Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potret Pendidikan Sekeruh Air Citarum

Kompas.com - 28/04/2011, 12:20 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Sungai Citarum boleh berpredikat mentereng sebagai sungai pemasok air untuk kebutuhan ibukota Jakarta dan menjadi andalan bagi pertanian sayur-mayur untuk tiga provinsi: Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Tetapi di balik kemilaunya itu, masalahan pendidikan di daerah aliran sungai itu sama keruhnya dengan warna air yang telah tercemar.

Tengok saja di Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung yang menjadi lokasi hulu sungai. Di kecamatan berpenduduk 66.000 jiwa yang kesibukan transaksi sayur-mayur dan pemerahan susu sapi berlangsung hampir 24 jam setiap hari itu, sebanyak 68 persen penduduknya lulusan sekolah dasar. Lulusan SMP sebanyak 10 persen, dan lulusan SMA 18 persen.

Dengan kondisi semacam itu, Kecamatan Kertasari adalah kecamatan paling bontot dalam hal indeks pembangunan manusia dibandingkan 30 kecamatan lainnya di Kabupaten Bandung. Padahal, kecamatan ini punya dua sekolah SMA negeri, dan juga dua SMP negeri, belum lagi beberapa sekolah swasta, yang menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Juhana, jumlahnya lebih banyak dibandingkan sekolah negeri.

Iwan Rachman (21) adalah salah seorang anak muda yang hanya lulus dari sekolah dasar. Saat masih bersekolah, Iwan sudah membantu orang tuanya yang menjadi pedagang sayur. Setelah menamatkan SD, ia bekerja di tempat pencucian wortel milik pamannya. “Sejak SD saya sudah bekerja membantu orang tua. Setelah tidak lagi sekolah, saya meneruskan bekerja, dengan upah seadanya,” ujar Iwan.

Setelah dirasa kurang mencukupi kebutuhan sehari-harinya, Iwan merantau ke Jakarta. Tiga bulan bekerja di pabrik perakitan alat elektronik, ia tidak betah. Ia pun pulang kampung dan kini bersama pamannya mengelola pencucian wortel. “Kerja di kampung lebih enak. Pengeluarannya tidak sebanyak di Jakarta,” katanya enteng.

Pandi (50), adalah petani daun bawang di Desa Sukapura, Kecamatan Kertasari. Ia juga hanya lulus dari sekolah dasar. Putri sulungnya, yang kini sudah punya dua anak, juga tamatan SD. “Dia waktu itu pilih kerja bantu orang tua. Teman-temannya juga banyak yang seperti itu,” kata Pandi.

Namun, belakangan Pandi mengaku menyadari bahwa pendidikan adalah bekal penting bagi kehidupan anak-anaknya. Ketiga anak lainnya pun ia dorong untuk mementingkan sekolah. Alhasil, anak kedua dan ketiganya lulus SMP. Sedangkan anak bungsunya bisa merampungkan SMA, dan kini bekerja di Bandung sebagai penjaga supermarket.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Juhana, mengakui rendahnya tingkat pendidikan di Kecamatan Kertasari turut mempengaruhi tingkat indeks pembangunan manusia. “Permasalahannya adalah, masyarakat Kertasari adalah masyarakat pertanian dengan aktivitas tinggi. Mungkin para orang tua kurang bisa memotivasi anak-anaknya untuk bersekolah sehingga tingkat pendidikan masyarakat sana rendah,” kata Juhana.

Ia menjelaskan, instansinya akan menggenjot program kesetaraan kejar paket A hingga C. Pelaksanaannya, lanjut dia, tidak harus berada di kelas, melainkan bisa langsung di lokasi kebun. “Sebenarnya program ini sudah ada. Hanya pelaksanaannya masih belum maksimal. Kami akan menambah tenaga pengajar,” katanya.

Perahu

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com