Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Harga Beras Tinggi Menguntungkan Petani?

Dalam proporsi cukup besar, sebagian petani padi merupakan konsumen neto beras (net consumers) yang masih harus membeli beras dengan harga pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari. Produksi padi yang dihasilkan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras mereka.

Hasil perhitungan Basri & Patunru (2009) menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) memperlihatkan bahwa pada 2004 sekitar 6,2 persen rumah tangga di Indonesia merupakan petani padi sekaligus konsumen neto beras.

Sementara itu, pada saat sama sekitar 24,6 persen rumah tangga di Indonesia merupakan petani padi. Itu artinya, sekitar seperempat rumah tangga petani padi di Indonesia juga merupakan konsumen neto beras.

Dengan mencermati perkembangan yang dipotret melalui hasil Sensus Pertanian dalam dua dekade terakhir, besar kemungkinan proporsi petani padi yang juga konsumen neto beras lebih besar lagi untuk kondisi saat ini.

Mudah diduga, petani padi yang merupakan konsumen neto beras adalah petani kecil dengan rata-rata penguasaan lahan sawah relatif sempit.

Kondisi ini mengakibatkan budidaya tanaman padi yang dijalankan cenderung subsisten, tidak efisien, dan tidak memenuhi skala ekonomi menguntungkan.

Sensus Pertanian 2013 mencatat, rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai rumah tangga pertanian pengguna lahan sawah hanya sebesar 0,39 hektare per rumah tangga.

Dengan lahan sawah seluas itu, rata-rata luas tanaman padi yang dibudidayakan setiap rumah tangga hanya sekitar 0,67 hektare per tahun.

Lonjakan jumlah rumah tangga petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari setengah hektare dalam sepuluh tahun terakhir, sebesar 2,64 juta rumah tangga (18,54 persen), memberi indikasi kuat bahwa rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai petani padi saat ini semakin menyusut, atau lebih rendah dari kondisi sepuluh tahun lalu.

Beban pengeluaran meningkat

Bagi petani padi sekaligus konsumen neto beras, harga beras yang tinggi dipastikan akan menambah beban pengeluran untuk konsumsi makanan.

Jika kondisi tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan, baik dari kegiatan budidaya pertanian maupun aktivitas di luar pertanian, daya beli mereka akan tergerus.

Selain itu, pendapatan yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan juga berkurang sehingga menyebabkan penurunan kesejahteraan.

Sayangnya, skala budidaya relatif kecil menjadikan pendapatan yang diperoleh dari budidaya tanaman padi juga relatif kecil.

Data BPS menunjukkan bahwa rata-rata keuntungan per bulan yang diperoleh dari memproduksi padi pada satu hektare lahan sawah hanya sekitar Rp 1,24 juta pada 2017.

Bisa dibayangkan rata-rata keuntungan yang bakal diperoleh jika lahan sawah yang digarap kurang dari satu hektare.

Situasi seperti ini borpotensi menjadikan petani padi miskin menjadi semakin miskin dan yang hampir miskin jatuh miskin.

Pasalnya, berdasarkan catatan BPS, kontribusi pengeluaran untuk beras terhadap garis kemiskinan relatif besar, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan, yakni masing-masing mencapai 19,35 persen dan 23,73 persen.

Itu artinya, kenaikan harga beras yang tinggi sangat besar pengaruhnya dalam mendorong kenaikan beban pengeluaran penduduk miskin dan hampir miskin, yang boleh jadi di antaranya merupakan petani padi.

Data BPS juga memperlihatkan bahwa sekitar 48,86 persen rumah tangga miskin pada 2023 menggantungkan hidup pada sektor pertanian atau rumah tangga pertanian.

Sementara itu, hasil Sensus Pertanian 2023 mencatat bahwa jumlah rumah tangga pertanian yang mengusahakan tanaman padi mencapai 15,55 juta rumah tangga atau mencakup sekitar 55 persen dari total 28,42 juta rumah tangga pertanian.

Itu artinya, sebagian rumah tangga miskin di sektor pertanian dapat dipastikan merupakan rumah tangga petani padi.

Hanya menguntungkan petani besar

Sejalan dengan kenaikan harga beras, data BPS memperlihatkan bahwa harga gabah di tingkat petani juga mengalami kenaikan.

Pada Januari 2024, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani tercatat mengalami kenaikan, baik secara tahunan (18,64 persen) maupun bulanan (2,97 persen).

Kenaikan tersebut berdampak pada peningkatan pendapatan petani padi dari nilai produksi gabah yang dihasilkan.

Hal ini tecermin dari peningkatan Nilai Tukar Usaha Pertanian tanaman pangan sebesar 0,28 persen pada Januari 2024 dibandingkan Desember 2023. Peningkatan tersebut utamanya disumbang kenaikan harga gabah.

