Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kereta Rawan Gangguan di 175 Lokasi

Kompas.com - 26/11/2012, 05:47 WIB

Jakarta, Kompas - Ada 175 lokasi pelintasan rel di Daop I PT KAI yang rawan gangguan. Pengenalan akan tanda-tanda yang berpotensi menyebabkan gangguan perlu dimiliki oleh petugas lapangan demi mencegah kerusakan yang lebih fatal lagi dan berimbas terhadap perjalanan kereta.

Daerah Operasi I PT Kereta Api Indonesia meliputi jalur kereta di Jabodetabek hingga Sukabumi, Rangkas Bitung dan Merak, serta Cikampek.

Adapun ancaman terbesar di pelintasan kereta berupa longsor, yang tersebar di 81 lokasi. Terakhir, longsor terjadi di antara Stasiun Bojong Gede dan Cilebut yang menyebabkan pelintasan itu tidak bisa dilalui KRL hingga Minggu (25/11).

Selain longsor, gangguan lain berupa pencurian, permukiman liar, pelemparan batu, banjir, rawan ambles dan tanah labil, pemuaian rel yang tidak terkontrol, pohon tumbang, serta batu yang jatuh dari lereng.

Peneliti senior geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Edi Prasetyo Utomo, mengatakan, tanda-tanda longsor seharusnya bisa dideteksi dini karena dimulai muncul retakan tanah. ”Retakan itu gejala awal sebelum longsor terjadi. Mestinya bisa diantisipasi saat mulai ada retakan,” kata Edi, kemarin.

Hanya, tidak semua orang paham bahwa retakan yang makin membesar berpotensi menimbulkan longsoran. Bila orang yang melihat retakan tidak paham, ada kemungkinan dia tidak akan melakukan tindakan untuk merespons retakan itu.

Prinsipnya, menurut Edi, longsor berhubungan erat dengan banyaknya volume air di muka tanah di daerah itu. Seharusnya, air diberi penyaluran bawah tanah agar tidak meninggi dan melewati batas aman.

”Kalau daerah sudah diketahui rawan longsor, usaha yang dilakukan adalah membuat saluran air agar air mengalir lewat saluran ini, bukan naik ke atas dan menimbulkan longsor,” katanya.

Kepala Subdirektorat Jalan Rel dan Jembatan PT KAI Muhammad Nurul Fadila mengatakan, longsor yang terjadi di Cilebut disebabkan limpasan air dari sungai yang mengenai jalur rel. ”Kalau hanya hujan, kami kira tidak sampai membuat longsor yang begitu luas,” ucapnya.

Untuk mencegah kerusakan semakin besar, kata Fadila, pihaknya bekerja sama dengan instansi lain seperti LIPI, akan meneliti karakteristik tanah sebelum membangun ulang fondasi untuk rel yang ambles. Untuk satu rel yang masih bisa dilewati, Fadila mengatakan pihaknya memastikan bahwa fondasi rel masih kuat.

Alat tidak andal

Kepala PT KAI Daop I Bambang Eko Martono mengatakan, selain faktor alam dan eksternal, ada pula peran ketidakandalan peralatan yang membuat gangguan lebih mudah terjadi. ”Gangguan akibat petir, misalnya, lebih mudah terjadi karena sistem penangkal yang belum sempurna serta persinyalan yang sudah tua usianya,” tutur Bambang.

PT KAI tengah menunggu hasil studi dari Institut Teknologi Bandung tentang sistem proteksi petir, terutama di lintas Bogor yang memiliki frekuensi dan kekuatan sambaran petir tinggi.

Ditargetkan, pada awal April akan ada sistem proteksi baru yang bisa lebih tahan akan sambaran petir. Sistem proteksi baru ini akan diterapkan di Stasiun Bogor, diikuti sejumlah stasiun lain di lintas KRL.

Manajer Senior Persinyalan dan Telekomunikasi PT KAI Daop I Roni Komar mengatakan, pencurian di sepanjang pelintasan kereta juga berkontribusi atas gangguan perjalanan kereta. Salah satu yang kerap dicuri adalah bahan tembaga yang ada pada kabel penghantar listrik. Sebagai antisipasi, sejumlah tembaga diganti dengan aluminium atau baja. Padahal, bahan pengganti ini memiliki kekuatan yang tidak sepadan dengan tembaga.

Bila terjadi penambahan frekuensi perjalanan kereta, kualitas kabel yang bukan tembaga akan menjadi salah satu persoalan. (ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com