Jakarta, Kompas
Demikian rangkuman kegelisahan dari para perajin tahu dan tempe yang ditemui di beberapa sentra produksi di Indonesia, Selasa (24/7).
Terhitung mulai Rabu ini hingga Jumat (27/7), perajin tahu dan tempe mogok produksi. Akibatnya, produk tersebut akan hilang dari pasaran. Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi serupa yang dilakukan perajin saat mogok beroperasi pada pertengahan Mei lalu. Aksi ini menyusul kenaikan harga kedelai yang terus naik dari harga sekitar 5.500 per kilogram (kg) menjadi Rp 6.500 per kg dan akhirnya melonjak menjadi Rp 8.000 per kg.
”Aksi mogok berproduksi ini bertujuan agar pemerintah bisa melihat penderitaan perajin tahu dan tempe menyusul kenaikan harga komoditas kedelai,” kata Ketua Umum Himpunan Perajin Tempe Tahu Indonesia Kota Tangerang Asep Hidayat, di Tangerang, Selasa.
Aksi mogok ini, kata Asep, juga dimaksudkan agar konsumen memahami kenapa perajin harus menaikkan harga produk.
Selain itu, ujar Warti (51), perajin tempe di Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, mereka juga mogok karena sudah tidak kuat lagi menanggung beban berat akibat kenaikan harga kedelai.
Kenaikan harga kedelai ini sangat memberatkan perajin. Dengan kondisi harga kedelai seperti sekarang ini, keuntungan yang mereka peroleh dipakai untuk menutup pembelian kedelai. ”Jika harga kedelai tidak juga bisa ditekan, mau tidak mau harga tempe harus naik dari Rp 2.500 menjadi Rp 3.000 per potong,” kata Warti.
Kondisi serupa dialami perajin tahu di Kota dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Untuk mempertahankan aktivitas usaha, mereka mengurangi volume produksi. Kamdani, perajin yang juga Ketua Paguyuban Perajin Tahu Sumber Rejeki di Desa Tanjungsari, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, mengatakan, ia terpaksa mengurangi volume produksi.
Para perajin tidak sanggup