Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksklusivitas Koperasi

Kompas.com - 07/10/2009, 08:29 WIB

Oleh Stefanus Osa

 

Menarik sekali. Di depan kantor Koperasi Simpan Pinjam Manunggul Artha Jaya, Semarang, ada moto yang terpampang jelas tertulis, ”Kalau ikut, jangan takut-takut. Kalau takut, jangan ikut-ikut!” Itulah salah satu cara menghimpun dana pihak ketiga.

Sepintas, masyarakat memang sudah dibikin trauma. Pengumpulan dana pihak ketiga yang mengatasnamakan program arisan sudah bikin kapok. Padahal, kuncinya terletak pada manajemen keuangan yang baik sehingga dengan sendirinya kredibilitas tercipta di mata masyarakat.

Aspek kehati-hatian dalam tata kelola keuangan pun tidak boleh diabaikan. Terbukti, perputaran dana pihak ketiga itu menghasilkan nilai tambah.

Di satu sisi, si peserta arisan yang menyetor sejumlah uang mendapatkan keuntungan pada jangka waktu tertentu sesuai ketentuan pengelola koperasi.

Di lain sisi, pengelola koperasi dapat menyalurkan dana tersebut kepada orang lain untuk membantu pengembangan usaha.

Koperasi simpan pinjam sebagai salah satu bentuk koperasi jasa keuangan (KJK) semacam ini jauh tumbuh berkembang, setidaknya di kota Semarang.

Bahkan, sejumlah koperasi memadukan tata kelola keuangannya dengan toko emas. Jadi, pembeli perhiasan dapat membeli perhiasan di toko tertentu dengan cara angsuran.

Koperasi ini sudah membuka selubung eksklusivitas. Apabila koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam dahulu hanya meminjamkan kepada anggotanya, kini tidak lagi terkungkung. Dana koperasi bisa juga dipinjamkan kepada orang lain sebagai tambahan modal usaha.

Jauh tertinggal

Kreativitas dan inovasi masyarakat terbukti bisa berlari lebih cepat. Sementara panduan yang diberikan pemerintah jauh tertinggal.

Buktinya, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan simpan pinjam oleh koperasi tidak pernah diubah.

Ketua Tim Ahli PT Miranthi Konsultan Permai Nur Hadi Indra dalam lokakarya ”Pengembangan KSP dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah” di Jakarta, pekan lalu, mengatakan, realitas di lapangan menunjukkan kondisi KJK yang memiliki kelebihan kapasitas, KJK dapat melayani masyarakat non-anggota koperasi.

Keadaan ini sudah berlangsung lama sehingga tidak mengherankan bahwa penyempurnaan PP No 9/1995 sudah menjadi tantangan terdepan bagi reformasi koperasi.

Bahkan, ketentuan yang mengatur mengenai harta kekayaan koperasi tidak dapat dihipotekkan. Ini tidak sesuai dengan semangat pengembangan koperasi. Karena dengan demikian, koperasi akan sulit mencari tambahan modal.

Ironisnya, ketentuan yang mengatur penempatan kelebihan dana dalam bentuk tabungan tidak boleh atas nama lembaga koperasi, tetapi harus atas nama perseorangan. Hal ini mengandung risiko cukup tinggi dan rawan disalahgunakan.

”Peraturan pemerintah ini sudah dibiarkan selama 14 tahun, tanpa upaya perubahan,” ujar Nur Hadi.

Deputi Pembiayaan Kementerian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Agus Muharam mengatakan, dari hasil riset di lapangan, ada anggapan masyarakat bahwa menyimpan uang di koperasi tidak seaman menyimpan uang di perbankan.

Hal itu terjadi karena simpanan di koperasi tidak dijamin pemerintah. ”Ini menjadi salah satu penyebab laju simpanan anggota relatif lamban,” kata Agus.

Oleh karena itu, menurut Agus, pembentukan lembaga penjamin simpanan KJK menjadi sangat penting agar dana nasabah bisa terjamin.

Selain itu, penentuan koperasi yang sehat untuk bisa dijadikan pegangan bagi anggota diperlukan lembaga pengembangan dan pengawasan KJK. Lembaga inilah yang menentukan kondisi kesehatan keuangan koperasi.

”Untuk penjaminan simpanan anggota, pemerintah setidaknya bersedia menjamin dana anggota yang disimpan di koperasi, maksimal simpanan Rp 50 juta,” ujar Agus.

Memiliki keunikan

Agus mengatakan, KJK memiliki keunikan jika dibandingkan koperasi lainnya. Untuk itu, perlu penegasan mengenai pemeringkatan yang diberlakukan secara khusus bagi koperasi yang menyelenggarakan usaha simpan pinjam.

Dalam hal ini, jelas Agus Muharam, penilaian kesehatan KJK dapat menunjukkan kinerja dan peringkat KJK yang bersangkutan.

Sementara it,u Ketua Tim Ahli PT Tesaputra Adiguna Nasir Budiman selaku tim yang meneliti kebijakan perkoperasian mengemukakan, KJK merupakan salah satu alternatif lembaga keuangan yang diharapkan dapat mudah memenuhi kebutuhan pembiayaan bagai UMKM, yang selama ini mengalami kendala permodalan. Mereka tidak atau kurang bankable.

Dilihat dari pertumbuhan KSP, tahun 2000-2004 pertumbuhan KSP mencapai 8,64 persen per tahun dengan pertumbuhan nilai pemberian pinjaman rata-rata mencapai 25,26 persen per tahun.

Namun, rata-rata pertumbuhan jumlah anggota justru menurun rata-rata 1,77 persen per tahun.

Pemberdayaan UMKM tetaplah tinggal slogan dan cita-cita apabila peraturan pemerintah tidak pernah diperbarui guna memenuhi kebutuhan zaman. Oleh karena itu, persoalan tersebut akan menjadi tantangan dan tugas pemerintahan baru nanti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com