Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Saham Hiburan, Properti, dan Mal "Tersengat" Sentimen Kenaikan Pajak Hiburan

Founder WH Project William Hartanto mengatakan, sejak adanya peningkatan pajak hiburan, para pelaku pasar merespons negatif kebijakan itu.

Hal ini tecermin dalam penurunan harga saham-saham yang terkait dengan industri tersebut.

“Sejak adanya peningkatan pajak hiburan, maka terjadi respons negatif pelaku pasar pada saham-saham yang terkait dengan industri hiburan seperti property (mal),” kata William dalam analisisnya.

Walau demikian, sentimen penurunan harga saham yang terjadi kemarin tak hanya disebabkan oleh beleid tersebut, tapi juga suku bunga, inflasi AS, dan pertumbuhan ekonomi China.

“Terlihat sentimen negatif cukup banyak, di sisi lain, kemungkinan dimulainya era suku bunga rendah sepertinya masih lama, melihat data inflasi Amerika yang belum berhasil ditekan lebih lanjut,” tambah William.

Beberapa saham properti dan mal yang mengalami penurunan pada akhir perdagangan kemarin diantaranya, Pakuwon Jati (PWON) yang turun 3,9 persen ke level Rp 436 per saham. Kemudian, Ciputra Development yang melemah 1,6 persen ke posisi Rp 1.225 per saham.

Selain itu, Bumi Serpong Damai (BSDE) juga melemah 2,8 persen ke posisi Rp 1.040 per saham. Lippo Cikarang (LPCK) turun 2,9 persen ke level Rp 655 per saham, dan Lippo Karawaci (LPKR) yang ambles 3,5 persen ke posisi Rp 82 per saham.

Sementara itu, saham-saham hiburan yang mengalami penurunan di akhir perdagangan kemarin diantaranya Lima Dua Lima Tiga (LUCY) yang dikenal dengan Lucy in The Sky turun 0,6 persen ke level Rp 155 per saham. Kemudian Jobubu Jarum Minahasa (BEER) yang melemah 2,9 persen ke level Rp 268 per saham.

Selanjutnya saham Multi Bintang Indonesia (MLBI) yang ambles 1,3 persen ke posisi Rp 7.550 per saham. Sementara itu, saham Delta Djakarta (DLTA) melemah di hari sebelumnya sebesar 0,28 persen ke posisi Rp 3.530 per saham.

Pelaku usaha mengajukan uji materi terkait kebijakan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun ketentuan kebijakan pajak tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Lydia Kurniawati, menjelaskan pajak hiburan hingga batas maksimal 75 persen bukan hal baru.

Sebelum keluar UU HKPD, tarif pajak hiburan sudah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

"PBJT ini bukan jenis pajak baru. Pada saat UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebelum UU HKPD, ini sudah ada. Dikenalnya dengan pajak hiburan," tutur Lydia di Jakarta, dikutip pada Rabu (17/1/2024).

https://money.kompas.com/read/2024/01/18/084347426/saham-hiburan-properti-dan-mal-tersengat-sentimen-kenaikan-pajak-hiburan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke