Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FTA ASEAN-China dan Deindustrialisasi

Kompas.com - 21/12/2009, 06:35 WIB

Faisal Basri

KOMPAS.com - Pada tahun 2008 neraca perdagangan Indonesia dengan China mendadak sontak berbalik arah menjadi defisit bagi pihak Indonesia sebesar 3,6 miliar dollar AS. Padahal, setahun sebelumnya Indonesia masih menikmati surplus sebesar 1,1 miliar dollar AS.

Lebih mencengangkan lagi, defisit neraca perdagangan nonmigas Indonesia dengan China meroket dari 1,3 miliar dollar AS pada tahun 2007 menjadi 9,2 miliar dollar AS pada tahun 2008, atau meningkat lebih dari 600 persen. Selama Januari-Oktober 2009, defisit sudah mencapai 3,9 miliar dollar AS.

Pelonjakan defisit perdagangan dengan China pada tahun 2008 disebabkan sebelum tahun 2008 data impor tak memasukkan barang yang berasal dari kawasan berikat. Berarti, sebenarnya, defisit perdagangan dengan China sangat boleh jadi sudah berlangsung sebelum tahun 2008.

Namun, dengan menggunakan basis perhitungan apa pun, bisa dipastikan bahwa neraca perdagangan Indonesia-China sudah menunjukkan kecenderungan memburuk dalam beberapa tahun terakhir.

Barang-barang dari China mengalir deras ke pasar Indonesia. Kini China sudah menjadi sumber utama impor Indonesia, yakni 17,2 persen dari total impor nonmigas. Sebaliknya, China hanya menyerap 8,7 persen dari keseluruhan ekspor nonmigas Indonesia. Berarti, penetrasi barang-barang China ke pasar kita jauh lebih gencar ketimbang sebaliknya.

Sementara itu, struktur barang yang diperdagangkan cenderung tak simetris. Komoditas primer mendominasi ekspor Indonesia ke China, sedangkan ekspor China ke Indonesia didominasi oleh produk-produk manufaktur yang sangat beragam. Tak pelak lagi, ancaman paling besar dihadapi oleh industri manufaktur kita.

Sejauh ini pun, sejumlah produk manufaktur kita sudah tunggang langgang berhadapan dengan barang-barang China. Tampaknya kita lemah di hampir segala lini.

Tak pelak lagi, industri manufaktur kita kian merana. Kuat dugaan bahwa gejala dini deindustrialisasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir diperparah oleh membanjirnya produk manufaktur China.

”Kebodohan” membuat posisi kita bertambah lemah. Kita memberikan amunisi kepada ”lawan” dengan memasok komoditas tambang dan energi serta komoditas primer lainnya; sementara industri kita berteriak kekurangan energi dan bahan baku.

Sulit membayangkan produk-produk kita bisa bersaing head to head dengan produk-produk China kecuali kalau kita memanfaatkan semaksimal mungkin keunggulan sumber daya alam, terutama yang tak dimiliki China. Karena itu, kita tak boleh lagi terus-menerus mengobral bahan mentah kita.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Melonjak Rp 14.000, Simak Rincian Harga Emas Antam Selasa 4 Juni 2024

Melonjak Rp 14.000, Simak Rincian Harga Emas Antam Selasa 4 Juni 2024

Spend Smart
Investor Ritel Tolak Papan Pemantauan Khusus FCA, Ini Respons BEI

Investor Ritel Tolak Papan Pemantauan Khusus FCA, Ini Respons BEI

Whats New
Pemerintah Lanjutkan Bagi-bagi 'Rice Cooker' Gratis, Anggaran Rp 85 Miliar

Pemerintah Lanjutkan Bagi-bagi "Rice Cooker" Gratis, Anggaran Rp 85 Miliar

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 4 Juni 2024 Mayoritas Naik, Tepung Terigu Turun Tipis

Harga Bahan Pokok Selasa 4 Juni 2024 Mayoritas Naik, Tepung Terigu Turun Tipis

Whats New
Pemerintah Sudah Bayarkan Rp 10,89 Triliun untuk Gaji Ke-13 ASN, TNI, dan Polri

Pemerintah Sudah Bayarkan Rp 10,89 Triliun untuk Gaji Ke-13 ASN, TNI, dan Polri

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Tarif Listrik Setelah Juni 2024 Bakal Naik? Ini Kata Kementerian ESDM

Tarif Listrik Setelah Juni 2024 Bakal Naik? Ini Kata Kementerian ESDM

Whats New
Kekhawatiran Ekonomi Bebani Investor, Dow Jones Turun Lebih dari 115,2 Poin

Kekhawatiran Ekonomi Bebani Investor, Dow Jones Turun Lebih dari 115,2 Poin

Whats New
Mengintip Peluang Usaha Nasi Goreng, Berapa Modal dan Keuntungannya?

Mengintip Peluang Usaha Nasi Goreng, Berapa Modal dan Keuntungannya?

Smartpreneur
Anggaran Subsidi Listrik 2025 Diprediksi Rp 88 Triliun, Naik Rp 15 Triliun

Anggaran Subsidi Listrik 2025 Diprediksi Rp 88 Triliun, Naik Rp 15 Triliun

Whats New
Ada 'Jamu Manis', BI Pede Pertumbuhan Kredit Perbankan Capai 12 Persen

Ada "Jamu Manis", BI Pede Pertumbuhan Kredit Perbankan Capai 12 Persen

Whats New
Cara Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan via Lapak Asik

Cara Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan via Lapak Asik

Whats New
Cara Bayar Cicilan KPR BTN via Aplikasi dan ATM

Cara Bayar Cicilan KPR BTN via Aplikasi dan ATM

Spend Smart
Bank Neo Commerce Berhasil Membalik Rugi Jadi Laba pada Kuartal I-2024

Bank Neo Commerce Berhasil Membalik Rugi Jadi Laba pada Kuartal I-2024

Whats New
Tembus Pasar Global, Aprindo Gandeng Anak Usaha Garuda Indonesia

Tembus Pasar Global, Aprindo Gandeng Anak Usaha Garuda Indonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com