Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus BPPN, Pemerintah Harus Bayar Rp 2,24 Triliun jika Kalah

Kompas.com - 21/08/2008, 10:27 WIB
JAKARTA, KAMIS - Saat ini pemerintah dihadapkan pada tuntutan hukum dari pihak ketiga dengan nilai sekitar Rp 2,24 triliun. Hal itu terkait dengan penyelesaian masalah hukum atas kasus aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau BPPN. "Kami tidak menganggarkan dana untuk mengantisipasi tuntutan hukum tersebut. Namun, jika putusan pengadilannya sudah berketetapan hukum dan pemerintah kalah, maka kami harus bayar," papar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu, Rabu (20/8) di Jakarta.

Menurut Anggito, jika kalah di pengadilan, pemerintah bisa membayar kewajibannya dari dana yang disimpan di rekening 69 (rekening belanja lain-lain yang menampung anggaran untuk kebutuhan mendadak). Namun, pemerintah juga bisa menyediakan dananya dalam APBN Perubahan tahun 2009.

Dalam Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2009 disebutkan, pihak ketiga yang mengajukan tuntutan hukum kepada pemerintah melalui pengadilan antara lain dalam kasus pengadaan listrik swasta dan BPPN. Namun, untuk masalah listrik swasta telah diselesaikan melalui tiga pola penyelesaian sengketa. Pertama, close-out atau penghentian kontrak dengan disertai pemberian kompensasi (ada tujuh kontrak).

Kedua, renegosiasi persyaratan kontrak (ada 17 kontrak). Ketiga, ajudikasi atau arbitrase-ligitasi (meliputi tiga kontrak, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi/PLTP Dieng, PLTP Patuha, dan PLTP Karaha Bodas).

Sementara dalam sengketa yang terkait dengan penuntasan aset eks BPPN, jumlah perkara yang ditangani hingga saat ini 494 kasus, terdiri atas 432 perkara perdata, 30 perkara niaga, tujuh perkara tata usaha negara, satu perkara pidana, dan 24 penyelesaian kewajiban pemegang saham.

Perkara yang mewajibkan pemerintah membayar karena sudah memiliki kekuatan hukum tetap senilai Rp 12,2 miliar dan 104,7 juta dollar AS atau setara Rp 963,24 miliar (pada nilai tukar Rp 9.200 per dollar AS). Adapun perkara yang bisa membuat pemerintah berpotensi membayar karena kasusnya masih dalam proses pengadilan sebanyak 18 perkara dengan nilai Rp 915,4 miliar dan 38,2 juta dollar AS atau setara Rp 351,44 miliar.

Anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, mengatakan, selama ini pemerintah tak pernah transparan menyampaikan utang-piutang dan sengketa hukum yang menjadi beban pemerintah. "Ketika harus membayar, di mana persetujuan DPR diperlukan, baru pemerintah membukanya. Ini kan seperti mem-fait accompli DPR dan masyarakat. Dugaan saya, ini terkait sengketa antara Sugar Group (Gunawan Yusuf) versus Salim Group, BPPN, Marubeni dan lain-lain, terkait penjualan sugar companies di Lampung," papar Dradjad.

Pemerintah, kata dia, harus menyebutkan secara transparan kasus hukum yang membuat munculnya tagihan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Top Up DANA Pakai Virtual Account BRI

Cara Top Up DANA Pakai Virtual Account BRI

Spend Smart
Cek Daftar Pinjol Resmi yang Berizin OJK Mei 2024

Cek Daftar Pinjol Resmi yang Berizin OJK Mei 2024

Whats New
Penyaluran Avtur Khusus Penerbangan Haji 2024 Diproyeksi Mencapai 100.000 KL

Penyaluran Avtur Khusus Penerbangan Haji 2024 Diproyeksi Mencapai 100.000 KL

Whats New
Pemilik Kapal Apresiasi Upaya Kemenhub Evakuasi MV Layar Anggun 8 yang Terbakar

Pemilik Kapal Apresiasi Upaya Kemenhub Evakuasi MV Layar Anggun 8 yang Terbakar

Whats New
Langkah AJB Bumiputera 1912 Setelah Revisi Rencana Penyehatan Keuangan

Langkah AJB Bumiputera 1912 Setelah Revisi Rencana Penyehatan Keuangan

Whats New
KKP dan Polri Gagalkan Penyelundupan 125.684 Benih Bening Lobster di Jambi

KKP dan Polri Gagalkan Penyelundupan 125.684 Benih Bening Lobster di Jambi

Whats New
Sulbar akan Jadi Penyuplai Produk Pangan untuk IKN, Kementan Beri Benih Gratis

Sulbar akan Jadi Penyuplai Produk Pangan untuk IKN, Kementan Beri Benih Gratis

Whats New
Emiten Tambang Samindo Resources Catatkan Kenaikan Pendapatan 33,5 Persen Per Kuartal I-2024

Emiten Tambang Samindo Resources Catatkan Kenaikan Pendapatan 33,5 Persen Per Kuartal I-2024

Whats New
OJK Sebut Klaim Asuransi Kesehatan Lebih Tinggi dari Premi yang Diterima Perusahaan

OJK Sebut Klaim Asuransi Kesehatan Lebih Tinggi dari Premi yang Diterima Perusahaan

Whats New
SKK Migas dan Mubadala Energy Temukan 2 TFC Potensi Gas di Blok South Andaman

SKK Migas dan Mubadala Energy Temukan 2 TFC Potensi Gas di Blok South Andaman

Whats New
Perkuat Bisnis di RI, Perusahaan Pemurni Air Korea Dapat Sertifikat Halal BPJPH

Perkuat Bisnis di RI, Perusahaan Pemurni Air Korea Dapat Sertifikat Halal BPJPH

Whats New
Upaya Kemenparekraf Jaring Wisatawan Asing di Korea Selatan

Upaya Kemenparekraf Jaring Wisatawan Asing di Korea Selatan

Whats New
Libur 'Long Weekend', 2 Lintasan Utama ASDP Layani 26.122 Orang dan 125.950 Unit Kendaraan

Libur "Long Weekend", 2 Lintasan Utama ASDP Layani 26.122 Orang dan 125.950 Unit Kendaraan

Whats New
Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif

Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif

Whats New
OJK: Sektor Jasa Keuangan Nasional Stabil

OJK: Sektor Jasa Keuangan Nasional Stabil

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com