Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Tas Hermes yang Berujung Meja Hijau

Kompas.com - 07/09/2015, 16:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa tak ingin memiliki tas bermerek berharga ratusan juta, kalau perlu miliaran rupiah? Bagi kalangan berduit dan sosialita, tas tak hanya bagian dari fesyen, tapi juga bagian dari gengsi dan investasi.

Sayangnya keinginan memiliki tas branded bisa berbuah urusan hukum. Margaret Vivi telah mengalaminya. 

Keinginan Margaret Vivi menenteng tas Hermes dengan harga Rp 850 juta kandas. Bahkan, keinginan memiliki tas Perancis yang terbuat dari kulit buaya dan taburan berlian itu justru menggiringnya ke ranah hukum.

Cerita Margaret dan tasnya bermula pada Februari 2015. Saat itu dia membeli tas Hermes tipe SAC Birkin 30 Crocodile Niloticus Himalayan dari Devita Friska alias Ping seharga Rp 850 juta melalui internet.

Setelah deal, pada 5 Februari 2013, Vivi Margaret mentransfer uang Rp 400 juta sebagai pembayaran pertama.

Dalam berkas dakwaan yang diterima Kontan disebutkan, pada 28 Februari 2015, Margaret melunasi pembayaran dengan mentransfer sisa uang Rp 450 juta.

Kedua pembayaran tersebut dilengkapi kuitansi sebagai tanda terima uang. Margaret pun menyuruh supirnya mengambil tas Hermes tersebut ke alamat yang telah ditentukan Ping.  

Namun berjalan tiga bulan, Ping menghubungi Margaret.

"Ping bilang, apakah Ibu Margaret ingin menjual kembali tas Hermes tipe Himalayan, karena ada teman Ping yang ingin membeli dengan harga Rp 950 juta," ungkap Marlinang, Jaksa Penuntut Umum dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pekan lalu.

Tergiur keuntungan Rp 100 juta, Margaret pun menyetujui transaksi itu. Margaret pergi menemui Ibu Indra, orang yang disebut akan membeli tas Hermes.

Tapi Margaret tak menjumpai Ibu Indra, ia bertemu Wienda, yang mengaku sebagai  tangan kanan Ibu Indra.

Wienda bertugas menerima tas dari Margaret. Wienda juga mengaku telah mentransfer uang sejumlah Rp 500 juta sebagai tanda pembayaran pertama dan berjanji melunasi dua bulan kemudian.

Tapi setelah menunggu dua bulan, sisa uang Rp 450 juta pun tak kunjung datang. Bahkan saat ditanya, Wienda mengatakan jika Ibu Indra tengah di luar negeri.

Karena tak adanya kepastian kapan sisa uang ditransfer, Margaret melaporkan kejadian itu ke Polda Metro Jaya.

Marlinang dalam dakwaannya mengatakan, perkataan Ping yang menyatakan adanya teman yang ingin membeli tas Hermes tipe Himalayan tidak benar.

"Itu hanyalah cara terdakwa agar Margaret menyerahkan tas yang dibeli dari dirinya," tutur dia.

Setelah ditelisik lebih dalam, diduga tas Hermes tipe Himalayan yang diperjualbelikan telah dikembalikan kepada pemilik sebenarnya, yakni Ayu Dewanti.

Dugaan itu mencuat karena uang pembayaran dari Margaret senilai Rp 850 juta tak diserahkan seluruhnya kepada Ayu. Sehingga  Ayu meminta tasnya kembali kepada Ping.

"Ping berusaha mengambil tas tersebut dengan cara seolah-olah ada yang mau membeli kembali tas itu," ujar Marlinang.

Ping didakwa menimbulkan kerugian Rp 450 juta atau setidaknya lebih dari Rp 250 juta.

Kuasa hukum Ping, Anda Hakim,  mengatakan, kasus ini rekayasa. Sebab Margaret tak dapat membuktikan jumlah Rp 950 juta dan adanya kekurangan Rp 450 juta dari kuitansi.

"Kami rasa itu kuitansi palsu, sebab dia bilang pembayaran dilakukan melalui transfer," kata dia.

Perkara nomor 983/PID.B/2015/PN JKT.PST masih bergulir. Ping didakwa Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dengan hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun. (Sinar Putri S.Utami)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com