Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/12/2016, 17:25 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis


KOMPAS.com
- Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia berhadapan dengan tantangan pemenuhan pasokan. Namun, ada risiko besar yang juga membayangi tantangan tersebut.

Sejak 2004, Indonesia telah menjadi net importer minyak. Dengan tingkat konsumsi migas yang sama dengan saat ini, Indonesia juga terancam menjadi net importer gas, bahkan net importer energi.

(Baca juga: Mitos atau Fakta, Indonesia Kaya Migas?)

Dok SKK Migas Proyeksi minyak dan gas bumi Indonesia

Padahal, konsumsi migas Indonesia rata-rata tumbuh 8 persen per tahun, merujuk data Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Tanpa upaya mencari sumber cadangan terbukti baru (eksplorasi) yang bernilai ekonomis, ancaman krisis energi ada di depan mata.

(Baca juga: Waktunya Melawan Kutukan, Menolak Bala "Resources Curse")

Tantangan tak berhenti di situ. Eksplorasi bukan upaya tanpa risiko. Butuh biaya besar dan teknologi tinggi, apalagi tren potensi cadangan migas Indonesia mengarah ke kawasan timur dan lautan dalam.

Sudah begitu, pencarian tak selalu mendapati hasil sesuai harapan. Sebagai gambaran, merujuk data SKK Migas, pada kurun 2002-2010 ada 100-an perusahaan migas yang harus kehilangan biaya sekitar 3,9 miliar dollar AS—setara sekitar Rp 54 triliun—karena ekplorasi tak berhasil.

Nominal tersebut hampir menyamai total Anggaran Pendapatan dan Biaya Daerah (APBD) DKI Jakarta pada 2016 yang bernilai Rp 62,9 triliun. Angka itu mendekati 7 kali lipat APBD Kota Surabaya, 10 kali APBD Kota Medan, dan lebih dari 12 kali APBD Kota Makassar, untuk tahun anggaran yang sama.

Situasi ini ibarat simalakama. Pasokan tetap harus tersedia, tapi butuh biaya besar untuk mendapatkannya. Mengandalkan anggaran negara—dengan gambaran risiko sedemikian besar—juga bakal jadi persoalan baru di tengah gonjang-ganjing perekonomian global.


Dok SKK Migas Skema Kontrak Bagi Hasil (PSC) untuk investasi di sektor hulu migas Indonesia

Di sinilah kehadiran skema cost recovery dalam kontrak kerja sama bagi hasil (production sharing contract atau PSC) menjadi strategis. Ibaratnya, skema ini memindahkan risiko dari negara kepada investor atau perusahaan migas.

Namun, bukan pula berarti kepemilikan lapangan migas beralih ke investor. Sebagaimana ketentuan konstitusi, kekayaan alam Indonesia tetap harus pula dikuasai negara.

Lalu, bagaimana mendudukkan cost recovery yang akhir-akhir ini kembali mencuat di pemberitaan, yang bahkan jadi perdebatan dan kontroversi?

Simak uraian lengkap mengenai topik ini di Visual Interaktif Premium (VIP) Kompas.com "Cost Recovery, Simalakama Migas Indonesia".

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

5 Cara Menggunakan Kartu Kredit dengan Bijak

5 Cara Menggunakan Kartu Kredit dengan Bijak

Spend Smart
PLN Bakal Terapkan Teknologi Peyimpanan Karbon pada 19 PLTU Batu Bara

PLN Bakal Terapkan Teknologi Peyimpanan Karbon pada 19 PLTU Batu Bara

Whats New
Tiket Kereta untuk Libur Akhir Tahun Baru Terjual 30 Persen, Ini Penyebabnya

Tiket Kereta untuk Libur Akhir Tahun Baru Terjual 30 Persen, Ini Penyebabnya

Whats New
Menyoal Perhubungan Darat Kemenhub sebagai Regulator Kapal Penyeberangan

Menyoal Perhubungan Darat Kemenhub sebagai Regulator Kapal Penyeberangan

Whats New
Harga Cabai Tembus di Atas Rp 100.000, Cek Harga Pangan Jakarta Hari Ini 8 Desember

Harga Cabai Tembus di Atas Rp 100.000, Cek Harga Pangan Jakarta Hari Ini 8 Desember

Whats New
Permudah ASN Berhaji dan Umrah, Bank BJB Syariah Gaet Pemkab Pandeglang

Permudah ASN Berhaji dan Umrah, Bank BJB Syariah Gaet Pemkab Pandeglang

Whats New
Pentingnya Keseimbangan dan Kebahagiaan Hidup, Shopee Hadirkan Promo Self-Care

Pentingnya Keseimbangan dan Kebahagiaan Hidup, Shopee Hadirkan Promo Self-Care

Whats New
Mayora dan Indofood Dorong Startup Pangan Berkelanjutan

Mayora dan Indofood Dorong Startup Pangan Berkelanjutan

Whats New
Akselerasi Upsus LTT Padi Nasional 2023, Kementan Ajak Petani Percepat Masa Tanam

Akselerasi Upsus LTT Padi Nasional 2023, Kementan Ajak Petani Percepat Masa Tanam

Whats New
Gelar Rapimnas 2023, Kadin Indonesia Fokus pada Pemilu Damai dan Pertumbuhan Ekonomi Menuju Visi Indonesia Emas 2045

Gelar Rapimnas 2023, Kadin Indonesia Fokus pada Pemilu Damai dan Pertumbuhan Ekonomi Menuju Visi Indonesia Emas 2045

BrandzView
11 Indikator Keberhasilan Pembangunan Ekonomi

11 Indikator Keberhasilan Pembangunan Ekonomi

Whats New
OJK Isyaratkan Kembali Buka Pendaftaran Pinjol Baru untuk Sektor Produktif

OJK Isyaratkan Kembali Buka Pendaftaran Pinjol Baru untuk Sektor Produktif

Whats New
Usaha Rintisan, Ekspansi atau Tidak di Tahun Politik?

Usaha Rintisan, Ekspansi atau Tidak di Tahun Politik?

Whats New
Kemenhub Masih Kaji Perpanjangan Rute LRT Jabodebek sampai Bogor

Kemenhub Masih Kaji Perpanjangan Rute LRT Jabodebek sampai Bogor

Whats New
Pengertian Pembangunan Ekonomi, Tujuan, dan Faktor yang Memengaruhi

Pengertian Pembangunan Ekonomi, Tujuan, dan Faktor yang Memengaruhi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com