Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bea Impor Bahan Baku Ditiadakan

Kompas.com - 02/12/2013, 15:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Kementerian Keuangan akan menerbitkan aturan pembebasan bea masuk impor barang dan bahan baku yang diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain, dengan tujuan ekspor. Sedianya aturan dalam bentuk peraturan menteri keuangan tersebut terbit pekan ini.

”Jadi dengan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) baru tersebut, bea masuk (impor bahan baku tujuan ekspor) tidak dipungut lagi. Namun tetap ada keharusan dan persyaratan dokumen. Dengan begitu maka si eksportir tidak perlu repot. Tidak ada penerimaan negara yang berkurang dan administrasi juga gampang,” kata Menteri Keuangan M Chatib Basri di Jakarta, Minggu (1/12/2013).

Saat ini, impor barang dan bahan baku untuk tujuan ekspor tetap dikenai bea masuk. Baru saat barang hasil olahan atau rakitan diekspor, pengusaha bisa mengajukan restitusi pajak.

Melalui fasilitas pembebasan bea masuk untuk barang impor tujuan ekspor, Chatib mengharapkan pengusaha akan terpacu meningkatkan ekspor. Fasilitas itu setidaknya akan membuat aliran uang tunai perusahaan menjadi lebih baik.

Pelaksanaan di lapanganSecara terpisah, Ekonom Sustainable Development Indonesia Dradjad Hari Wibowo menyatakan, pembebasan bea masuk barang dan bahan baku impor untuk tujuan ekspor secara teoretis bisa menaikkan ekspor. Apalagi dengan adanya depresiasi rupiah, skenario itu akan bisa memperbaiki neraca perdagangan.

Namun, hal yang harus dicermati adalah spesifikasi detail barang dan prosedur operasional standarnya. Alasannya, persoalannya terletak pada pelaksanaan di lapangan. Acapkali gangguan di pelaksanaan membuat efektivitas aturan tidak maksimal.

Jika spesifikasi detail barang yang dibebaskan bea masuknya kurang jelas, maka kerugian bisa terjadi di dua sisi sekaligus, baik pengusaha maupun pemerintah. Di sisi pengusaha, bisa jadi petugas Bea dan Cukai seenaknya menerapkan aturan sehingga merugikan pengusaha.

Sementara itu pemerintah bisa rugi karena pengusaha memanipulasi barang impornya dengan memanfaatkan celah aturan. Misalnya, barang impor yang semestinya tidak layak mendapatkan fasilitas, oleh pengusaha dimasukkan dalam kategori yang berhak menerima.

Hal yang perlu diwaspadai, Dradjad mengingatkan, adalah efek sampingnya. Ketika peraturan diterapkan, impor pasti melonjak. Sementara itu realisasi ekspor belum berjalan. Ini akan terjadi tiga hingga empat bulan pertama.

”Namun jika spesifikasi detail barang dan pelaksanaan di lapangan tidak berjalan baik, bisa jadi secara agregat peningkatan impor lebih besar daripada peningkatan ekspor sehingga kontraproduktif dengan tujuan mengurangi defisit transaksi berjalan,” kata Dradjad. (LAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data Terbaru Uang Beredar di Indonesia, Hampir Tembus Rp 9.000 Triliun

Data Terbaru Uang Beredar di Indonesia, Hampir Tembus Rp 9.000 Triliun

Whats New
Jadi BUMN Infrastruktur Terbaik di Indonesia, Hutama Karya Masuk Peringkat Ke-183 Fortune Southeast Asia 500

Jadi BUMN Infrastruktur Terbaik di Indonesia, Hutama Karya Masuk Peringkat Ke-183 Fortune Southeast Asia 500

Whats New
Mendag Zulhas Segera Terbitkan Aturan Baru Ekspor Kratom

Mendag Zulhas Segera Terbitkan Aturan Baru Ekspor Kratom

Whats New
Manfaatnya Besar, Pertagas Dukung Integrasi Pipa Transmisi Gas Bumi Sumatera-Jawa

Manfaatnya Besar, Pertagas Dukung Integrasi Pipa Transmisi Gas Bumi Sumatera-Jawa

Whats New
Soal Investor Khawatir dengan APBN Prabowo, Bos BI: Hanya Persepsi, Belum Tentu Benar

Soal Investor Khawatir dengan APBN Prabowo, Bos BI: Hanya Persepsi, Belum Tentu Benar

Whats New
Premi Asuransi Kendaraan Tetap Tumbuh di Tengah Tren Penurunan Penjualan, Ini Alasannya

Premi Asuransi Kendaraan Tetap Tumbuh di Tengah Tren Penurunan Penjualan, Ini Alasannya

Whats New
Hidrogen Hijau Jadi EBT dengan Potensi Besar, Pemerintah Siapkan Regulasi Pengembangannya

Hidrogen Hijau Jadi EBT dengan Potensi Besar, Pemerintah Siapkan Regulasi Pengembangannya

Whats New
Rupiah Masih Tertekan, Bank Jual Dollar AS Rp 16.600

Rupiah Masih Tertekan, Bank Jual Dollar AS Rp 16.600

Whats New
Freeport Akan Resmikan Smelter di Gresik Pekan Depan

Freeport Akan Resmikan Smelter di Gresik Pekan Depan

Whats New
Akhir Pekan, IHSG Mengawali Hari di Zona Hijau

Akhir Pekan, IHSG Mengawali Hari di Zona Hijau

Whats New
Ini Kendala Asuransi Rumuskan Aturan Baku Produk Kendaraan Listrik

Ini Kendala Asuransi Rumuskan Aturan Baku Produk Kendaraan Listrik

Whats New
Dokumen Tak Lengkap, KPPU Tunda Sidang Google yang Diduga Lakukan Monopoli Pasar

Dokumen Tak Lengkap, KPPU Tunda Sidang Google yang Diduga Lakukan Monopoli Pasar

Whats New
Bos Bulog Ungkap Alasan Mengapa RI Bakal Akuisisi Sumber Beras Kamboja

Bos Bulog Ungkap Alasan Mengapa RI Bakal Akuisisi Sumber Beras Kamboja

Whats New
Luhut Bantah Negara Tak Mampu Biayai Program Makan Siang Gratis

Luhut Bantah Negara Tak Mampu Biayai Program Makan Siang Gratis

Whats New
Suku Bunga Tidak Naik, Ini Strategi Bank Indonesia Stabilkan Rupiah

Suku Bunga Tidak Naik, Ini Strategi Bank Indonesia Stabilkan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com