Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur Sumut Minta Ada Dana Bagi Hasil Perkebunan

Kompas.com - 11/01/2017, 18:44 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

K104-15 - Mei Leandha Foto;

MEDAN, KOMPAS.com - Gubernur Sumut HT Erry Nuradi mengatakan, dana bagi hasil perkebunan merupakan cita-cita dan harapan Provinsi Sumut dan provinsi lain yang memiliki lahan perkebunan luas.

Sumut, menurutnya, punya daerah perkebunan seluas 20 jutaan hektar. Namun, luas tersebut tidak berkontribusi langsung dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Dana bagi hasil perkebunan menjadi cita-cita kita bersama. Luasnya area perkebunan Sumut sangat sedikit atau bisa dibilang tidak ada yang berkontribusi langsung ke PAD. Kecuali PBB yang diterima kabupaten. Kalau hasil perkebunan langsung ke pusat berupa PPN dan PPH," kata Erry di seminar dan bedah buku berjudul Koeli Kontrak Tempo Doeloe, Rabu (11/1/2017).

Seharusnya hasil perkebunan seperti sawit dan karet juga sama dengan tembakau yang langsung memberikan kontribusi berupa pajak rokok.

Apalagi kedua komoditas itu juga bisa ditanam ulang laiknya tembakau. "Kita berharap perkebunan kelapa sawit dan karet bisa memberikan kontribusi sama dengan tembakau. Ini yang ingin kita perjuangkan," ucapnya.

Tidak hanya Sumut, lanjut dia, beberapa provinsi lain juga mengharapkan adanya dana bagi hasil perkebunan.

Provinsi-provinsi ini perlu duduk bersama dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan.

"Mungkin menteri keuangan juga setuju. Tapi masalahnya ini undang-undang yang belum membolehkan. Makanya perjuangan kita ini bisa diaspirasikan wakil-wakil kita di senayan paling tidak merevisi atau membentuk undang-undang perkebunan," pungkas Erry.

Anggota DPD RI asal Sumut Parlindungan Purba mengatakan, pihaknya mendorong lahirnya undang-undang bagi hasil perkebunan.

Pasalnya sejak zaman kuli kontrak, hasil perkebunan tidak dinikmati masyarakat tapi dinikmati bangsa penjajah.

"Perkebunan harus memberi kontribusi langsung kepada pemerintah daerah. Selama ini PAD Sumut terbesar dari pajak kendaraan. Padahal Sumut dikenal dengan perkebunan sejak dulu," kata Parlindungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com