Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IMF: Pertumbuhan Global Lemah

Kompas.com - 04/04/2014, 07:07 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com - Pertumbuhan ekonomi global rapuh dan terlalu rendah. Inflasi rendah di zona euro telah melenyapkan pekerjaan. Tensi geopolitik yang merebak dari krisis Ukraina setelah aneksasi Rusia atas Republik Otonom Crimea menjadi ancaman bagi pertumbuhan.

Demikian dikatakan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde, Rabu (2/4/2014), di Washington, Amerika Serikat, menjelang pertemuan para menteri keuangan dan para gubernur bank sentral.

Lagarde mengingatkan, pertumbuhan global bisa di bawah tingkat yang layak. Ini tidak akan mampu menciptakan lapangan kerja di tengah pengangguran yang sedang tinggi di Barat.

”Pertumbuhan ekonomi bergantung pada kebijakan yang dijalankan bank sentral. Jika kita tidak menjalankan bersama kebijakan yang dibutuhkan, akan terjadi pertumbuhan lesu yang tidak bisa memulihkan standar kehidupan,” kata Lagarde.

Ia memuji Bank Sentral Jepang yang membeli obligasi perusahaan swasta dan memasok uang beredar ke pasar, sebagaimana dilakukan AS. Namun, Lagarde mengingatkan, Jepang tidak hanya membutuhkan kebijakan moneter, tetapi juga reformasi struktural, seperti mendatangkan investasi dan membuka pintu bagi asing untuk kepemilikan bisnis di Jepang.

Dalam pengaruh Jerman

Hal tersebut jadi hardikan Lagarde kepada Bank Sentral Eropa (ECB) yang kuat dipengaruhi oleh Jerman dengan penekanan pada pengurangan defisit anggaran pemerintah dan pengurangan utang. Itu berseberangan dengan bank sentral AS yang terus memasok uang beredar dan tindakan Pemerintah AS yang mempertahankan defisit anggaran tinggi yang ditutup utang.

Lagarde meminta ECB melakukan pelonggaran kebijakan moneter. ECB sejauh ini belum mau membeli obligasi perusahaan swasta walaupun bersama IMF dan Uni Eropa telah menyetujui pemberian dana talangan kepada Yunani, Portugal, dan Irlandia dengan syarat penghematan anggaran negara.

ECB di bawah pengaruh Jerman tampaknya tidak akan mau melakukan kebijakan seperti yang dilaksanakan Jepang yang memiliki utang di atas 200 persen dari produk domestik bruto (PDB), jauh di atas ambang batas 60 persen. AS juga memiliki utang di atas 100 persen dari PDB.

Barat dan Jepang berada pada situasi dilematis. Melonggarkan kebijakan moneter seperti Jepang dan AS telah mendorong pertumbuhan, tetapi menaikkan utang. Eropa yang lesu karena ketat melakukan penghematan berhasil menekan utang yang dinilai perlu demi kesehatan ekonomi jangka panjang. Ini adalah penekanan Kanselir Jerman Angela Merkel untuk zona euro.

Tak perlu khawatir

Para ekonom mengingatkan, Indonesia jangan terlalu khawatir akan dampak kelesuan Barat. Ekonom A Tony Prasetiantono mengatakan, ”Indonesia hanya akan terpengaruh besar jika Tiongkok yang lesu.” Ekonom Anton H Gunawan menyatakan, dampaknya ada, tetapi akan diimbangi dengan aliran masuk modal yang pasti balik jika Barat lesu.

Menurut Wakil Direktur Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk Indonesia Edimon Ginting, dampak kelesuan Barat ada pada ekspor. ”Namun, jika diiringi dengan kebijakan yang baik, dampak kelesuan bisa diatasi,” ujarnya.

Edimon melihat celah pertumbuhan lewat perbaikan infrastruktur dan iklim bisnis yang berpeluang besar menaikkan pertumbuhan. (REUTERS/AFP/AP/MON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com