Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Dua Rekor Paradoks Perbankan Nasional

Kompas.com - 06/02/2017, 05:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

KOMPAS.com - Pada akhir 2016, posisi atau outstanding kredit perbankan nasional sebesar Rp 4.377 triliun, tumbuh hanya 7,9 persen dibandingkan akhir tahun 2015 yang senilai Rp 4.058 triliun.

Perbankan pun mencatat rekor buruk baru. Sebab, pertumbuhan sebesar 7,9 persen merupakan laju tahunan kredit terendah sejak era reformasi.

Bahkan, masih lebih buruk dibandingkan pertumbuhan kredit tahun 2009, tatkala perekonomian global dan domestik dilanda krisis finansial terparah setelah krisis 1997.

Lesunya penyaluran kredit pada 2016 terjadi karena persoalan supply dan demand sekaligus. Sudah permintaan kredit dari dunia usaha relatif rendah, perbankannya pun cenderung mengerem kredit.

Rendahnya permintaan kredit tentu tak terlepas dari lemahnya perekonomian domestik dan global. Pada tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sekitar 5 persen.

Meskipun sudah lebih baik dibandingkan tahun 2015 yang hanya 4,79 persen, namun angka 5 persen masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 7 tahun terakhir yang sebesar 5,69 persen.

Jatuhnya harga-harga komoditas pada tahun 2016 membuat banyak eksportir dan perusahaan yang terkait komoditas mengerem ekspansinya, bahkan tak sedikit yang gulung tikar. Dampaknya, permintaan kredit modal kerja melambat.

Daya beli masyarakat yang masih lemah membuat permintaan barang tak bisa naik signifikan. Akibatnya, banyak perusahaan mengurungkan niatnya mengajukan kredit ke bank untuk meningkatkan investasinya. Buktinya, total kredit yang belum ditarik nasabah (undisbursed loan) mencapai Rp 1.323 triliun.

Beruntung, pemerintahan Presiden Jokowi gencar membangun infrastruktur, dengan anggaran mencapai Rp 313 triliun selama 2016.

Pembangunan infrastruktur tersebut  relatif bisa mendorong perputaran kredit, terutama pada bank-bank BUMN. Bisa dibilang, proyek-proyek infrastruktur menjadi andalan perbankan dalam menyalurkan kredit sepanjang 2016.

Kendati demikian, kredit infrastruktur tentu saja belum cukup untuk mengkompensasi perlambatan laju kredit yang hampir terjadi di semua sektor. Secara umum, penyaluran kredit tetap lemah dan tidak secepat tahun-tahun sebelumnya.

M Fajar Marta/Kompas.com Pertumbuhan kredit perbankan
NPL naik

Kinerja intermediasi perbankan menjadi lebih parah karena di saat yang sama, bank juga meningkatkan kehati-hatiannya dalam memberikan kredit ke sektor riil.

Jadi, meskipun di satu sisi amat mengharapkan adanya permintaan kredit, namun di sisi lain, ketika permintaan kredit datang, bank justru kerap menolak permintaan tersebut.

Mengapa paradoks tersebut bisa terjadi? Itu karena kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) perbankan untuk pertama kalinya menembus angka psikologis 3 persen dalam dekade terakhir.

Halaman:


Terkini Lainnya

AdaKami Buka Kemungkinan Kerja Sama dengan Perbankan jadi 'Lender Institusional'

AdaKami Buka Kemungkinan Kerja Sama dengan Perbankan jadi "Lender Institusional"

Whats New
Investasi Apple di Indonesia Capai Rp 1,6 Triliun, Bahlil: Belum Ada Komunikasi ke Kami

Investasi Apple di Indonesia Capai Rp 1,6 Triliun, Bahlil: Belum Ada Komunikasi ke Kami

Whats New
Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Spend Smart
Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Spend Smart
Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Spend Smart
Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan 'Tax Holiday'

Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan "Tax Holiday"

Whats New
Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Whats New
Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Whats New
Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Spend Smart
Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Whats New
Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Whats New
Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

Whats New
Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com