JAKARTA, KOMPAS.com - Ketidakharmonisan antar komisi di DPR kembali menjadi sorotan. Kali ini ceritanya soal rebutan tupoksi dalam pembahasan suntikan dana ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN).
Beberapa waktu lalu, Komisi XI DPR menggelar rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait pembahasan PMN 4 BUMN yakni PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, PT Pembangunan Perumahan, dan PT Krakatau Steel senilai Rp 9 triliun.
Namun, rapat itu berbuntut panjang. Komisi VI sebagai komisi yang membidangi BUMN tidak terima "lahannya" diserobot dan merasa telah dilangkahi kewenangannya oleh Komisi XI.
Pada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 lalu, Komisi VI sudah mengetuk palu menyetujui suntikan dana 24 BUMN senilai Rp 54 triliun.
Angka itu pula yang akhirnya disetujui Badan Anggaran (Banggar) DPR dan kemudian disahkan ke dalam Undang-Undang APBN-P 2016 melalui Rapat Paripurna DPR.
Ketua DPR Terseret
Saat semuanya nampak mulus, gejolak justru muncul ke permukaan. Beberapa kali saat rapat dengan Sri Mulyani, sejumlah Anggota Komisi XI melontarkan kritik tajam kepada BUMN yang masih meminta suntikan dana dari negara.
Padahal dari 24 BUMN yang diberi PMN, ada beberapa BUMN yang sudah menjadi BUMN besar. Di antaranya PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, PT Perumahan Pembangunan, dan PT Krakatau Steel.
Komisi XI pun mengambil inisiatif membentuk Panitia Kerja (Panja). Tujuannya yakni untuk mengawasi mekanisme pembayaran PMN kepada BUMN.
Saat Panja PMN berjalan, pertentangan antara Komisi VI dan XI menyeret Ketua DPR Ade Komarudin.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.