Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iuran BPJS Kesehatan Dinaikkan, Potensi Gagal Bayar Makin Tinggi

Kompas.com - 22/03/2016, 08:18 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana melakukan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan mulai 1 April 2016 mendatang sesuai Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016.

Kenaikan ini dinilai sebagian pihak bukan kebijakan yang tepat dan hanya akan menimbulkan risiko gagal bayar yang makin tinggi.

Kenaikan tarif BPJS Kesehatan akan membebani 60 juta-65 juta peserta iuran mandiri, terutama Pekerja Bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang umumnya bekerja di sektor informal (non-PBI).

"Idealnya, iuran mandiri tidak naik, namun justru iuran Penerima Bantuan Iuran yang dinaikkan agar kualitas kesehatan dengan pelayanan kelas 3 semakin memadai,” kata Syukri Rahmadi, pengamat kebijakan sosial Perkumpulan Prakarsa dalam keterangan resmi, Selasa (22/3/2016).

Data BPJS Kesehatan menyebutkan, pada 2015 terdapat 30 persen hingga 35 persen rasio tagihan macet dari peserta iuran mandiri.

Artinya, 18 juta hingga 20 juta orang peserta BPJS Kesehatan terlambat membayar, tidak mampu membayar, atau tidak bersedia membayar iuran kepesertaan.

Jika iuran mandiri dipaksakan naik, maka potensi gagal bayar dari peserta mandiri akan semakin tinggi yang bisa berdampak pada memburuknya kualitas dan akses layanan.

"Dalam jangka panjang, hal ini membuat keberlanjutan pembiayaan jaminan kesehatan universal di Indonesia kian mengkhawatirkan,” jelas Syukri.

Padahal, BPJS Kesehatan dibentuk dengan prinsip utama yakni gotong royong dan keadilan.

Kenaikan tarif iuran BPJS di tengah rendahnya kemampuan peserta untuk membayar iuran menyebabkan kesenjangan antar penduduk semakin lebar.

Menurut organisasi Prakarsa, pemerintah masih pelit untuk menambah iuran bagi peserta BPJS Kesehatan penerima PBI.

"Jika iuran BPJS peserta mandiri dipaksakan naik, akses masyarakat terhadap jaminan kesehatan akan makin sulit dan peserta mandiri malah terancam menjadi kelompok “Sadikin” (Sakit Dikit Jatuh Miskin),” ungkap Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif Prakarsa pada kesempatan sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com