Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejanggalan di Pasar Saham...

Kompas.com - 03/08/2016, 08:12 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistyo mengungkapkan bahwa pasar saham Indonesia memiliki kejanggalan. Ia menyebut kejanggalan itu dengan istilah tanda kutip.

"Kan sekarang ada satu di bursa yang tanda kutip. Transaksi itu setiap hari 60 persen lokal, kenapa kepemilikannya (saham di BEI) 65 persen asing? Berarti ini kan ada yang salah," ujar Tito di sela-sela acara World Islamic Economic Forum (WIEF) 2016 di Jakarta, Selasa (2/8/2016).

Ia menduga, para investor lokal sengaja mengatasnamakan sahamnya mengunakan nama investor asing. Hal itu dilakukan lantaran para investor lokal enggan mengakui kepemilikan saham di BEI.

Mereka kerap memanfaatkan Special purpose vehicle (SPV) di luar negeri untuk memiliki saham di BEI.

Tito percaya, dari 60-65 persen kepemilikan saham asing di BEI, sekitar 15 persen-20 persennya merupakan milik investor lokal.

Bila di dirupiahkan, total saham investor lokal yang diatasnamakan menggunakan nama investor asing diperkirakan mencapai Rp 200 triliun-Rp 400 triliun. Saat ini nilai kapitalisasi pasar BEI sekitar Rp 5.772 triliun.

BEI sendiri optimistis bisa mencapai total kapitalisasi pasar Rp 6.000 triliun pada tahun ini. Sebenarnya, harapan perbaikan komposisi kepemilikan saham di BEI terbuka lebar karena adanya program amnesti pajak.

Para investor bisa memanfaatkan program tersebut untuk mengakui atau mendeklarasikan kepemilikan asetnya sehingga tidak perlu ada lagi kejanggalan di pasar saham.

Sebutan bahwa BEI dikuasai asing pun bisa berubah bila deklarasi bisa mengubah porsi kepemilikan saham di BEI.

Bahkan kata Tito, BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan insentif kepada investor yang mendeklarasikan asetnya.

"Dari kami (BEI) bisa biaya yang lebih murah, biaya crossing kan bisa dibicarakan," kata Tito.

Kompas TV BEI Torehkan Rekor Perdagangan Baru
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

S&P 500 dan Nasdaq 'Rebound' Ditopang Kenaikan Harga Saham Nvidia

S&P 500 dan Nasdaq "Rebound" Ditopang Kenaikan Harga Saham Nvidia

Whats New
Home Credit Indonesia Hadir di Jakarta Fair 2024, Simak Penawarannya

Home Credit Indonesia Hadir di Jakarta Fair 2024, Simak Penawarannya

Spend Smart
Sri Mulyani-Tim Prabowo Suntik Kepercayaan Pasar, Rupiah Tak Lagi Terkapar

Sri Mulyani-Tim Prabowo Suntik Kepercayaan Pasar, Rupiah Tak Lagi Terkapar

Whats New
Kembangakan Energi Hijau, TAPG dan Aisin Takaoka Bentuk Joint Venture Company

Kembangakan Energi Hijau, TAPG dan Aisin Takaoka Bentuk Joint Venture Company

Whats New
Saham Airbus Sempat Menukik Hampir 12 Persen, Apa Sebabnya?

Saham Airbus Sempat Menukik Hampir 12 Persen, Apa Sebabnya?

Whats New
Minat Masyarakat Belanja di Toko dengan 'Paylater' Tumbuh Pesat

Minat Masyarakat Belanja di Toko dengan "Paylater" Tumbuh Pesat

Whats New
'Fintech Lending' Easycash Tunjuk Nucky Poedjiardjo Jadi Dirut

"Fintech Lending" Easycash Tunjuk Nucky Poedjiardjo Jadi Dirut

Whats New
Fenomena 'Makan Tabungan' Terjadi di Kelas Menengah Bawah, Ini Penyebabnya

Fenomena "Makan Tabungan" Terjadi di Kelas Menengah Bawah, Ini Penyebabnya

Whats New
Kemenperin: Hilirisasi Rumput Laut Punya Potensi Pasar Rp 193 Triliun

Kemenperin: Hilirisasi Rumput Laut Punya Potensi Pasar Rp 193 Triliun

Whats New
Hadapi Kredit Macet, OJK Minta Penyelenggara 'Paylater' Perkuat Mitigasi Risiko

Hadapi Kredit Macet, OJK Minta Penyelenggara "Paylater" Perkuat Mitigasi Risiko

Whats New
PT Pamapersada Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1 Berpengalaman, Simak Persyaratannya

PT Pamapersada Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1 Berpengalaman, Simak Persyaratannya

Work Smart
Beban Besar Prabowo-Gibran Menanggung Utang Pemerintahan Sebelumnya

Beban Besar Prabowo-Gibran Menanggung Utang Pemerintahan Sebelumnya

Whats New
Jurus Sri Mulyani Tolak Tawaran Investasi Berkedok Penipuan

Jurus Sri Mulyani Tolak Tawaran Investasi Berkedok Penipuan

Whats New
Hasil Riset: Pengguna 'Pay Later' Didominasi Laki-laki

Hasil Riset: Pengguna "Pay Later" Didominasi Laki-laki

Whats New
Anak Buah Sri Mulyani Minta Pemerintahan Prabowo-Gibran Hemat Belanja

Anak Buah Sri Mulyani Minta Pemerintahan Prabowo-Gibran Hemat Belanja

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com