Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indef: Beralih Acuan dari Dollar AS ke Yuan Butuh Kesepakatan Bersama

Kompas.com - 06/12/2016, 19:40 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta untuk tidak menjadikan nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) sebagai tolok ukur kondisi fundamental ekonomi dalam negeri.

Menurut Presiden, tolok ukur ekonomi Indonesia seharusnya diukur dari nilai tukar mata uang negara mitra dagang terbesar.

Saat ini, mitra dagang terbesar untuk Indonesia adalah China. Oleh sebab itu, tolok ukur yang digunakan yakni mata uang yuan.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Didik J Rachbini mengatakan, perlu ada kesepakatan antar beberapa negara jika ingin meninggalkan dollar Amerika Serikat (AS) sebagai acuan.

"Memang referensinya ke sana (dollar AS), lebih mudah. Kecuali ada kesepakatan antar-negara," kata Didik kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Menurut Didik, kalau pun hal tersebut ingin diterapkan, maka akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Pasalnya, akan menimbulkan efek yang beragam.

"Akan berhadapan dengan perbankan, berhadapan dengan pasar modal dan lain sebagainya," terangnya.

Didik juga menambahkan, masyarakat hingga saat ini masih banyak yang menyimpan uangnya dalam bentuk dollar AS. Sehingga butuh waktu untuk masyarakat beralih ke mata uang lain.

"Kalau menyimpan dollar AS kan banyak di sini, kalau yuan tidak ada," tandas Didik.

(Baca: Indonesia Masih Sulit Lepas dari Pengaruh Dollar AS)

Tergantung Mitra Dagang

Seperti diberitakan sebelumnya, menurut Jokowi, seharusnya tolak ukur fundamental ekonomi RI diukur dari mata uang mitra dagang terbesar. Jangan selalu tolak ukurnya ke dollar AS.

"Kurs rupiah dan dolar bukan lagi tolak ukur yang tetap. Seharusnya yang relevan dengan mitra dagang kita, misal kalau mitra dagang kita Jepang ya harusnya Yen," ucap Jokowi, dalam pidato kunci di acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Amerika Serikat pun, kata Jokowi, nantinya relatif tidak peduli dengan konsekuensi aksinya terhadap negara lain. Kurs dollar AS diprediksikan akan semakin menguat sehingga tidak mencerminkan fundamental perekonomian tanah air.

"Ini yang saya tangkap, kurs dollar semakin mencerminkan antisipasi pasar bahwa perekonomian AS akan menguat lagi dan dollar AS akan melonjak. Artinya, bahwa kurs rupiah terjadap dollar AS semakin tidak mencerminakn fundamental ekonomi kita," tandas Jokowi.

(Baca: Jokowi Minta Nilai Tukar Rupiah Diukur Juga Pakai Yuan)

Kompas TV Dollar Terus Menguat, Sampai Kapankah?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com