JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dikhawatirkan dapat menurunkan lebih dalam daya beli masyarakat kelas menengah yang saat ini tengah lesu. Untuk itu, pemerintah berencana menggelontorkan bantuan sosial (bansos).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengungkapkan rencana pemerintah untuk menggelontorkan bansos kepada masyarakat yang terdampak kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Meski begitu, Cak Imin menyebut pemerintah masih dalam proses merumuskan teknis kebijakan itu, utamanya melihat kondisi kelas menengah dan masyarakat yang rentan mengalami kemiskinan.
Baca juga: Alternatif Strategi Perusahaan Bertahan Hadapi Kenaikan PPN 12 Persen
"Sampai hari ini, kategori kelas menengah dan rentan miskin itu harus diwaspadai. Nah, soal jenis dan polanya (bansos), misalnya berbagai keringanan-keringanan yang harus diberikan, on-going process," ujar Cak Imin di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Namun, sejumlah ekonom memiliki solusi lain untuk menghindari penurunan daya beli terutama masyarakat kelas menengah akibat kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen yang akan diterapkan mulai Januari 2025.
Alih-alih tetap menaikkan PPN dan menggelontorkan bansos, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira justru menyarankan pemerintah untuk turunkan tarif PPN yang saat ini sebesar 11 persen.
Hal ini agar daya beli masyarakat tidak turun lebih dalam. Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga pada Kuartal III 2024 tumbuh 4,91 persen, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 4,93 persen.
Baca juga: Pemerintah Rencanakan Bansos untuk Redam Dampak PPN 12 Persen, Ekonom: Hanya Bersifat Temporer
"Solusinya justru turunkan tarif PPN jadi 8 sampai 10 persen untuk stimulus daya beli," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (27/11/2024).