Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemarau, Petambak Gigit Jari Gagal Panen

Kompas.com - 30/08/2012, 19:21 WIB
Galih Prasetyo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perubahan cuaca yang tak menentu sering kali tak bersahabat bagi manusia. Ini bisa dirasakan pada musim kemarau kali ini di mana petambak udang dan bandeng di wilayah Jalan Marunda Baru, Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, mengalami gagal panen.

Kepala Bagian Pengola Tambak Marunda Baru, Munin (51), menyatakan bahwa para petambak mengalami gagal panen total karena kekeringan yang terjadi di kolam tambak sangat parah. Area tambak seluas 86 hektar milik TNI Angkatan Laut itu hampir bisa dipastikan mengalami kekeringan seluas 60 hektar.

"Jelas gagal panen. Kondisi panas kita lebih memaklumi. Kalau musim panas kita mesti dikurangi bibit penanaman tambak karena tergantung pasang air dari laut. Kita menunggu air pasang dari laut. Kita enggak bisa menentukan karena itu kan kondisi alam," kata Munin kepada Kompas.com, Kamis (30/8/2012).

Sekarang seolah tak ada setetes air pun di kolam tambak tersebut. Menurut Munin, kondisi kemarau semakin parah. Dulu pasang laut lebih cenderung stabil. Ketika musim normal, setiap tambak idealnya dipenuhi air sekitar 1 meter. Saat musim hujan, ketinggian air dikurangi hingga hanya 80 sentimeter. Pada musim kemarau, apabila air kolam tambak hanya setinggi 50 cm, maka dipastikan akan kering dalam waktu tiga bulan.

Setiap tambak maksimal berukuran maksimal 1 hektar. Paling kecil 400 meter persegi yang sanggup menampung sebanyak 500 bibit. Hasil panen tergantung kesuburan udang. Selambatnya panen terjadi 4 bulan sekali. Menurut Munin, apabila petambak menebar 10.000 bibit udang, maka dapat memeroeh panen sebanyak 2 kuintal (200 kg) dengan asumsi apabila 1 kg berisi 30 ekor udang. Harganya dipatok Rp 60.000 per kg apabila dibawa ke penampungan di daerah Sungai Tiram.

Munin memiliki dua kolam tambak. Biasanya dia menanam bibit sebanyak 10.000 untuk udang dan 2.000 bibit bandeng. Dengan harga bibit udang Rp 40 per ekor, modal yang dibutuhkannya sebanyak Rp 400.000 untuk membeli bibit udang. Adapun bibit bandeng seharga Rp 200 per ekor, sehingga 2.000 bibit memerlukan modal yang sama, yakni Rp 400.000.

Munin mengaku, tambak garapan di wilayah tersebut adalah tambak alami. Para petambak hanya menyediakan lumut di kolam sebagai pakan udang atau bandeng, sesekali diberikan juga pakan tambahan.

Ada juga petambak yang menggunakan pakan pur untuk bandeng yang tentunya menambah biaya operasional. Harga pur Rp 150.000 per karung 30 kg. Bila budidaya ikan memerlukan 100 karung pakan, kemungkinan akan menelan biaya Rp 15 Juta. Namun, banyak yang percaya bahwa ikan dari tambak alami memiliki daging yang lebih enak.

Munin mengatakan, kegagalan panen sering terjadi pada budidaya udang. Oleh karena itu, pada setiap kolam, bibit udang dan bandeng dicampur. Panen udang biasanya dilakukan setiap 4 bulan, sementara bandeng setiap 6 bulan.

"Kalau panen bandeng mulus, bisa memanen sebanyak 3 kuintal, kalau dijual harganya bisa Rp 15.000 per kg, berarti bisa dapat Rp 4,5 juta. Udang paling kecil bisa panen 60 kg, bisa mendapatkan Rp 5 Juta bila dijual," ujar Munin yang tinggal di Jalan Sungai Tiram, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.

Akibat kemarau, kini 54 penambak di lokasi itu berhenti bekerja. Para petambak belum bisa menanam bibit sehingga penghasilan mereka pun macet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com