Sebagai informasi, RPC sampai saat ini baru diimplementasikan oleh 6 negara anggota ASEAN. Ke-6 negara itu ialah Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Vietnam.
"MoU (memorandum of understanding) sudah sepakat, cuma implementasinya sesuai dengan kesiapan negara, jadi tidak ada kaitannya isu Myanmar atau tidak," ujar Perry dalam konferensi pers, di Hotel Mulia Jakarta, Jumat (25/8/2023).
Adapun kesiapan yang dimaksud mencakup tiga aspek utama. Pertama, kesiapan otoritas yang meregulasi sistem pembayaran masing-masing negara. Otoritas perlu menyiapkan infrastruktur pendukung, seperti QR code standar nasional dan fasilitas pembayaran lain.
"Kalau enggak punya otoritas, bagaimana nyambung dengan negara lain," kata Perry.
Poin kedua ialah kesiapan industri di masing-masing negara. Perry bilang, pelaku bisnis dalam negeri sudah harus mengetahui dan menyepakati implementasi sistem pembayaran yang difasilitasi otoritas, seperti QR code.
Perry bilang, implementasi RPC terus berkembang seiring waktu. RPC yang semula baru diadopsi 5 negara, kini sudah diimplementasikan 6 negara. Rencananya negara anggota ASEAN lain akan menyusul implementasi kerja sama tersebut.
"Tahun lalu kita memulai (RPC) dengan 5 negara. Karena kelima negara telah memiliki otoritas untuk meregulasi pembayaran domestik dan implementasinya terus berkembang," tutur Perry.
"Pada akhir tahun akan terkoneksi satu sama lain, baik secara bilateral maupun multirateral," sambungnya.
Sebagai informasi, RPC merupakan kerja sama yang diinisiasi pada 2022 lalu, di mana melalui kerja sama itu para peserta akan mendapatkan kemudahan transaksi lintas batas.
Salah satu implementasi dari kerja sama itu ialah, negara yang bekerjasama secara bilateral dapat menghubungkan QR code masing-masing negara.
https://money.kompas.com/read/2023/08/25/200000226/bi-jamin-konflik-myanmar-tak-ganggu-konektivitas-pembayaran-asean