Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produsen Tempe-Tahu Desak Presiden

Kompas.com - 14/03/2013, 03:18 WIB

Jakarta, Kompas - Produsen tahu-tempe mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera meneken Peraturan Presiden tentang Tata Niaga Kedelai. Fluktuasi harga kedelai yang cukup tajam telah menyebabkan produsen terjerat utang ke importir dan kesulitan merencanakan produksi.

Hal itu disampaikan jajaran pengurus Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakopti), saat berkunjung ke Kompas, Rabu (13/3). ”Kami sudah capek dengan janji-janji. Terakhir Menteri Perdagangan menjanjikan bahwa HPP (harga patokan petani) kedelai bakal keluar akhir Februari. Nyatanya sampai sekarang belum keluar juga. Janji HPP sudah sejak tahun lalu, tapi sampai sekarang belum terealisasi,” kata Ketua Umum Gakopti Aip Syarifuddin.

Aip mengatakan, jika sampai akhir Maret ini perpres tentang HPP kedelai belum juga turun, produsen mengancam akan melakukan demonstrasi dan mogok produksi. ”Kesabaran kami sudah habis. Harga kedelai sangat fluktuatif. Dalam sehari bisa naik dua kali. Importir menggunakan acuan harga di bursa CBOT (Chicago Board of Trade/Dewan Perdagangan Chicago, Amerika Serikat). Hal itu membuat kami terjerat utang,” ujarnya.

Harga kedelai saat ini di kisaran Rp 7.500-Rp 8.000 per kilogram. Meski pemerintah telah memberlakukan bea masuk nol persen, harga kedelai tetap tinggi. ”Bea masuk nol persen gagal stabilkan harga kedelai. Itu hanya akal-akalan saja karena yang menikmati justru para importir,” kata Sutaryo, Ketua II Gakopti.

Menurut Sutaryo, stabilisasi harga kedelai sangat diperlukan karena ketergantungan terhadap kedelai impor sangat tinggi. Gakopti menilai data produksi nasional yang dirilis Kementerian Pertanian tidak valid. Hal itu berdampak pada kebutuhan impor. ”Mereka klaim produksi nasional mencapai 800.000 ton, tetapi fakta di lapangan, kami tidak pernah menemukan kedelai lokal. Itu omong kosong saja. Memang ada petani yang tanam kedelai, tetapi sangat kecil,” ujarnya.

Dalam Gakopti terdapat 115.000 produsen, dengan sekitar 1,5 juta tenaga kerja. Kebutuhan kedelai 132.000 ton per bulan atau 1,6 juta ton per tahun.

Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina, proposal tata niaga kedelai sudah selesai dan kini menunggu diteken. Lamanya pembahasan HPP kedelai disebabkan langkah itu tidak didukung fiskal anggaran. Instrumen yang digunakan adalah instrumen perdagangan, yakni dari keuntungan impor.

Akan ada dua HPP, yakni HPP pembelian, yaitu patokan harga minimal saat Bulog membeli kedelai petani, dan HPP penjualan, yakni patokan harga minimal saat Bulog menjual kedelai kepada produsen tahu-tempe. (ENY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com