Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Ada BPJS Ketenagakerjaan, Masih Perlukah Investasi Reksa Dana Untuk Masa Tua?

Kompas.com - 20/09/2016, 07:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Sebagai pekerja, umumnya dari nilai gaji yang diterima setiap bulannya, sebagian sudah untuk dipotong dan disetorkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Sebagian kecil dari uang tersebut untuk asuransi kecelakaan dan kematian, sisanya untuk Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).

Pertanyaannya, masih perlukah investasi reksa dana untuk persiapan pensiun?

Sebagai gambaran, besarnya iuran JHT per bulan adalah sebesar 5,7 persen dan iuran untuk JP adalah 3 persen dari gaji kotor. Pembayarannya sebagian berasal dari perusahaan dan sebagian dari kontribusi pekerja.

Yang berbeda adalah untuk JP, besaran gaji maksimal yang menjadi perhitungan adalah Rp 7 juta sementara di JHT tidak ada ketentuan maksimal.

Jika anda baru mulai bekerja pada usia 21 tahun dengan gaji setara UMR Jakarta yaitu Rp 3,1 juta atau Rp 37,2 juta per tahun, maka selain gaji bersih yang anda terima setiap bulan, sebenarnya anda juga telah mengumpulkan JHT sebesar Rp 2.120.400 dan JP sebesar Rp 1.115.000 dalam 1 tahun.

JHT dan JP tersebut selanjutnya akan dikembangkan oleh divisi investasi di BPJS Ketenagakerjaan. Dengan asumsi hasil investasinya adalah 7 persen per tahun, maka pada saat Anda pensiun di usia 55, iuran di atas telah berkembang menjadi JHT Rp 21.157.592 dan Rp 11.135.575 yang bisa anda nikmati pada masa tua nanti.

Tentunya anda tidak terima gaji hanya 1 tahun saja. Apabila usaha berkembang, tentu juga akan mendapatkan kenaikan gaji. Dengan asumsi kenaikan gaji setiap tahun adalah 8 persen, maka pada saat pensiun di usia 55 nanti gaji terakhir adalah sekitar Rp 42,4 juta per bulan.

Besaran iuran ke JHT dan JP juga meningkat sesuai nilai gaji setiap tahunnya. Jadi, selama masa kerja dari usia 21 hingga 55 tahun, besarnya iuran yang disisihkan adalah Rp 365,3 juta untuk JHT dan Rp 79 juta untuk JP.

Nilai JP lebih kecil karena batasan gaji maksimal di Rp 7 juta. Ditambah dengan hasil pengembangan pada 7 persen per tahun, maka nilainya akan menjadi Rp 871,2 juta untuk JHT dan Rp 274.9 juta untuk JP. Jumlah total dari kedua manfaat pensiun tersebut adalah Rp 1,1 miliar.

Jumlah ini bisa lebih besar apabila gaji awal anda lebih tinggi dari UMR dan selama masa kerja, kenaikan gaji yang diperoleh lebih tinggi dari 8 persen per tahun. Pindah atau berhenti kerja tidak menghanguskan akumulasi yang sudah ada karena saldo tersebut sepenuhnya milik tenaga kerja.

Apakah BPJS Ketenagakerjaan Saja Sudah Cukup?

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah jumlah ini cukup? Mari kita lakukan analisa sederhana. Dengan simulasi di atas, gaji terakhir adalah Rp 42,4 juta. Jika gaji bisa naik, maka demikian pula dengan biaya hidup.

Untuk memudahkan, diasumsikan biaya hidup adalah sekitar 50–70 persen penghasilan. Jadi dengan gaji Rp 42,4 juta, maka kurang lebih biaya hidup dalam 1 bulan adalah sekitar Rp 21 juta hingga 30 juta.

Katakanlah diambil nilai tengah Rp 25 juta per bulan atau Rp 300 juta per tahun. Rata-rata usia harapan hidup orang Indonesia berdasarkan BPS adalah sekitar 70 tahun.

Dengan asumsi pensiun di usia 55 tahun, berarti ada masa pensiun selama 15 tahun. Dikalikan dengan Rp 300 juta per tahun sama dengan Rp 4,5 miliar. Angka ini adalah nilai kebutuhan pensiun yang diperlukan.

Dengan perkiraan total JHT dan JP sebesar Rp 1,1 miliar, dengan kata lain, hanya BPJS Ketenagakerjaan saja tidak cukup. JHT dan JP baru bisa memenuhi sekitar 25 persen dari kebutuhan di masa tua.

Simulasi di atas dapat berbeda tergantung pada usia mulai bekerja, nilai gaji dan persentase kenaikan, gaya hidup, lama masa pensiun setiap orang dan asumsi hasil pengembangan investasi di BPJS Ketenagakerjaan.

Reksa Dana Sebagai Pilihan Persiapan Masa Tua

Karena tidak cukup itulah, masyarakat perlu melakukan alternatif lain dalam menyiapkan masa tua. Bagi karyawan, melakukan bisnis sampingan bukanlah pilihan mudah. Selain diperlukan modal besar dan kemungkinan berhasilnya kecil, belum tentu diperbolehkan perusahaan.

Alternatif pilihan masyarakat umum adalah melalui investasi reksa dana. Keuntungan dari persiapan masa tua melalui reksa dana adalah minimum investasinya rendah dimulai dari Rp 100.000, syarat investasinya mudah hanya butuh KTP dan rekening bank, hasil pengembangan dalam jangka panjang di atas inflasi dan bunga bank, dan pendapatan dari reksa dana bukan merupakan objek pajak.

Pengelolaan reksa dana dilakukan oleh pihak yang ahli yaitu manajer investasi, dengan demikian investor tidak perlu lagi bersusah payah memantau perkembangan pasar, memilih saham mana yang bagus, dan melakukan diversifikasi untuk meminimalkan risiko.

Masyarakat bisa tetap berfokus pada pekerjaannya dan di saat yang sama pengelolaan kekayaannya ditangani oleh manajer investasi yang profesional.

Dengan melanjutkan simulasi di atas dimana terdapat kekurangan kebutuhan pensiun sebesar Rp 3,4 miliar(Rp 4,5 miliar–Rp 1,1 miliar), dengan asumsi tingkat pertumbuhan reksa dana saham adalah 17 persen per tahun, cukup dibutuhkan investasi sebesar Rp 215.000 per bulan dari usia 21 hingga 55, untuk menutupi sisanya.

Untuk memudahkan, masyarakat juga dapat menggunakan program autodebet yang disediakan oleh manajer investasi. Melalui program ini, investasi reksa dana dilakukan secara otomatis dengan memotong uang yang ada di tabungan setiap bulan.

Investor yang menggunakan layanan program autodebet tidak perlu direpotkan dengan prosedur pengisian formulir, pengiriman bukti transfer dan kegiatan konfirmasi ke tenaga layanan pelanggan perusahaan.

Dengan segala keunggulan dan kemudahan yang dimiliki oleh reksa dana, instrumen ini bisa menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam mempersiapkan hari tua.

Demikian, Semoga artikel ini bermanfaat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com