Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Rokok Kudus, Separuh Kebanggaan Itu Hilang

Kompas.com - 09/12/2009, 09:15 WIB

Orin Basuki

KOMPAS.com - Kudus sebagai kota kretek bukan sekadar slogan. Ini memiliki arti yang mendalam. Bagi warga Kudus, menjadi pengusaha rokok adalah sebuah kebanggaan. Kini kebanggaan itu mulai hilang seiring semakin ketatnya operasi penertiban pembayaran cukai oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Menjadi pengusaha rokok adalah usaha turun-temurun yang diwariskan nenek moyang warga Kudus. Walaupun beromzet kecil, menjadi penghasil rokok adalah sebuah keunggulan dalam tataran sosial masyarakat Kudus. Oleh karena itu, tidak akan mudah memberantas rokok polos atau rokok tanpa pita cukai maupun rokok dengan pita cukai palsu di kota yang menyumbang Rp 13,5 triliun penerimaan cukai ke negara ini.

”Pengusaha rokok Kudus tak akan sama dengan pengusaha rokok dari kota lainnya, misalnya Pati. Mereka itu bisa dibilang ngeyel (ngotot). Biarpun sudah dilarang membuat rokok tanpa cukai, tidak mudah menghentikannya. Upaya untuk menurunkan produksi rokok ilegal harus dilihat dari sisi sosialnya,” kata Mamiek Indrayani, peneliti industri rokok dari Lembaga Penelitian Universitas Muria, Kudus.

Aparat Ditjen Bea dan Cukai pun sadar soal ini. Mereka tahu ada beberapa pengusaha rokok rumahan yang sudah diingatkan agar tidak memproduksi rokok ilegal, tetapi masih mencari modus baru agar tetap memproduksi rokok ilegal dengan pita cukai palsu. Padahal, teknologi yang dilekatkan di selembar pita cukai itu sudah sangat maju dan selalu diperbarui setiap tahun oleh Ditjen Bea dan Cukai serta produsen pita cukai rokok dari kelompok usaha Pura.

16 pengaman

Di sehelai pita cukai edisi 2008, misalnya, ada 16 ciri khusus pada hologram yang menjadi pengaman agar tidak dipalsukan. Hologram ditemukan ilmuwan Hongaria, Dennis Gabor, tahun 1947 yang membuatnya meraih hadiah Nobel Fisika tahun 1971. Hologram diproduksi tahun 1960 oleh Emmete Leith dan Joris Upatnieks dari Universitas Michigan, AS.

Ke-16 ciri pengaman itu bisa dibaca dengan beberapa cara, yakni secara kasatmata, memakai alat bantu berupa kaca pembesar, memakai filter invisible ink (alat pemancar sinar ultraviolet dipakai pihak bank saat menguji keaslian uang), menggunakan holo reader (alat pembaca hologram), serta cairan kimia yang disebut aktifator.

Secara kasatmata bisa dilihat warna dasar pita cukai, yakni hijau teh. Lalu, di bagian depan ada tulisan BC (Bea dan Cukai). Di latar belakang ada logo Ditjen Bea dan Cukai dan ornamen efek dinamik. Juga terlihat bagian demetalizing (berwarna logam) bertuliskan RI dan BC yang tegas dan jelas.

Bagian ini lebih jelas terlihat dengan kaca pembesar untuk mendapat efek bergantian pada tulisan mini, BCRI dan 2008, jika hologram digerakkan.

Dengan menggunakan filter invisible ink, akan terlihat ciri pengaman lain, yakni teks BCRI yang hanya muncul jika disorot sinar ultraviolet. Dengan bantuan holo reader, petugas mudah mendeteksi ada atau tidaknya unsur pengaman di hologram. Jika unsur pengaman tidak ada, di layar digital muncul kata ”gagal” (hologram itu palsu). Jika ada unsur pengaman, muncul tulisan ”teridentifikasi” (hologram asli).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com