Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuduhan Kartel SMS Tidak Berdasar?

Kompas.com - 09/07/2008, 13:01 WIB

JAKARTA, RABU - Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU menetapkan enam operator telekomunikasi melakukan kartel layanan pesan singkat (SMS) dinilai tidak tepat dan tidak berdasar. "Keputusan kartel SMS yang memperhitungkan kerugian konsumen (consumer loss) tidak berdasar," kata pengamat ekonomi dari The Centre for Strategic and International Studies, Pande Raja Silalahi, Rabu (9/7) di Jakarta, seperti dikutip Antara.

Hal itu diungkapkan Pande menyusul keputusan KPPU pada Rabu (18/6) bahwa ditemukan praktik kartel tarif SMS oleh enam operator, yaitu PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), PT Telkomsel, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Bakrie Telecom Tbk (BTel), PT Mobile-8 Telecom Tbk, dan PT Smart Telecom.

Dalam keputusan itu, KPPU mengatakan, selama periode 2004 hingga 1 April 2008 konsumen seluler di Indonesia melanggar UU Nomor 5 Tahun 99 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mengakibatkan konsumen mengalami kerugian sekitar Rp 2,827 triliun akibat tarif SMS lintas operator yang seragam, yakni Rp 250-Rp 350. Dasar penetapan kartel karena keenam operator menetapkan pola interkoneksi SMS, yaitu sender keep all, di mana operator pengirim pesan berhak memperoleh pendapatan dari layanan SMS terkirim.

Menurut Pande, dalam literatur bahwa suatu tindakan kartel jika memang di dalam suatu pasar tidak ada pilihan lain. "Kerugian konsumen tidak dapat dibuktikan, selain karena tidak ada aturan soal SMS, konsumen juga masih memiliki pilihan layanan dari operator lain," ujar Pande.
    
Lebih lanjut, dalam menjual layanan SMS kepada konsumen tidak ada unsur paksaan dan tidak ada dasar disebut monopoli karena tidak ada aturan dari pemerintah. Adapun kerugian konsumen dihitung berdasarkan kehilangan kesempatan dari konsumen untuk memperoleh tarif SMS yang lebih rendah dan  hilangnya peluang menggunakan layanan SMS yang lebih banyak pada harga yang sama serta kerugian intangible akibat terbatasnya alternatif pilihan.

Pande yang juga merupakan mantan anggota KPPU menegaskan bahwa penghitungan consumber loss atas dugaan kartel tersebut terlalu mengada-ada dengan menggunakan harga minimum biaya produksi SMS. "Bagaimana mungkin ada kesimpulan consumer loss, sedangkan data yang digunakan tidak tersedia. Dasar perhitungan consumer loss itu tidak nyambung. Jika begitu, seharusnya semua operator terkena dugaan kartel," ujar Pande.
    
KPPU menetapkan perhitungan tarif pungut SMS kepada konsumen regulator sebesar Rp 114 per SMS, yang didasarkan pada biaya produksi SMS Rp 76, ditambah biaya retail services activities cost sebesar 40 persen dari biaya interkoneksi dan margin keuntungan sebesar 10 persen.

Pada kesempatan itu Pande juga menyoroti dasar penetapan margin keuntungan 10 persen yang diperbolehkan bagi operator. "Justru mematok margin keuntungan layanan SMS hanya 10 persen menyalahi azas persaingan usaha. Ini artinya membunuh sektor telekomunikasi yang jelas-jelas merupakan andalan negara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Sebelumnya Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, angka kerugian yang disebut oleh KPPU masih dapat diperdebatkan. "Saya sendiri tidak tahu angka itu (jumlah kerugian) datangnya dari mana. Namun, keluarnya putusan ini diharapkan menjadi pelajaran bagi operator untuk berkompetisi secara sehat," kata Basuki yang juga sebagai Ketua BRTI ini.

Dalam penetapan tarif SMS, operator memasukkan komponen biaya selain biaya jaringan (network), juga biaya aktivitas, inovasi produk, dan ditambah margin keuntungan, tetapi diserahkan ke masing-masing operator. "Kalau mereka (operator) tidak efisien sehingga tarif SMS lebih tinggi daripada operator lain, konsumen yang menentukan pilihan mana tarif yang lebih kompetitif (murah)," ujarnya.
    
Lebih lanjut Basuki menambahkan, pihaknya tidak bisa mengomentari putusan soal kerugian konsumen karena keputusan tersebut belum "inkrah" (putusan tetap).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Djagad Prakasa Dwialam Ditunjuk Jadi Dirut Kimia Farma

Djagad Prakasa Dwialam Ditunjuk Jadi Dirut Kimia Farma

Whats New
S&P 500 dan Nasdaq 'Rebound' Ditopang Kenaikan Harga Saham Nvidia

S&P 500 dan Nasdaq "Rebound" Ditopang Kenaikan Harga Saham Nvidia

Whats New
Home Credit Indonesia Hadir di Jakarta Fair 2024, Simak Penawarannya

Home Credit Indonesia Hadir di Jakarta Fair 2024, Simak Penawarannya

Spend Smart
Sri Mulyani-Tim Prabowo Suntik Kepercayaan Pasar, Rupiah Tak Lagi Terkapar

Sri Mulyani-Tim Prabowo Suntik Kepercayaan Pasar, Rupiah Tak Lagi Terkapar

Whats New
Kembangakan Energi Hijau, TAPG dan Aisin Takaoka Bentuk Joint Venture Company

Kembangakan Energi Hijau, TAPG dan Aisin Takaoka Bentuk Joint Venture Company

Whats New
Saham Airbus Sempat Menukik Hampir 12 Persen, Apa Sebabnya?

Saham Airbus Sempat Menukik Hampir 12 Persen, Apa Sebabnya?

Whats New
Minat Masyarakat Belanja di Toko dengan 'Paylater' Tumbuh Pesat

Minat Masyarakat Belanja di Toko dengan "Paylater" Tumbuh Pesat

Whats New
'Fintech Lending' Easycash Tunjuk Nucky Poedjiardjo Jadi Dirut

"Fintech Lending" Easycash Tunjuk Nucky Poedjiardjo Jadi Dirut

Whats New
Fenomena 'Makan Tabungan' Terjadi di Kelas Menengah Bawah, Ini Penyebabnya

Fenomena "Makan Tabungan" Terjadi di Kelas Menengah Bawah, Ini Penyebabnya

Whats New
Kemenperin: Hilirisasi Rumput Laut Punya Potensi Pasar Rp 193 Triliun

Kemenperin: Hilirisasi Rumput Laut Punya Potensi Pasar Rp 193 Triliun

Whats New
Hadapi Kredit Macet, OJK Minta Penyelenggara 'Paylater' Perkuat Mitigasi Risiko

Hadapi Kredit Macet, OJK Minta Penyelenggara "Paylater" Perkuat Mitigasi Risiko

Whats New
PT Pamapersada Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1 Berpengalaman, Simak Persyaratannya

PT Pamapersada Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1 Berpengalaman, Simak Persyaratannya

Work Smart
Beban Besar Prabowo-Gibran Menanggung Utang Pemerintahan Sebelumnya

Beban Besar Prabowo-Gibran Menanggung Utang Pemerintahan Sebelumnya

Whats New
Jurus Sri Mulyani Tolak Tawaran Investasi Berkedok Penipuan

Jurus Sri Mulyani Tolak Tawaran Investasi Berkedok Penipuan

Whats New
Hasil Riset: Pengguna 'Pay Later' Didominasi Laki-laki

Hasil Riset: Pengguna "Pay Later" Didominasi Laki-laki

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com