Masa boom minyak di dekade 80-an membawa banyak manfaat pada Indonesia. Pendapatan dari meningkatnya harga minyak banyak digunakan untuk berbagai program pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Indonesia sudah menjadi anggota OPEC pada tahun 1962, hanya dua tahun setelah organisasi negara eksportir minyak tersebut didirakan.
Namun pada tahun 2008 Indonesia telah menjadi negara net importer minyak bumi dan memutuskan untuk keluar dari OPEC.
Tahun 2015 Indonesia sempat bergabung kembali untuk men-suspend keanggotaannya karena tidak mau mengikuti pemotongan produksi di 2016.
Data pada Sistem Monitoring Volume Lifting Minyak dan Gas Bumi (SMV- LMGBM) di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa pada rata-rata harian lifting pada bulan April 2017 adalah sebesar 791,1 ribu barel per hari.
Rencana Strategis ESDM 2015-2019 menyatakan bahwa pada tahun 1995, produksi minyak Indonesia mencapai 1.600 ribu barel per hari alias dua kali lipat sekarang.
Adapun konsumsi BBM Indonesia meningkat dari 62,1 juta liter di tahun 2007 menjadi 75,1juta liter di 2016 atau kenaikan sebesar mencapai 21 persen.
Dengan penjualan mobil beberapa tahun belakangan selalu menembus satu juta dan penjualan motor sekitar 5-6 juta, maka demand minyak bumi dan BBM juga terus meningkat.
Bukan lagi net eksportir
Kondisi sekarang di mana Indonesia bukan lagi net eksportir minyak bumi membawa beberapa konsekuensi pada kondisi dan stabilitas ekonomi makro.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.