Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluang Investasi di Tengah Kenaikan Harga BBM

Kompas.com - 07/03/2012, 10:18 WIB

Fadlul Imansyah

KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertengahan bulan lalu mengisyaratkan tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang rencananya akan dilaksanakan per tanggal 1 April 2012. Adapun besaran rencana kenaikan BBM tersebut mulai dari Rp 500  sampai dengan Rp 1.500 per liter atau sekitar 10 persen hingga 30 persenan per liternya.

Kenaikan harga BBM ini rencananya akan dilakukan bersamaan dengan kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Secara umum, kenaikan kedua faktor produksi tersebut tidak dapat dihindarkan sejalan dengan kemungkinan kenaikan harga minyak dunia akibat kondisi geopolitik di Iran. Selain itu, kebutuhan minyak yang tinggi pada musim dingin di daerah belahan bumi utara menyebabkan tertekannya anggaran belanja negara atas kenaikan jumlah nilai subsidi BBM yang harus dibayarkan.

Pada prinsipnya, kenaikan kedua barang input tersebut tidak dapat dihindarkan lagi oleh pemerintah. Yang harus diantisipasi adalah dampak kenaikannya terhadap perekonomian secara keseluruhan, khususnya pada kenaikan tingkat inflasi. Sebenarnya, kenaikan tingkat inflasi akibat kenaikan kedua hal tersebut di atas merupakan konsekuensi logis yang harus diterima oleh pemerintah. Dan nampaknya, pemerintah menyadari hal itu sepenuhnya. Namun justru kekhawatiran timbul dari kebijakan Bank Indonesia yang telah menurunkan tingkat suku bunga acuannya menuju titik terendah (5,75 persen) sejak BI rate dijadikan sebagai suku bunga acuan. Walaupun latar belakang penurunan ini adalah untuk memberikan stimulus guna mendorong pertumbuhan pembiayaan di sektor riil, namun dalam perjalanannya hal ini dapat bersifat kontra produktif pada saat pemerintah di lain sisi harus menaikkan harga BBM dan TDL.

Peluang investasi

Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi tidak akan dapat dihindari, meskipun dalam jangka panjang pasti akan terjadi normalisasi kembali sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh permintaan konsumsi domestik Indonesia. Yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah kenaikan tingkat inflasi ini berdampak negatif pada instrumen-instrumen investasi di pasar modal?

Dalam jangka pendek, jawabannya adalah benar. Sentimen negatif sudah dapat dipastikan akan memengaruhi pergerakan harga aset-aset keuangan baik yang berbentuk saham maupun obligasi. Secara teori, kenaikan tingkat inflasi akan berdampak pada penurunan tingkat pendapatan secara riil baik dari sisi perusahaan sebagai emiten maupun dari sisi investor sebagai pembeli saham atau obligasi perusahaan tersebut.

Namun apabila pemerintah telah melakukan antisipasi dengan memberikan kompensasi atas pencabutan subsidi BBM tersebut dalam bentuk lain ke masyarakat, justru kenaikan BBM tersebut akan berdampak positif dalam jangka panjang melalui pertumbuhan ekonomi yang akan memberikan efek normalisasi pada sisi tingkat inflasi. Karena ketimbang memberikan subsidi pada para pemilik kendaraan bermotor, terutama pemilik kendaraan roda empat yang notabene memiliki daya beli yang lebih tinggi, maka akan lebih bermanfaat bagi perekonomian secara umum apabila subsidi BBM dan tarif dasar listrik tersebut pada pembangunan infrastruktur yang pada hakikatnya akan memberikan manfaat kepada masyarakat yang lebih luas.

Oleh karena itu, koreksi yang terjadi pada pasar saham dan obligasi hendaknya tidak dilihat sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan bagi para investor dan pemegang modal. Penurunan harga-harga tersebut harus dilihat sebagai peluang investasi guna untuk menurunkan biaya rata-rata perolehan (average cost) pada portofolio yang dimiliki oleh para investor. Apalagi banyak dari para analis yang telah menghitung bahwa pasar saham dan obligasi Indonesia saat ini terbilang sudah tidak murah lagi. Walaupun beberapa analis lainnya mengatakan bahwa valuasi pasar saham Indonesia dan tingkat imbal hasil obligasinya saat ini sudah berada pada posisi nilai wajarnya, sehingga secara relatif posisi valuasinya sama dengan pasar saham dan obligasi di tingkat regional maupun internasional.

Saran bagi investor

Jadi saran bagi para investor adalah gunakan penurunan harga ini sebagai peluang untuk membeli beberapa saham atau obligasi yang dinilai masih memiliki prospek investasi menarik dalam jangka menengah dan panjang, termasuk ke dalam Reksa Dana Saham dan Reksa Dana Campuran yang saat ini memiliki dana kas/tunai yang relatif cukup besar. Artinya dengan dana kas/tunai tersebut, Reksa Dana tersebut memiliki kemampuan untuk menurunkan rata-rata harga pembeliannya akibat dari koreksi pasar tersebut. Pada gilirannya hal ini akan memberikan manfaat kepada para investornya guna mendapatkan tingkat pengembalian yang optimal.

Kekuatan konsumsi domestik dan besaran nilai ekspor yang relatif rendah kontribusinya terhadap pertumbuhan GDP Indonesia secara keseluruhan dapat dilihat sebagai dasar penopang kekuatan ekonomi Indonesia dari guncangan-guncangan permasalahan perekonomian yang terjadi baik di kawasan Eropa maupun Amerika Serikat.

Kenaikan rating Indonesia yang masuk ke dalam kategori Investment Grade (BBB-) serta deregulasi di bidang penanaman modal dan pembebasan lahan untuk pelayanan infrastruktur publik diharapkan akan dapat menjadi bahan dasar pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kurun beberapa waktu mendatang.

Valuasi harga yang secara relatif sudah berada pada harga wajarnya menunjukkan bahwa pasar keuangan Indonesia sudah berada pada posisi yang sama secara relatif dengan negara-negara lain baik yang ada di kawasan ASEAN maupun Asia bahkan global secara keseluruhan. Oleh karena itu, koreksi bukan lagi dilihat sebagai ancaman lagi, namun justru peluang, apalagi bagi para investor yang saat ini masih memiliki dana dalam bentuk kas dalam nilai yang relatif cukup untuk diinvestasikan kembali baik ke dalam pasar saham maupun obligasi atau setidaknya dalam bentuk Reksa Dana – Reksa Dana yang saat ini memiliki posisi kas cukup banyak untuk membeli kembali beberapa saham yang masih memiliki potensi yang tinggi dalam jangka panjang. (Fadlul Imansyah, Head of Investment PT CIMB-Principal Asset Management)

*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mencerminkan pendapat/pandangan PT CIMB-Principal Asset Management.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com