Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Aturan Perlintasan Kereta Api di Indonesia? Ini Penjelasan KAI

Perlintasan sebidang tidak jarang menimbulkan kecelakaan antara kendaraan pribadi dengan kereta api.

Dikutip dari laman resmi PT Kereta Api Indonesia (KAI), pada periode tahun 2023 hingga Maret 2024, telah terjadi 414 kasus kecelakaan di pelintasan sebidang, dengan korban 124 meninggal dunia, 87 luka berat, dan 110 luka ringan.

Lantas, bagaimana aturan mengenai perlintasan kereta api di Indonesia?

Aturan perlintasan kereta api di Indonesia

VP Public Relations KAI Joni Martinus menjelaskan, kereta api memiliki jalur tersendiri dan tidak dapat berhenti secara tiba-tiba.

Untuk itu, pengguna jalan harus mendahulukan perjalanan kereta api saat melalui perlintasan sebidang.

Di Indonesia, aturan mengenai perkeretaapian mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Seluruh pengguna jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api saat melalui pelintasan sebidang. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 124 dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114,” kata Joni dalam keterangan resmi yang dikutip Kompas.com, Sabtu (4/5/2024).

Dalam Pasal 124 UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, menuliskan bahwa pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

Lebih lanjut, pada Pasal 114 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menuliskan kewajiban pengemudi kendaraan pada pelintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan sebagai berikut:

Menurut Joni, selama ini banyak yang beranggapan bahwa KAI bertanggung jawab untuk menyediakan palang dan rambunya di setiap pelintasan sebidang.

Ia menambahkan, PT KAI hanya bertindak sebagai operator dan tidak memiliki kewenangan secara hukum untuk memasang palang pelintasan atau mengubahnya menjadi tidak sebidang seperti flyover maupun underpass.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, lanjut dia, pengelolaan pelintasan sebidang dilakukan oleh penanggung jawab jalan sesuai klasifikasinya.

Yakni menteri untuk jalan nasional, gubernur untuk jalan provinsi, bupati/walikota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa, serta badan hukum atau lembaga untuk Jalan khusus yang digunakan oleh badan hukum atau lembaga.

“Peran pemerintah baik pusat ataupun daerah sangat diperlukan untuk mengurangi kejadian kecelakaan di pelintasan sebidang. KAI juga mendorong pemerintah untuk membuat pelintasan yang aman sesuai regulasi atau menutup pelintasan liar yang dapat membahayakan perjalanan kereta api dan keselamatan bersama,” tuturnya Joni.

PT KAI mencatat selama periode 2023 sampai Maret 2024, terdapat 1.514 pelintasan sebidang yang dijaga dan 2.556 pelintasan yang tidak dijaga.

Selama periode yang sama, sebanyak 157 perlintasan sebidang telah ditutup dengan tujuan untuk normalisasi jalur dan peningkatan keselamatan perjalanan kereta api.

“KAI meminta masyarakat untuk berhati-hati saat akan melintasi perlintasan sebidang jalan raya dengan jalur kereta api. Pastikan jalur yang akan dilalui sudah aman, tengok kanan dan kiri, serta patuhi rambu-rambu yang ada,” ucap Joni.

Seluruh unsur masyarakat, pemerintah, lembaga, organisasi diimbau lebih peduli dan lebih perhatian terhadap keselamatan di pelintasan sebidang.

"Keselamatan dapat terwujud jika semua pihak saling peduli. Kami berharap semua pihak dapat berperan aktif dalam meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang, demi keamanan bersama," pungkas Joni.

https://money.kompas.com/read/2024/05/04/135339426/bagaimana-aturan-perlintasan-kereta-api-di-indonesia-ini-penjelasan-kai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke