akan optimal,” ujar Heri.

Dalam hal ini, kata Heri, Formasi tentu tidak menghalangi pabrik rokok untuk berkembang. Namun perkembangan itu, harus dilakukan dengan cara-cara yang adil dan tidak merugikan pihak lain.

Karena itulah, Formasi mengusulkan agar penggolongan pabrik rokok dilakukan tanpa mengubah penggolongan yang sudah ada.

Yakni, golongan III dengan produksi 0-2 miliar batang per tahun, golongan II dengan batasan produksi 3-5 miliar batang, dan golongan I dengan produksi lima miliar batang ke atas.

“Dengan cara itu, maka diharapkan persaingan antar pabrik rokok dan antargolongan bisa lebih adil dan proporsional. Selain juga, diharapkan penerimaan negara dari cukai rokok bisa berjalan dengan lancar,” pungkasnya.

Kompas TV Pemerintah Naikkan Cukai Rokok Tahun Depan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com