Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR: Penyimpangan Dana Haji Tertutup Rapi

Kompas.com - 03/01/2013, 12:18 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil menilai, temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait penyimpangan dana haji merupakan buntut dari persoalan klasik pelaksanaan haji selama ini. Nasir pun menduga kuat penyimpangan dana haji ini ditutupi-tutupi secara rapi sejak dulu.

"Selama ini, dugaan-dugaan penyimpangan terkait pengelolaan haji ini disinyalir ditutup dengan rapi. Makanya ini tantangan bagi KPK untuk membongkarnya," ujar Nasir, Kamis (3/1/2013), saat dihubungi wartawan.

Menurutnya, temuan PPATK ada kemiripan dengan laporan tim pengawasan haji Komisi VIII. Laporan PPATK ini juga sekaligus membantah keterangan Menteri Agama Suryadharma Ali yang menyatakan pelaksanaan haji tahun 2012 lebih baik.

"Pemilihan pemondokan yang relatif jauh, makanan yang kurang baik, dan transportasi lokal selama pelaksanaan ibadah haji adalah sejumlah masalah klasik dan selalu alasan yang diberikan juga sangat klise," kata Nasir.

Oleh karena itu, ia mengatakan, Komisi VIII mendukung temuan PPATK tersebut dan meminta agar aparat penegak hukum, baik kepolisian, Kejaksaan dan KPK untuk menindaklanjuti dugaan penyimpangan tersebut.

"Sudah sejak lama tercium bahwa pengelolaan dana haji tidak transparan dan cenderung menjadi peluang terjadinya KKN," ujarnya.

Menurutnya, dengan dana haji yang mencapai Rp 80 triliun, pemerintah Indonesia perlu membangun pemondokan yang permanen di Mekkah dan Madinah mengingat jumlah jamaah haji Indonesia terbesar. Di luar jamaah haji, pemondokan itu bisa dikomersilkan.

"Sudah puluhan tahun kita mengurus haji, masak pemondokan yang permanen dan berkuakitas tidak bisa dibangun. Malu kita sama malaysia yang punya pemondokan sendiri di Makkah dan Madinah," kata Nasir.

Temuan PPATK itu, lanjut Nasir, tak terlepas dari sistem perencanaan penganggaran haji yang masih sangat buruk. Ia berharap, tahun 2013 ini, dengan Dirjen Haji dan Umrah di bawah kendali Anggito Abimanyu, bisa memperbaiki sistem yang ada. Namun, pekerjaan ini dirasa berat jika Anggito tidak mengubah petugas di bawahnya.

"Jika jajaran dibawah Pak Dirjen tidak direformasi, maka akan selalu sama hasilnya," kata Nasir.

Penyimpangan dana haji

PPATK mengindikasikan adanya penyimpangan dalam perjalanan haji di bawah wewenang Kementerian Agama. "Kami mencium keras ada penyimpangan dalam perjalanan ibadah haji. Saat ini kami sedang mengaudit biayanya karena melihat ada pengeluaran yang tidak transparan di sana," kata Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam Refleksi Akhir Tahun 2012 PPATK di Jakarta, Rabu (2/1/2012).

Yusuf melihat, sepanjang 2004-2012 ada dana biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sebesar Rp 80 triliun dengan bunga sekitar Rp 2,3 triliun. "Jadi seharusnya jemaah tidak perlu mengalami kesusahan saat berjalan dari Mekkah ke Madinah bila ada dana sebanyak itu," tutur Yusuf.

Indikasi lainnya adalah dana Rp 80 triliun itu ditempatkan di suatu bank tanpa ada standardisasi penempatan yang jelas. "Kenapa dana itu ditempatkan di bank X bukan bank Y, padahal bila ada selisih bunga 1 persen saja maka jumlahnya akan banyak sekali. Jadi, harus ada standardisasi penempatan uang tersebut," ungkap Yusuf. Hal lain terkait dengan pembelian valuta asing untuk katering maupun akomodasi yang dinilai oleh PPATK belum jelas.

"Kami sudah menyerahkan hasil pemeriksaannya kepada KPK sehingga bukan hanya analisis, melainkan memang harus sudah didalami, misalnya terkait dengan operasional kantor yang seharusnya masuk dalam pos APBN tapi dimasukkan ke dalam BPIH. Selanjutnya mengenai oknum yang disuruh membeli valas dalam jumlah besar, apakah tempat pembelian valasnya telah disurvei terlebih dahulu," tambah Yusuf.

Menurut Yusuf, bila bunganya mencapai Rp 2,3 triliun, itu semua adalah uang jemaah haji yang perlu didalami. Selain itu, dalam pelaksanaan juga ada uang yang seharusnya digunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji, tetapi digunakan untuk merenovasi kantor dan membeli kendaraan operasional.

"Kenapa bukan uang dari kementerian? Hal seperti ini yang perlu didalami," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com