Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Bea Keluar Takkan Dikaji Ulang

Kompas.com - 10/08/2012, 13:03 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan,  kebijakan bea keluar atas sejumlah barang mineral tidak akan dikaji ulang. Menurut dia, kebijakan itu memang harus dijalankan demi mendorong hilirisasi.

"Tidak-tidak, kalau yang terkait BK (bea keluar) itu memang harus dilakukan. Dan itu tujuannya adalah untuk menjaga lingkungan dan mendorong hilirisasi," sebut Agus ketika ditanyai kemungkinan Pemerintah mengkaji ulang aturan bea keluar demi meningkatkan ekspor barang mineral, di Kantor Bank Indonesia, Jumat (10/8/2012).

Beberapa waktu lalu, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No 75/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar. Beleid ini menyatakan seluruh eksportir 65 jenis mineral, baik logam, bukan logam, maupun bebatuan wajib menyetor bea keluar ekspor 20 persen ke kas negara mulai 16 Mei 2012.

Pengusaha pun masih boleh mengekspor 65 jenis mineral asal mereka mengantongi sertifikat clean and clear dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Terhadap proses clean and clear, Agus pun berpandangan itu harus dilakukan Pemerintah terhadap eksportir karena memang banyak eksportir yang belum punya perencanaan yang benar. "Dan ada juga yang memang belum memenuhi persyaratan-persyaratan untuk clean and clear," tambah dia.

Ia menegaskan, kebijakan bea keluar semata untuk menertibkan eksportir barang mineral. "Jadi kita harapkan dengan upaya terus memperbaiki kelancaran ekspor, ekspor bisa terus ditingkatkan lagi dan untuk impor kita juga yakini bisa lebih terkendali," tandas Agus.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada akhir Juni 2012 mengalami defisit sebesar 1,32 miliar dollar AS. Kepala BPS Suryamin menjelaskan, neraca perdagangan impor mencapai 16,69 miliar dollar AS. Namun ekspor hanya mencapai 15,36 miliar dollar AS. "Bulan Juni 2012 terjadi defisit 1,32 miliar dollar AS," kata Suryamin di kantor BPS Jakarta, Rabu (1/8/2012).

Menurut Suryamin, penyebab neraca perdagangan yang defisit ini disebabkan oleh neraca perdagangan minyak dan gas yang minus 1,377 miliar dollar AS akibat neraca perdagangan hasil minyak yang mencapai minus 11,88 miliar dollar AS. "Padahal neraca gas kita masih surplus 9,657 miliar dollar AS. Itu banyak dikontribusikan dari industri dan pertanian," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com