Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Ancaman Krisis Energi, Perizinan Haruskah Terus Jadi Tantangan Hulu Migas?

Kompas.com - 29/03/2017, 14:40 WIB
Mikhael Gewati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Tanpa upaya menemukan cadangan baru minyak bumi dan gas (migas), Indonesia terancam segera mengalami krisis energi. Namun, penemuan cadangan baru juga bukan tantangan gampang.

“Bila tak ada temuan cadangan minyak baru, dengan angka produksi sekarang, dalam 12 tahun ke depan kita sudah akan kehabisan minyak bumi,” kata Plt Kepala Divisi Formalitas Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Didik Setyadi, Rabu (15/3/2017).

Untuk gas, lanjut Didik, ancaman yang sama juga diperkirakan terjadi dalam hitungan 37 tahun ke depan. Padahal, migas masih menjadi sumber utama energi Indonesia, termasuk untuk bahan bakar transportasi, pembangkit listrik, dan pabrik.

“Belakangan ini, temuan cadangan baru migas di negeri ini semakin berkurang karena kegiatan ekplorasi menurun. Hal ini, terjadi karena banyak faktor, beberapa di antaranya adalah karena masalah perizinan dan ketidakpastian aturan serta hukum, “ ujar Didik Setyadi.

Berdasarkan data BP Statistical Review 2016, cadangan terbukti minyak Indonesia per akhir 2015 hanya 3,6 miliar barrel. Adapun cadangan terbukti gas, merujuk data yang sama, diperkirakan sekitar 100,3 triliun kaki kubik (TCF).

Masalahnya, konsumsi harian minyak di dalam negeri saja per hari sudah mencapai 1,6 juta barrel. Dari angka itu, hanya sekitar 800.000 barrel yang dipasok dari produksi di dalam negeri dan selebihnya masih harus dipasok dari impor.

Ratusan izin

Perizinan, ujar Didik, adalah salah satu tantangan nyata yang harus segera mendapatkan solusi bila tak ingin proyeksi krisis energi benar-benar melanda Indonesia dalam waktu dekat. Saat ini, sebut dia, kontraktor migas harus mengurus 373 jenis perizinan untuk sampai bisa “jualan” produknya.

Dok SKK Migas Kilang minyak di Natuna, Indonesia pada 201.

Ratusan perizinan itu mencakup tahap ekplorasi, pengembangan, ekploitasi, dan pasca-produksi. Rinciannya, 117 perizinan untuk eksplorasi, 137 perijinan terkait pengembangan, 109 perizinan buat eksploitasi 109 perijinan, dan 10 perizinan sesudah fase produksi.

“Dari awal mengurus perizinan saja persyaratannya sudah macam-macam, yang paling menonjol itu adanya (syarat) rekomendasi gubernur, bupati, dan instansi lain,” papar Didik.

Sebagai catatan, ratusan perizinan tersebut tersebar pengurusannya di 18 instansi dan lembaga pemerintahan.

Didik memberikan contoh, eksplorasi di kawasan hutan harus diawali dengan pengurusan izin pinjam pakai. Untuk mendapatkan izin ini, harus ada dulu izin lingkungan yang didahului oleh analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Belum selesai. Setelah amdal digenggam, lanjut Didik, kontraktor harus mendapatkan rekomendasi gubernur dan bupati atau wali kota, untuk bisa melanjutkan pengurusan izin pinjam lingkungan tersebut.

“Alhasil waktu mengurus izin menjadi tidak jelas karena harus menemui banyak instansi. Bila kami kalkulasi bisa memakan waktu 6 bulan, 1 tahun, bahkan ada yang 2 tahun baru bisa (berlanjut) diproses di kementerian terkait,” tegas Didik.

Butuh solusi bersama

Menurut Didik, panjangnya rantai perizinan ini sudah banyak menyebabkan kegiatan hulu migas tertunda atau bahkan gagal terlaksana. Dia menyebutkan kisaran 30-40 persen angka proyek yang tertunda atau gagal itu.

Dok SKK Migas Ilustrasi kegiatan di hulu migas

Didik berharap tantangan soal perizinan ini segera mendapatkan solusi bersama. Bagaimana pun, ujar dia, kegiatan hulu migas sejatinya merupakan kegiatan negara. Landasannya, sebut dia, adalah Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Stagwell Tambahkan Leverate Group ke Program Global Affiliate

Stagwell Tambahkan Leverate Group ke Program Global Affiliate

Whats New
Tertahan Sejak 2022, Bea Cukai Akhirnya Serahkan Alat Belajar SLB ke Pihak Sekolah

Tertahan Sejak 2022, Bea Cukai Akhirnya Serahkan Alat Belajar SLB ke Pihak Sekolah

Whats New
BI Beberkan Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998

BI Beberkan Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998

Whats New
Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri April Melambat Jadi 52,30

Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri April Melambat Jadi 52,30

Whats New
Intip 'Modern'-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

Intip "Modern"-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

Whats New
IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

Whats New
Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

BrandzView
KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

Whats New
Namanya 'Diposting' Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

Namanya "Diposting" Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

Whats New
Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

Whats New
Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

Whats New
Strategi Bisnis Bank Jatim di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi

Strategi Bisnis Bank Jatim di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi

Whats New
Sambangi Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tak Bisa Dipisahkan dari Perusahaan Jasa Titipan

Sambangi Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tak Bisa Dipisahkan dari Perusahaan Jasa Titipan

Whats New
Bank Jatim Cetak Laba Rp 310 Miliar pada Kuartal I-2024

Bank Jatim Cetak Laba Rp 310 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
BKKBN Sosialisasi Cegah 'Stunting' melalui Tradisi dan Kearifan Lokal 'Mitoni'

BKKBN Sosialisasi Cegah "Stunting" melalui Tradisi dan Kearifan Lokal "Mitoni"

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com