Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buat Apa Perpanjang Masa Sewa Properti Warga Asing?

Kompas.com - 22/03/2013, 16:44 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Rencana Kementerian Perumahan Rakyat merevisi  PP Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, mengundang perdebatan. Terutama terkait rencana perubahan klausul pemberian hak pakai atas tanah kepada orang asing, dari 25 tahun menjadi 70 tahun.

“Walaupun yang akan diubah mungkin adalah masa sewa dari 25 tahun menjadi 70 tahun, tetap saja menimbulkan kekhawatiran. Karena bisa jadi suatu ketika akan merembet ke kepemilikan,” kata anggota Komisi V DPR, Sigit Sosiantomo, melalui siaran pers, Jumat (22/3/2013). Dia selama ini juga gencar meminta rencana revisi PP ini diungkap secara transparan.

Terkait soal hak sewa ini, tambah Sigit, harus pula merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi tertanggal 25 Maret 2008. Dalam putusan tersebut, MK membatalkan pasal 22 UU 25/2004 tentang penanaman modal. Pasal tersebut memberikan hak penguasaan tanah melalui perpanjangan penguasaan tanah kepada pengusaha atau penanam modal, baik lokal maupun asing. Sebelum dibatalkan, pasal tersebut memberikan perpanjangan HGU sampai 95 tahun, HGB 80 tahun, dan HPL 70 tahun.

Menurut Sigit, kepemilikan properti bagi warga asing akan menimbulkan dampak negatif. Termasuk, sebut dia, semakin sulitnya masyarakat kelas bawah mendapatkan rumah. Apalagi, tambah Sigit, perilaku warga berpenghasilan tinggi umumnya memandang properti sebagai investasi daripada tempat tinggal. Kerap terjadi, setelah dibeli setahun atau dua tahun, properti tersebut akan dijual kembali dengan harga dua kali lipat.

Lagi-lagi, kenaikan harga ini akan semakin mempersulit masyarakat berpenghasilan rendah untuk bisa membeli properti."Kebijakan ini akan kontraproduktif dengan UU PKP dan Rusun yang mengamanahkan pemerintah memberikan kemudahan pada masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah," tegas Sigit. Belum lagi, imbuh Sigit, konversi lahan pertanian menjadi lahan properti dikhawatirkan akan semakin marak.

"Nilai dari semua dampak ini jauh lebih besar dibandingkan potensi pajak yang akan dihasilkan akibat kepemilikan properti warga asing," ujar Sigit. Dia pun meragukan argumentasi yang menyatakan perpanjangan masa sewa properti ini bakal mendongkrak investasi asing.

Menurut Sigit, lebih baik Kementerian Perumahan Rakyat fokus pada pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat, daripada memperlonggar ketentuan kepemilikan properti asing. "Saat ini backlog atau kekurangan pasokan perumahan masih sangat tinggi. Bahkan, program rumah susun (rusun) dan fasilitas likuiditas pembangunan perumahan (FLPP) yang menjadi unggulan Kemenpera belum signifikan mengurangi backlog perumahan," tegas dia.
 
RUU Tapera yang sekarang sedang di bahas di DPR juga belum menyentuh hal krusial seperti akses bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sektor non-formal bisa mendapatkan rumah sederhana yang sehat dan laik huni. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), backlog perumahan di Indonesia di tahun 2010 sudah mencapai 13,6 juta. Angka ini bahkan diproyeksikan dapat membengkak hingga 15 juta pada 2014 mendatang.
 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BEI Tunjuk Mantan Petinggi OJK Jadi Komisaris Utama

BEI Tunjuk Mantan Petinggi OJK Jadi Komisaris Utama

Whats New
Masuk Semester II 2024, Upbit Optimis Aset Kripto Tumbuh Positif

Masuk Semester II 2024, Upbit Optimis Aset Kripto Tumbuh Positif

Whats New
Shopee Bantah Lakukan Monopoli Jasa Kurir di Platformnya

Shopee Bantah Lakukan Monopoli Jasa Kurir di Platformnya

Whats New
4 Tips Menggunakan Kartu Kredit ala Renata Kusmanto

4 Tips Menggunakan Kartu Kredit ala Renata Kusmanto

Spend Smart
Nilai Rata-rata Transaksi 'Paylater' di Indonesia Masih di Bawah Rp 500.000

Nilai Rata-rata Transaksi "Paylater" di Indonesia Masih di Bawah Rp 500.000

Whats New
Rupiah Kembali Terkapar, Dollar AS Tembus Rp 16.400

Rupiah Kembali Terkapar, Dollar AS Tembus Rp 16.400

Whats New
Permudah BPR Ajukan Perizinan Kelembagaan, OJK Luncurkan Aplikasi SPRINT

Permudah BPR Ajukan Perizinan Kelembagaan, OJK Luncurkan Aplikasi SPRINT

Whats New
Sepanjang 2023, Aplikasi Investasi Pluang Catat Kenaikan Nilai Transaksi 22 Kali Lipat

Sepanjang 2023, Aplikasi Investasi Pluang Catat Kenaikan Nilai Transaksi 22 Kali Lipat

Whats New
KPPI Mulai Penyelidikan soal Impor Ubin Keramik

KPPI Mulai Penyelidikan soal Impor Ubin Keramik

Whats New
Karier.mu dan Women’s World Banking Luncurkan Modul Kapabilitas Keuangan dan Digital, Bisa Diakses Gratis

Karier.mu dan Women’s World Banking Luncurkan Modul Kapabilitas Keuangan dan Digital, Bisa Diakses Gratis

Whats New
Bersama Mentan Amran, Presiden Jokowi Lakukan Peninjauan Program Pompanisasi di Kotawaringin Timur

Bersama Mentan Amran, Presiden Jokowi Lakukan Peninjauan Program Pompanisasi di Kotawaringin Timur

Whats New
IHSG Menguat di Akhir Sesi, Rupiah Koreksi

IHSG Menguat di Akhir Sesi, Rupiah Koreksi

Whats New
Membandingkan Anggaran Makan Siang Gratis Rp 71 Triliun dengan Pembangunan IKN

Membandingkan Anggaran Makan Siang Gratis Rp 71 Triliun dengan Pembangunan IKN

Whats New
Badan Bank Tanah Targetkan Peningkatan Aset Lahan 23.000 Hektar Tahun Ini

Badan Bank Tanah Targetkan Peningkatan Aset Lahan 23.000 Hektar Tahun Ini

Whats New
Surge dan Arsari Group Sepakati Kerja Sama Penyediaan Akses Internet Masyarakat

Surge dan Arsari Group Sepakati Kerja Sama Penyediaan Akses Internet Masyarakat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com