Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Sejarah Pangeran Diponegoro

Kompas.com - 04/04/2009, 12:04 WIB

 

Museum tidak sekadar sebuah tempat memajang benda-benda kuno dan bersejarah. Namun, melihat lebih jauh, kita bisa meresapi makna sebuah cerita, sejarah yang menjadi latar belakang, berikut segenap emosi yang menaunginya.

Di Museum Kamar Pengabadian Pangeran Diponegoro yang terletak di kompleks Kantor Badan Koordinasi Pembangunan Lintas Kota dan Kabupaten Wilayah (Bakorwil) II, Kota Magelang, letupan emosi tersebut terlihat dari guratan pada sebuah tangan kursi yang disimpan dalam lemari kaca.

"Guratan ini merupakan bekas cengkeraman tangan Pangeran Diponegoro yang ketika itu merasa sangat marah karena telah ditipu oleh Belanda," ujar petugas Museum Kamar Pengabadian Pangeran Diponegoro Joko Suryo.

Sesuai dengan namanya, museum yang berbentuk kamar berukuran 4 x 5 meter tersebut memang merupakan simbolisasi upaya mengabadikan jejak Pangeran Diponegoro, sesaat sebelum dia ditangkap oleh Belanda pada tahun 1830.

Kursi tersebut mengabadikan saat-saat itu. Dengan duduk di atas kursi berbahan kayu jati tersebut, Pangeran Diponegoro berunding dengan Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda di Batavia, Jenderal De Kock, 28 Maret 1830.

Pertemuan itu digelar Belanda dengan tujuan meminta Pangeran Diponegoro menghentikan serangannya dalam peperangan. Namun, Pangeran Diponegoro menolak permintaan itu. Pangeran Diponegoro bersiteguh menuntut kemerdekaan bagi Indonesia. Perundingan pun buntu.

Menurut perjanjian sebelumnya, jika tidak ada kata sepakat, Pangeran Diponegoro boleh kembali bebas, pergi ke tempat yang diinginkan. Namun, Belanda melanggar perjanjian tersebut. Seketika itu juga, Jenderal De Kock memberikan isyarat pasukannya untuk membekuk Pangeran Diponegoro. Sang Pangeran yang geram langsung meremas tangan kursi yang didudukinya. Kini, bekas cengkeraman tangan tersebut terlihat jelas pada tangan kursi di sisi sebelah kanan.

Selain satu set kursi dan meja perundingan, museum ini juga berisi 10 barang lainnya. Empat di antaranya berupa lukisan wajah dan kisah perjuangan Pangeran Diponegoro. Satu lukisan merupakan gambaran wajah Pangeran Diponegoro saat berusia 35 tahun, hasil karya seorang warga Belanda yang tidak diketahui namanya. Tiga lukisan lain yang mengisahkan gerak dan kisah perjuangan Pangeran Diponegoro masing-masing merupakan karya Hendrajasmoko, Raden Saleh, dan Dr Daud Jusuf.

Empat barang lainnya adalah kitab takrib yang berisi strategi peperangan zaman dulu, teko, satu set cangkir, bale-bale, serta jubah. Koleksi bale-bale dan teko tersebut khusus didatangkan dari Brangkal, Gombong, serta Bantul, untuk melengkapi koleksi museum.

Jubah yang dipajang dalam lemari kaca merupakan jubah asli yang dipakai Pangeran Diponegoro selama berperang. Jubah sepanjang 160 sentimeter ini berkain asli buatan Tiongkok.

Joko mengatakan, rata-rata jumlah pengunjung museum mencapai 100 orang per bulan. Mayoritas pengunjung adalah rombongan anak-anak sekolah yang ingin mempelajari jejak sejarah Pangeran Diponegoro. Mereka biasanya berdatangan dari berbagai kota seperti Yogyakarta, Bandung, serta berbagai kota di Jawa Timur. (regina rukmorini)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com