Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jepang Ancam Seret Indonesia ke WTO

Kompas.com - 12/06/2012, 15:42 WIB

TOKYO, KOMPAS.com — Pemerintah Jepang mengancam menyeret Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait dengan kebijakan larangan ekspor bijih mineral, termasuk nikel. Sikap ini dilakukan karena Jepang merupakan negara kedua terbesar pengguna nikel di dunia.

"Langkah-langkah sepihak di Indonesia itu tidak sesuai dengan aturan WTO," kata Takayuki Ueda, Direktur Umum Industri Manufaktur Departemen Perdagangan Jepang, Senin (11/6/2012). Rencananya Indonesia akan melarang ekspor mineral tambang mentah pada tahun 2014.

Menurut Ueda, Pemerintah Jepang akan berusaha menempuh jalan negosiasi sebelum memutuskan untuk menyeret Indonesia ke markas besar WTO di Geneva, Swiss. Selain melarang ekspor bijih mineral tambang, Indonesia juga menerapkan bea keluar (BK) ekspor sebesar 20 persen.

Ueda menegaskan, adanya beleid tersebut, industri manufaktur di Jepang khawatir kinerja industri mereka akan melorot. Sebab, biaya produksi perusahaan mereka akan membengkak.

Kekhawatiran industri manufaktur di Jepang cukup beralasan karena Indonesia merupakan sumber bahan baku biji mineral utama bagi Jepang. "Tidak ada negara lain yang menggantikan Indonesia," kata Toshio Nakamura, Manajer Umum Bahan Baku Logam di Mitsui & Co yang merupakan pedagang nikel terbesar di Jepang.

Dampak lain dari beleid yang diterbitkan pemerintah Indonesia itu adalah, adanya potensi kenaikan harga nikel sebesar 17 persen menjadi 20.000 dollar AS per metrik ton pada kuartal keempat nanti.

Sukristiyawan, manajer senior pemasaran PT Aneka Tambang, produsen terbesar nikel di Indonesia bilang, ekspor nikel dari Indonesia diperkirakan turun 20 persen pada semester II tahun ini.

Usaha negosiasi

Agar aturan tersebut tidak merugikan industri manufaktur di Jepang, pemerintahan negeri Sakura itu berusaha melakukan negosiasi dengan pemerintah Indonesia. Rencananya, pemerintah Jepang akan bersua dengan Rizal Affandi Lukman, Deputi Menko Perekonomian Bidang Perdagangan Internasional dan Kerjasama Ekonomi.

Ueda bilang, mereka sudah sepakat untuk melakukan pembicaraan terkait beleid larangan ekspor bijih tambang tersebut. Selain itu, Ueda mengaku siap memberikan dukungan kepada Indonesia, terkait dengan pembinaan industri di Indonesia dengan meningkatkan nilai tambah pada biji besi yang belum diolah.

"Melawan Indonesia tidak obyektif bagi Jepang. Jepang memiliki hubungan jangka panjang dengan Indonesia dan hubungan bisnis juga dekat," kata Ueda. "Kami ingin mencari solusi melalui dialog,"

Jepang mengimpor 3,65 juta ton bijih nikel pada tahun 2011, menurut data kementerian keuangan. Indonesia memasok 1,95 juta ton, atau 53 persen, diikuti oleh Kaledonia Baru dengan 27 persen dan Filipina dengan 19 persen, data menunjukkan.

Jepang smelter termasuk Pacific Metals Co dan Sumitomo Metal Mining Co impor Bijih nikel untuk memproduksi feronikel dan halus. (Asnil Bambani Amri/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sri Mulyani-Tim Prabowo Suntik Kepercayaan Pasar, Rupiah Tak Lagi Terkapar

    Sri Mulyani-Tim Prabowo Suntik Kepercayaan Pasar, Rupiah Tak Lagi Terkapar

    Whats New
    Kembangakan Energi Hijau, TAPG dan Aisin Takaoka Bentuk Joint Venture Company

    Kembangakan Energi Hijau, TAPG dan Aisin Takaoka Bentuk Joint Venture Company

    Whats New
    Saham Airbus Sempat Menukik Hampir 12 Persen, Apa Sebabnya?

    Saham Airbus Sempat Menukik Hampir 12 Persen, Apa Sebabnya?

    Whats New
    Minat Masyarakat Belanja di Toko dengan 'Paylater' Tumbuh Pesat

    Minat Masyarakat Belanja di Toko dengan "Paylater" Tumbuh Pesat

    Whats New
    'Fintech Lending' Easycash Tunjuk Nucky Poedjiardjo Jadi Dirut

    "Fintech Lending" Easycash Tunjuk Nucky Poedjiardjo Jadi Dirut

    Whats New
    Fenomena 'Makan Tabungan' Terjadi di Kelas Menengah Bawah, Ini Penyebabnya

    Fenomena "Makan Tabungan" Terjadi di Kelas Menengah Bawah, Ini Penyebabnya

    Whats New
    Kemenperin: Hilirisasi Rumput Laut Punya Potensi Pasar Rp 193 Triliun

    Kemenperin: Hilirisasi Rumput Laut Punya Potensi Pasar Rp 193 Triliun

    Whats New
    Hadapi Kredit Macet, OJK Minta Penyelenggara 'Paylater' Perkuat Mitigasi Risiko

    Hadapi Kredit Macet, OJK Minta Penyelenggara "Paylater" Perkuat Mitigasi Risiko

    Whats New
    PT Pamapersada Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1 Berpengalaman, Simak Persyaratannya

    PT Pamapersada Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1 Berpengalaman, Simak Persyaratannya

    Work Smart
    Beban Besar Prabowo-Gibran Menanggung Utang Pemerintahan Sebelumnya

    Beban Besar Prabowo-Gibran Menanggung Utang Pemerintahan Sebelumnya

    Whats New
    Jurus Sri Mulyani Tolak Tawaran Investasi Berkedok Penipuan

    Jurus Sri Mulyani Tolak Tawaran Investasi Berkedok Penipuan

    Whats New
    Hasil Riset: Pengguna 'Pay Later' Didominasi Laki-laki

    Hasil Riset: Pengguna "Pay Later" Didominasi Laki-laki

    Whats New
    Anak Buah Sri Mulyani Minta Pemerintahan Prabowo-Gibran Hemat Belanja

    Anak Buah Sri Mulyani Minta Pemerintahan Prabowo-Gibran Hemat Belanja

    Whats New
    Kredivo Bidik Penyaluran Pembiayaan Produktif Tembus 10 Persen

    Kredivo Bidik Penyaluran Pembiayaan Produktif Tembus 10 Persen

    Whats New
    Grant Thornton: Perusahaan Multinasional Perlu Taat Aturan 'Transfer Pricing'

    Grant Thornton: Perusahaan Multinasional Perlu Taat Aturan "Transfer Pricing"

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com