Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MNC Group Angkat Bicara soal Dugaan Korupsi PT Mobile 8

Kompas.com - 22/10/2015, 14:09 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Media Nusantara Citra (MNC) Group angkat bicara terkait Kejaksaan Agung yang sedang mengusut dugaan korupsi di PT Mobile 8, yang kini berganti nama menjadi Smartfren. PT Mobile 8 adalah perusahaan yang pernah dimiliki oleh MNC.

Corporate Secretary MNC Group Syafril Nasution mengatakan, pengajuan restitusi pajak PT Mobile 8 kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) telah sesuai prosedur. Restitusi pajak itu diberikan setelah KPP memverifikasinya terlebih dahulu.

"Mobile 8 ini perusahaan publik, yang tentunya sebelum kelebihan bayar pajak tersebut dikembalikan, tentu sudah melalui tahap verifikasi dan tax clearence dari kantor pajak," ujar Syafril melalui siaran pers, Kamis (22/10/2015).

Syafril mengatakan, artinya seluruh persoalan perpajakan sudah tercatat dan dilaporkan dengan benar. Atas dasar itu, PT Mobile 8 dibeli MNC Group dan kini telah menjadi milik investor lain hingga saat ini.

Syafril menganggap Kejaksaan Agung salah jika mengusut dugaan korupsi di dalam proses tersebut. Menurut dia, tidak ada unsur korupsi di dalam perusahaan yang bernama lengkap PT Mobile-8 Telecom tersebut. Ia meminta Kejagung menjaga independensinya sebagai instansi penegak hukum.

"Kejaksaan Agung diharapkan tidak terjebak konflik kepentingan pihak mana pun karena hal itu berakibat buruk untuk iklim dunia bisnis," kata Syafril.

Versi Kejaksaan Agung

Sebelumnya, kejaksaan tengah mengusut dugaan korupsi pada PT Mobile. Penyidik kejaksaan menduga negara merugi sekitar Rp 10 miliar akibat tindak pidana korupsi tersebut.

Ketua tim penyidik Ali Nurdin menjelaskan, pada periode 2007-2009, PT Mobile 8 mengadakan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar. PT Djaya Nusantara Komunikasi (PT DNK) ditunjuk sebagai distributor pengadaan.

"Ternyata PT Djaya Nusantara Komunikasi tak mampu membeli barang dalam jumlah itu. Bahkan, menurut keterangan direktur perusahaan itu, Elliana Djaya, transaksi itu dibuat-buat seolah-olah ada," ujar Ali melalui siaran pers, Rabu (21/10/2015) malam.

Kedua perusahaan, kata Ali, bersekongkol untuk membuat pengadaan fiktif. Pada Desember 2007, Mobile 8 mentransfer uang kepada PT DNK sebanyak dua kali dengan nilai masing-masing Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar.

Pada pertengahan 2008, PT DNK menerima faktur pajak dari Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar. Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan.

Faktur pajak itu kemudian digunakan Mobile 8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009. Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10 miliar.

"Seharusnya PT Mobile 8 tidak berhak atau tidak sah menerima restitusi karena tidak ada transaksi. Dengan demikian, negara merugi sekitar Rp 10 miliar," kata Ali.

Ali menyebutkan bahwa salah satu pemilik perusahaan itu adalah Harry Tanoesoedibjo, pemilik MNC Group.

Hingga kini Kejagung belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun, kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan. (baca: Kejaksaan Agung Usut Dugaan Korupsi Pajak PT Mobile 8)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data Terbaru Uang Beredar di Indonesia, Hampir Tembus Rp 9.000 Triliun

Data Terbaru Uang Beredar di Indonesia, Hampir Tembus Rp 9.000 Triliun

Whats New
Jadi BUMN Infrastruktur Terbaik di Indonesia, Hutama Karya Masuk Peringkat Ke-183 Fortune Southeast Asia 500

Jadi BUMN Infrastruktur Terbaik di Indonesia, Hutama Karya Masuk Peringkat Ke-183 Fortune Southeast Asia 500

Whats New
Mendag Zulhas Segera Terbitkan Aturan Baru Ekspor Kratom

Mendag Zulhas Segera Terbitkan Aturan Baru Ekspor Kratom

Whats New
Manfaatnya Besar, Pertagas Dukung Integrasi Pipa Transmisi Gas Bumi Sumatera-Jawa

Manfaatnya Besar, Pertagas Dukung Integrasi Pipa Transmisi Gas Bumi Sumatera-Jawa

Whats New
Soal Investor Khawatir dengan APBN Prabowo, Bos BI: Hanya Persepsi, Belum Tentu Benar

Soal Investor Khawatir dengan APBN Prabowo, Bos BI: Hanya Persepsi, Belum Tentu Benar

Whats New
Premi Asuransi Kendaraan Tetap Tumbuh di Tengah Tren Penurunan Penjualan, Ini Alasannya

Premi Asuransi Kendaraan Tetap Tumbuh di Tengah Tren Penurunan Penjualan, Ini Alasannya

Whats New
Hidrogen Hijau Jadi EBT dengan Potensi Besar, Pemerintah Siapkan Regulasi Pengembangannya

Hidrogen Hijau Jadi EBT dengan Potensi Besar, Pemerintah Siapkan Regulasi Pengembangannya

Whats New
Rupiah Masih Tertekan, Bank Jual Dollar AS Rp 16.600

Rupiah Masih Tertekan, Bank Jual Dollar AS Rp 16.600

Whats New
Freeport Akan Resmikan Smelter di Gresik Pekan Depan

Freeport Akan Resmikan Smelter di Gresik Pekan Depan

Whats New
Akhir Pekan, IHSG Mengawali Hari di Zona Hijau

Akhir Pekan, IHSG Mengawali Hari di Zona Hijau

Whats New
Ini Kendala Asuransi Rumuskan Aturan Baku Produk Kendaraan Listrik

Ini Kendala Asuransi Rumuskan Aturan Baku Produk Kendaraan Listrik

Whats New
Dokumen Tak Lengkap, KPPU Tunda Sidang Google yang Diduga Lakukan Monopoli Pasar

Dokumen Tak Lengkap, KPPU Tunda Sidang Google yang Diduga Lakukan Monopoli Pasar

Whats New
Bos Bulog Ungkap Alasan Mengapa RI Bakal Akuisisi Sumber Beras Kamboja

Bos Bulog Ungkap Alasan Mengapa RI Bakal Akuisisi Sumber Beras Kamboja

Whats New
Luhut Bantah Negara Tak Mampu Biayai Program Makan Siang Gratis

Luhut Bantah Negara Tak Mampu Biayai Program Makan Siang Gratis

Whats New
Suku Bunga Tidak Naik, Ini Strategi Bank Indonesia Stabilkan Rupiah

Suku Bunga Tidak Naik, Ini Strategi Bank Indonesia Stabilkan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com