Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Cabai di Indonesia 2 Kali Lipat Lebih Mahal Dibanding Singapura

Kompas.com - 06/01/2017, 16:56 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Kebijakan swasembada pangan memiliki andil terhadap mahalnya harga cabai akhir-akhir ini, terutama dikarenakan tidak adanya pasokan cabai impor berkualitas yang dapat membantu menurunkan harga di tingkat konsumen.

Sebuah studi yang tengah dijalankan oleh Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan bahwa jumlah produksi cabai nasional belum dapat mencukupi permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga untuk cabai mencapai 370.000 ton per tahun.

Jumlah ini belum termasuk permintaan sektor industri makanan olahan, yang sebelumnya disebut oleh Kepala Badan Pusat Statistik di tahun 2015 bahwa, angka produksi domestik belum dapat memenuhi permintaan dari sektor tersebut.

Mahalnya ongkos produksi dan minimnya infrastruktur pendukung distribusi cabai dari petani hingga ke pasar ritel turut membuat harga cabai di tingkat konsumen menjadi mahal.

Cabai rawit merah misalnya, kini harganya tercatat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 120.000 per kg. Meski demikian, beberapa konsumen melaporkan harganya bahkan mencapai Rp 170.000 per kg.

"Bayangkan, cabai di supermarket di Singapura, yang notabene impor dari Malaysia, harganya hanya sekitar Rp 80.000 per kg. Ini berarti harga cabai lokal kita dua kali lipat lebih mahal dari itu," kata Peneliti CIPS di bidang Perdagangan dan Kesejahteraan Rakyat, Hizkia Respatiadi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/1/2017).

Untuk itu, impor dapat menjadi alternatif untuk menurunkan harga, apalagi jika harganya memang lebih murah daripada produksi nasional. Untuk cabai merah misalnya, dari tahun 2008 hingga 2012, rata-rata harga per kg di tingkat konsumen di Indonesia bisa mencapai Rp 21.000 lebih mahal dibandingkan dengan harga referensi dari Food and Agriculture Organization (FAO).

"Sudah saatnya pemerintah memanfaatkan perdagangan internasional guna menurunkan harga pangan. Jika kita hanya mengandalkan produksi lokal, maka harga pangan kita juga akan terus tergantung pada kondisi cuaca yang tidak menentu di negara kita," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com