Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerbong Tua Dipakai, KA Didiskriminasi

Kompas.com - 04/02/2011, 17:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Moda transportasi kereta api mampu mengangkut ribuan orang dalam sekali perjalanan. Moda transportasi inilah yang dinilai paling efektif memobilisasi massa dari satu tempat ke tempat lain.

Namun, nasib kereta api kini mengenaskan karena banyaknya gerbong-gerbong tua yang masih saja dipakai, kecelakaan pun kerap kali terjadi. Bentuk diskriminasi yang dialami PT KAI, sebagai operator kereta api di Indonesia, yakni terkait dengan penggunaan bahan bakar minyak (BBM).

"Walaupun kereta api itu kendaraan umum, tapi dia tidak mendapatkan jatah BBM bersubsidi dan masih memakai BBM Industri," ujar Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, Jumat (4/2/2011), di kantor MTI, Jalan Cikini Raya, Jakarta.

Ia membandingkan antara truk dengan kereta api. "Truk yang mengangkut barang bisa dapat BBM subsidi berkali-kali, padahal dia merusak jalan. Tapi kereta api justru pakai industri," ucap Djoko. Djoko melihat hal tersebut sebagai salah satu bentuk kesadaran dan perhatian yang rendah dari pemerintah akan nasib kelangsungan PT KAI.

Pemerintah, ujar Djoko, masih menganggap PT KAI sebagai perusahaan untuk berbisnis. Padahal, PT KAI seharusnya dikembalikan fungsinya sebagai perusahaan pelayanan jasa transportasi. "Seharusnya pemerintah memikirkan KAI itu untuk service bukan bisnis. Dengan mengutamakan service, maka aspek-aspek keselamatan yang menjadi utama," ujarnya.

Hal lain yang dikeluhkan MTI ungkap Djoko adalah ditundanya dana perbaikan sarana dan prasarana kereta api senilai Rp 17,4 triliun. Apabila PT KAI tidak mendapatkan kucuran dana perbaikan tersebut, pemerintah seharusnya mempertimbangkan menarik investor pada penyediaan peralatan dan prasarana keselamatan.

Pengadaan alat dan prasarana yang dimaksud seperti pembangunan jalur ganda secara menyeluruh, pembangunan jalur lintasan luncuran (sepur badug), dan pemasangan piranti otomatis penghentian kereta api (automatic train stop).  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com