Berakhir sudah kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak. Program yang dimulai pada 1 Juli 2016 dan berakhir pada 31 Maret 2017 itu niscaya akan tercatat dengan tinta tebal dalam sejarah perpajakan Indonesia.
Banyak pihak menilai pemerintah sukses menjalankan program tax amnesty, terutama dilihat dari total jumlah harta yang dilaporkan, yang hasilnya melampaui target. Indonesia pun disebut-sebut sebagai satu dari sedikit negara yang dianggap sukses menggelar program tax amnesty.
Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani terang-terangan mengungkapkan rasa bahagianya melihat pencapaian tax amnesty.
"Terima kasih untuk seluruh jajaran pajak yang terus menerus melaksanakan tugas penuh dedikasi dan menjaga integritas hingga larut malam. Anda luar biasa..!!" tulis Sri Mulyani dalam catatan pribadinya yang kemudian dipublikasi.
Namun, tak sedikit pula yang menilai hasil tax amnesty kurang maksimal, dilihat dari jumlah repatriasi dan uang tebusan. Bagaimanapun, repatriasi merupakan tujuan utama pelaksanaan tax amnesty. Perekonomian Indonesia sangat membutuhkan tambahan likuiditas agar bisa berlari lebih kencang.
Terlepas dari pro dan kontra mengenai kesuksesan tax amnesty, ada sejumlah fakta menarik yang terungkap dari pelaksanaan program tersebut.
Selama 9 bulan pelaksanaan tax amnesty, sejumlah pencapaian memang cukup mencengangkan. Berdasarkan data Ditjen Pajak, total harta yang dilaporkan mencapai Rp 4.865,77 triliun. Angka tersebut berada di atas target yang dicanangkan yakni Rp 4.000 triliun.
Dari total harta yang dilaporkan, yang paling fenomenal adalah deklarasi harta dalam negeri yang mencapai Rp 3.687 triliun. Pencapaian itu menimbulkan pertanyaan. Mengapa deklarasi harta dalam negeri begitu besar? Bagaimana mungkin aset di dalam negeri sebesar itu tidak diketahui atau tidak terdeteksi oleh otoritas pajak?
Harta yang dideklarasi oleh wajib pajak saat tax amnesty pada dasarnya adalah harta yang belum pernah dilaporkan kepada otoritas pajak. Artinya, sebelum tax amnesty, harta atau aset-aset tersebut bisa dikatakan tersembunyi atau ilegal.
Berdasarkan data Ditjen Pajak, dari total harta yang dideklarasikan, ada tiga jenis harta yang mendominasi. Rinciannya, harta dalam bentuk kas dan setara kas sebesar Rp 1.284,9 triliun, tanah dan bangunan Rp 766,3 triliun, serta investasi dan surat berharga senilai Rp 731,1 triliun.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.