Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potret Pendidikan Sekeruh Air Citarum

Kompas.com - 28/04/2011, 12:20 WIB

Di bagian hilir, kondisinya tidak lebih baik. Minimnya sarana trasnportasi menjadi kendala yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Di Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, misalnya, anak sekolah masih memanfaatkan perahu untuk mengantar mereka dari sekolah ke rumah, dan sebaliknya.

Tim ekspedisi tiba di depan SD Pantai Bahagia 2 pada siang yang menyengat menjelang bubaran sekolah. Di depan gerbang sekolah itu, tertambat perahu kayu bermesin di tepi sungai. Kurang dari setengah jam, para siswa yang umumnya anak nelayan itu keluar dari sekolah dan naik ke perahu. Riak gelombang di sungai setelah perahu itu bergerak mengguratkan potret pendidikan yang keruh.

“Perahu itu dibeli tahun 2010 menggantikan perahu sebelumnya yang rusak. Harganya Rp 95 juta,” kata Abdul Muin, Kepala SD Pantai Bahagia 2. Sekolah yang dipimpin Muin berada sekitar enam kilometer dari Muarabendera, salah satu muara Sungai Citarum sebelum bersinggungan dengan Laut jawa di perbatasan Karawang dan Bekasi.

Menurut Muin, keberadaan perahu sangat penting bagi para siswa. Sebab, sekolah itu berada di sebuah delta dengan akses jalan darat amat terbatas. “Sebelum ada perahu, murid berjalan kaki dengan radius tiga hingga enam kilometer. Mereka terpaksa berangkat lebih awal agar bisa masuk tepat waktu. Dengan jam belajar yang dimulai pukul 7.30, siswa harus berangkat dari rumah setidaknya jam 5.30,” ucap Muin.

Kondisi itu mengakibatkan tingkat kehadiran siswa di SD Pantai Bahagia 2 relatif rendah. Dalam sebulan, rata-rata seorang siswa bolos 2-3 hari. Untuk menjaga prestasi siswa tetap baik, gurulah yang bekerja keras. Mereka tetap memberikan materi yang tertunda kepada siswa yang rumahnya kebanjiran. “Untunglah selama ini bisa teratasi. Dari 35 siswa kelas enam tahun lalu, semuanya lulus dan melanjutkan ke SMP atau MTS,” lanjut Muin.

Tak lulus

Namun, kondisi infrastruktur yang buruk tetap menjadi kendala utama bagi proses belajar-mengajar. Jika jalur darat diperbaiki, perjalanan menuju sekolah bisa lebih cepat. Bagi guru dan siswa yang rumahnya tidak dilintasi jalur perahu, mereka tetap bisa ke sekolah dengan jalur darat.

Jalur darat yang ada saat ini berupa jalan tak beraspal, berbatu dan penuh lubang. Saat hujan turun, jalur itu selalu tergenang dan becek. Tidak ada angkutan umum yang melintasi jalur tersebut. Sekolah telah meminta pemerintah setempat menyediakan perahu untuk guru, tetapi belum disetujui.

Perahu bagi siswa sekarang ini juga hasil sumbangan dari komite sekolah. Kondisi jalan rusak juga menjadi hambatan bagi Monika (15). Siswa yang semestinya kini telah lulus SMP itu urung menamatkan sekolahnya lantaran gagal berangkat ke ujian akhir. Dari rumahnya di Desa Muarajaya, Kecamatan Muaragembong, sekolahnya berjarak sekitar 15 km. Rumah Monika berbatasan langsung dengan laut lepas, atau berada di ujung muara Citarum. Jalan beton di kampungnya rusak berat sehingga tukang ojek emoh masuk ke sana. Untuk menuju terminal terdekat, ia harus berjalan kaki sejauh 2 km.

“Untuk mengangkut anak sekolah, sering kali ojek keberatan karena harganya yang lebih murah. Anak sekolah dihargai Rp 10.000, sedangkan orang umum Rp 20.000,” kata Sukandi (40), ayah Monika yang sehari-harinya mencari rajungan di laut lepas.

Karena biaya transportasi yang mahal itulah, ketujuh anak Sukandi tidak ada yang lulus SMP. Dari lima anaknya yang sudah bersekolah, semua tamatan SD. Penghasilan sehari-hari Sukandi sebagai nelayan tak cukup memenuhi biaya hidup dan transportasi yang tinggi. Dalam sehari, ia sudah bersyukur bisa meraih 1 kg rajungan yang dijual Rp 23.000. Namun, dalam kondisi laut tercemar dan cuaca ekstrem, sering kali ia harus puas dengan 4 ons rajungan. Jika sudah begitu, demi urusan perut, pendidikan harus dikalahkan... (Rini Kustiasih dan Herlambang Jaluardi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com