Namun demikian, kenaikan yang terjadi merupakan gambaran agregat. Jika dilihat lebih dalam, pada kelompok petani padi skala kecil dan konsumen neto beras yang terjadi bisa sebaliknya.

Bagi petani kecil dengan produksi terbatas, peningkatan beban pengeluaran sebagai imbas dari kenaikan harga beras bisa jadi tidak dapat dikompensasi kenaikan pendapatan dari peningkatan harga gabah.

Dengan kata lain, keuntungan dari kenaikan harga beras sebetulnya lebih banyak dinikmati oleh petani padi skala besar atau petani padi yang merupakan produsen neto (net-producers).

Selain itu, margin yang cukup besar antara harga gabah di tingkat petani dan harga beras di tingkat konsumen akan menguntungkan petani yang memiliki mesin penggilingan padi dan/atau merangkap sebagai pedagang beras.

Karena itu, narasi bahwa harga beras yang tinggi akan menguntungkan petani harus disikapi secara hati-hati, bahkan dihindari.

Harga beras yang mahal bisa jadi hanya menguntungkan petani besar dan pada saat yang sama justru meningkatkan kejadian dan keparahan kemiskinan pada kelompok petani kecil akibat meningkatnya beban pengeluaran tanpa dibarengi dengan peningkatan pendapatan sepadan.

https://money.kompas.com/read/2024/02/23/154215626/apakah-harga-beras-tinggi-menguntungkan-petani

Terkini Lainnya

Bank Neo Commerce Berhasil Membalik Rugi Jadi Laba pada Kuartal I-2024

Bank Neo Commerce Berhasil Membalik Rugi Jadi Laba pada Kuartal I-2024

Whats New
Tembus Pasar Global, Aprindo Gandeng Anak Usaha Garuda Indonesia

Tembus Pasar Global, Aprindo Gandeng Anak Usaha Garuda Indonesia

Whats New
Cara Ganti Kartu ATM BRI 'Expired' lewat Digital CS

Cara Ganti Kartu ATM BRI "Expired" lewat Digital CS

Whats New
Pemkab Gencarkan Pasar Murah, Inflasi di Lebak Turun Jadi 2,1 Persen Per Mei 2024

Pemkab Gencarkan Pasar Murah, Inflasi di Lebak Turun Jadi 2,1 Persen Per Mei 2024

Whats New
Mendag Ogah Revisi Permendag 8/2024, Asosiasi Pertekstilan: UU Pemilu Saja Bisa Diganti...

Mendag Ogah Revisi Permendag 8/2024, Asosiasi Pertekstilan: UU Pemilu Saja Bisa Diganti...

Whats New
Pemerintah Pakai Produk Semen Rendah Emisi Karbon untuk Bangun IKN

Pemerintah Pakai Produk Semen Rendah Emisi Karbon untuk Bangun IKN

Whats New
Tahun Ini, Emiten Beras NASI Bidik Pertumbuhan Laba Bersih 618 Persen

Tahun Ini, Emiten Beras NASI Bidik Pertumbuhan Laba Bersih 618 Persen

Whats New
Hingga April 2024, Jumlah Nasabah Tabungan Haji BSI Tembus 5,1 Juta

Hingga April 2024, Jumlah Nasabah Tabungan Haji BSI Tembus 5,1 Juta

Whats New
MTDL Bakal Tebar Dividen Rp 257,8 Miliar dari Laba Bersih 2023

MTDL Bakal Tebar Dividen Rp 257,8 Miliar dari Laba Bersih 2023

Whats New
Pasarnya Potensial, Chevron-Caltex Perkuat Bisnis Pelumas Industri di Indonesia

Pasarnya Potensial, Chevron-Caltex Perkuat Bisnis Pelumas Industri di Indonesia

Whats New
Permudah Bayar Iuran, BPJS Ketenagakerjaan Gandeng Danamon

Permudah Bayar Iuran, BPJS Ketenagakerjaan Gandeng Danamon

Whats New
Daftar Emiten yang Bakal Bagi-bagi Dividen pada Juni 2024

Daftar Emiten yang Bakal Bagi-bagi Dividen pada Juni 2024

Whats New
Gencarkan Ekspansi Pasar Nasional, GNET Official Store di Tokopedia Miliki 19 Titik Distribusi

Gencarkan Ekspansi Pasar Nasional, GNET Official Store di Tokopedia Miliki 19 Titik Distribusi

Rilis
Insentif Likuiditas, BI: Insentif bagi Bank yang 'Berkeringat' Berikan Kredit

Insentif Likuiditas, BI: Insentif bagi Bank yang "Berkeringat" Berikan Kredit

Whats New
Mahendra Siregar Lantik 21 Kepala OJK Daerah, Simak Daftarnya

Mahendra Siregar Lantik 21 Kepala OJK Daerah, Simak Daftarnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke