Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Budi Gandasoebrata
Pegiat Fintech

Wakil Ketua Asosiasi FinTech Indonesia dan COO Midtrans

"Machine Learning", Pendeteksi Pola Transaksi Penipuan pada "Fintech"

Kompas.com - 23/05/2017, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

Bayangkan skenario berikut: Anda berbelanja di suatu tempat menggunakan kartu kredit. Beberapa hari kemudian Anda menerima SMS menginformasikan bahwa Anda baru saja bertransaksi sebesar Rp 6 juta di suatu toko daring (e-commerce) untuk produk yang tidak pernah Anda beli.

Dalam hal ini, kemungkinan besar data kartu kredit Anda bocor atau compromised, dan informasi tersebut digunakan oleh orang tidak dikenal untuk berbelanja secara tidak sah.

Kejadian di atas jelas merugikan si pemegang kartu. Namun, kita kerap melupakan bahwa toko daring yang digunakan untuk transaksi tidak sah tersebut juga merupakan korban. Setiap harinya, para pelaku daring perlu memastikan keabsahan transaksi yang terjadi di platform mereka.

Situs daring seperti Marketplace, Retail, atau Online Travel Agent kerap menjadi target para penipu (fraudsters) untuk melakukan transaksi menggunakan kartu kredit curian.

Sebenarnya ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pelaku daring untuk mencegah transaksi yang tidak sah, salah satunya melalui mekanisme SMS OTP (one time pin) yang dikirimkan ke pembeli melalui nomor seluler yang terdaftar di sistem bank.

Cara lain adalah dengan menganalisa data transaksi untuk mencari pola-pola yang mencurigakan sehingga mempermudah identifikasi suatu transaksi sebagai transaksi yang sah atau bukan.

Data Transaksi untuk Mendeteksi Pola Penipuan

Banyak yang tidak sadar bahwa transaksi daring menyimpan pengetahuan mendalam (insights), termasuk informasi pribadi seperti nama, alamat, email dan nomor telepon.

Transaksi daring juga merekam informasi transaksi seperti tipe produk, nilai transaksi, waktu transaksi dan nomor kartu yang bisa didapat langsung pada saat bertransaksi.

Jika dibandingkan dengan data transaksi sebelumnya (historical data) maka pola yang mencurigakan dapat dideteksi secara langsung. Praktek yang paling awam adalah pengecekan velocity of use dan velocity of change.

Velocity of use pada dasarnya adalah deteksi pada anomali dalam pola penggunaan suatu instrumen pembayaran, seperti kartu kredit.

Sebagai contoh, Iwan biasanya berbelanja 2 hingga 3 kali per bulan di toko daring, khususnya marketplace. Jika pada bulan berikutnya pola berbelanja Iwan menjadi 3 kali dalam seminggu, maka hal tersebut dapat menjadi indikasi adanya pola mencurigakan.

Velocity of use mendeteksi jumlah upaya transaksi terhadap suatu elemen data yang unik. Data elemen dalam contoh di atas misalnya nomor kartu kredit yang digunakan atau nomor telepon/e-mail.

Sementara velocity of change membantu praktisi daring untuk mendeteksi pola-pola yang diasosiasikan terhadap identitas fraudsters.

Fraudsters pada umumnya mencoba menyembunyikan identitas dengan mengganti elemen data transaksi berkali-kali. Misalnya dia akan berupaya bertransaksi dengan suatu kartu kredit curian menggunakan email atau nomor telepon yang berbeda-beda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com