"Badan karantina pertanian memiliki tupoksi mencegah masuk dan tersebarnya hama penyakit," ujar Kepala Barantan Banun Harpini dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jakarta, Jumat (6/4/2015).
Apel tersebut merupakan apel yang ditemukan pada tanggal 28 Januari 2015 oleh Badan Karantina Pertanian di Tanjung Priok. Penemuan apel antibakteri itu diketahui setelah pemerintah menerima dokumen permohonan importasi PSAT (Apel) dari USA via Singapore.
Menerima dokumen itu, pemerintah langsung menindaklanjuti pada tanggal 30 Januari 2015 dengan pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel untuk pengujian laboratorium lebih lanjut.
Hasilnya, uji laboratorium Karantina Pertanian Tanjung Priok tertanggal 01 Pebruari 2015 menunjukkan positif terkontaminasi bakteri Listeria monocytogenes pada 2 (dua) consignment masing-masing dengan nomor OOLU6201988 volume 16.841 kilogram dan nomor OOLU6200929 volume 19.491 kilogram atau setara dengan 36,3 ton.
Isu keamanan pangan (food safety) saat ini menjadi isu yang kembali mencuat di dunia internasional dan telah diakomodir melalui aturan International Codex sebagai rujukan untuk seluruh negara.
Apalagi, setelah tercemarnya apel asal AS oleh bakteri Listeria monocytogenes. Dampaknya, berbagai negara yang mengimpor apel tersebut dibuat was-was termasuk Indonesia. Pasalnya, peredaran apel itu menyangkut kesehatan dan keselamatan manusia berkenaan dengan cemaran kimia, biologi, residu pestisida dan menjadi hak masyarakat untuk mendapatkan pangan yang aman dan layak dikonsumsi.
Berkenaan dengan hal tersebut, Badan karantina pertanian yang memiliki tupoksi mencegah masuk dan tersebarnya Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) dan mengawasi keamanan hayati hewani/ nabati (keamanan pangan/food safety) telah melakukan pengawasan setiap pemasukan pangan segar yang masuk ke dalam wilayah Indonesia.