Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat Mencurangi Subsidi, 4 Tewas

Kompas.com - 04/06/2010, 19:26 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Inilah akibat mencurangi subsidi pemerintah buat rakyat demi memperkaya pribadi; malapetaka di Jl Slompretan, Surabaya, Rabu (4/6/2010) lalu.

Petaka itu bukan hanya berupa ledakan hebat hingga meruntuhkan dua bangunan berlantai III serta merusak puluhan bangunan di sekitar jalan itu, tetapi juga menewaskan empat orang.

Tetapi, apa yang sesungguhnya terjadi di balik ledakan itu?

Selama ini, warga sekitar hanya tahu, bangunan di jalan tersebut untuk usaha bengkel bubut. Ternyata, usaha bubut baut itu hanya kamuflase.

Diduga kuat, semuanya berawal dari keserakahan juragan CV Bintang Timur, Tjao Joa Julianto. Ia membuka usaha ilegal berupa "elpiji kentut". Ini istilah yang biasa dipakai polisi untuk menyebut  penyedotan isi tabung elpiji ukuran 3 Kg, guna dialihkan ke tabung elpiji ukuran 12 kg.

Tujuan Tjao menjalankan bisnis elpiji kentut ini, tentu untuk mengeruk keuntungan besar. Untuk diketahui, harga elpiji tabung 3 kg disubsidi oleh pemerintah sehingga lebih murah, sedangkan harga elpiji tabung 12 kg tidak bersubsidi.

Jika isi empat tabung elpiji ukuran 3 kg dialihkan semua ke tabung elpiji ukuran 12 kg, maka keuntungan yang diraup sekitar Rp 23.000. Pasalnya, satu tabung elpiji 12 kg seharga sekitar Rp 75.000, sedangkan empat buah tabung elpiji 3 kg seharga total Rp 52.000 (karena masing-masing seharga Rp 13.000).

Diduga, usaha ilegal milik Tjao itu sudah berlangsung selama lima bulan. Terhadap dugaan elpiji kentut itu, penyidik Satpidum Reskrim Polwiltabes Surabaya tengah mendalaminya.

“Memang tersangka mengaku menyuntikkan (memindahkan) isi elpiji dari tabung 3 kg ke tabung 12 kg. Itu yang terus kami dalami,” tutur Kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya, AKBP Anom Wibowo, di tempat kejadian perkara (TKP).

Sesuai keterangan Tjao, terdapat 700 tabung gas elpiji di gedung itu saat terjadi ledakan. Rinciannya, 500 tabung ukuran 3 kg dan 200 tabung ukuran 12 kg. Diduga, saat peristiwa berlangsung pada Rabu pukul 20.00 WIB, puluhan tabung elpiji meledak secara bersamaan sehingga menimbulkan bunyi keras seperti suara bom.

Tak pelak, gedung berlantai III milik Tjoa, yang bersandingan dengan gudang elpijinya, juga ikut runtuh. Begitu pula, kantor Bank Amin dan beberapa toko di depan dan samping pusat ledakan (seperti kantor Primer Koperasi Gartab III Surabaya), seluruh kaca dan atapnya runtuh.

Hampir seluruh toko di Jl Slompretan, genting dan kacanya juga hancur semua. Tidak itu saja, gedung perusahaan ekspedisi di Jl Waspada yang berjarak sekitar 20–100 meter dari TKP, kacanya juga berantakan.

Menurut AKBP Anom Wibowo, pemilik usaha elpiji kentut Tjao Joa Julianto kini sudah ditahan penyidik Polwiltabes. Dia dikenai pasal pelanggaran yang berlapis. Yakni pasal KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain dan diduga melakukan tindakan ilegal pengalihan isi elpiji.

“Tersangka masih satu. Tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain,” jelasnya.

Informasi dari lapangan, pemilik usaha ilegal itu tidak hanya Tjao. Masih ada nama lain yang tinggal di Jakarta.

Kapolres Surabaya Utara AKBP Djoko Hariutomo, mengungkapkan, dari 700 tabung gas itu, ada 200 tabung berukuran 12 kg yang terisi penuh elpiji. Untuk tabung 3 kg, yang terisi penuh sebanyak 300 dan yang kosong sebanyak 200 tabung.

Djoko juga menduga tersangka melakukan usaha ilegal, yakni mengurangi isi elpiji dari tabung ukuran 3 kg untuk dipindahkan ke tabung gas 12 kg. “Kemungkinan usaha milik tersangka dilakukan secara ilegal,” kata AKBP Djoko. (Anas Miftakhudin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com