Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cicip: Pengamanan Laut Terkendala Dana

Kompas.com - 04/06/2012, 18:19 WIB
Hindra Liu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perikanan dan Kelautan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, pengamanan perairan di Indonesia yang dilaksanakan oleh kementeriannya terkendala dana. Kapal yang dimiliki Kementerian Perikanan dan Kelautan hanya dapat melaut selama 172 hari saja dalam setahun. "Kapal kita ini juga usianya sudah 10 tahunan. Kecil-kecil pula. Jadi memang sangat minim. Kalau ada apa-apa, kita mesti kaitkan dengan Angkatan Laut dan Kepolisian," kata Cicip kepada para wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/6/2012).

Seperti diwartakan, pencurian ikan yang melibatkan nelayan asing terus terjadi di wilayah perairan Indonesia. Selain karena lemahnya pengawasan instansi terkait, hal itu tak lepas dari kian agresifnya nelayan asing menjelajahi perairan Indonesia dengan dukungan kapal dan alat tangkap memadai.

Bahkan, belakangan, pencurian ikan melebar ke tindak penyelundupan. Modusnya, hasil tangkapan nelayan asing tersebut diselundupkan kembali ke wilayah RI, seperti yang marak terjadi di Kalimantan Barat. Keterangan yang dihimpun dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta para pemangku kepentingan, Sabtu (2/6/2012) - Minggu (3/6/2012), menunjukkan, kerugian akibat penjarahan oleh nelayan asing mencapai Rp 30 triliun per tahun.

Dalam waktu dekat, kata Cicip, TNI Angkatan Laut akan menerima tanggung jawab penuh untuk mengamankan perairan Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya bertanggung jawab dalam aspek ekonomi kelautan. Sementara itu, pengamanan dikoordinasikan melalui Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla).

"Soal keamanan diserahkan kepada angkatan lainnya. Kita soal ekonominya. Semuanya yang menyangkut ekonomi adalah tanggung jawab kita," kata Cicip.

Sebelumnya, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Medan, Zulfahri Siagian menilai, nelayan asing tidak jera antara lain karena kapal hasil sitaan dijual murah. Kapal sitaan berukuran 60-70 gros ton (GT) hanya dilelang seharga maksimal Rp 70 juta. Padahal, harga normalnya mencapai Rp 700 juta per kapal.

Zulfahri menambahkan, kerugian Indonesia semakin besar lantaran ada pihak-pihak tertentu yang diduga bekerja untuk nelayan asing. Dia mencontohkan, kapal-kapal yang disita dan dilelang tidak kelihatan lagi di Indonesia. Sebab, lanjut Zulfahri, oknum yang ikut dalam lelang kapal tersebut diduga mengirim kembali kapal itu ke negara asal setelah membelinya dengan harga murah. Padahal, kapal-kapal tersebut mestinya digunakan untuk nelayan Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com