JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Yassierli telah bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto membahas soal upah minimum provinsi (UMP) 2025 pada Senin (25/11/2025).
Pertemuan itu juga diikuti oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
Dilansir Kompas.id, Selasa (26/11/2024), pembahasan UMP dilakukan oleh Presiden dan dua menteri tersebut dalam rapat tertutup di Istana Kepresidenan, Jakarta. Rapat berlangsung lebih dari satu jam.
Usai mengikuti rapat, Menaker Yassierli mengungkapkan bahwa aturan soal UMP ditargetkan rampung akhir November ini.
Baca juga: Jawa Barat Tunggu Arahan Pemerintah Pusat untuk Penetapan Upah Minimum
"Tunggu saja, saya punya target akhir bulan ini. Ya, paling lambat, awal bulan depan (Desember), ya. Semoga akhir bulan ini peraturan menterinya (permenaker soal upah minimum) bisa keluar," ujar Yassierli.
Dalam penjelasannya, Yassierli juga menyebut upah sektoral akan masuk dalam rumusan UMP 2025. Sebab, hal itu sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal upah minimum.
"Upah sektoral pasti, kalau dari aturan MK kan, keputusan itu diserahkan ke Depenas (Dewan Pengupahan Nasional), ya. Intinya adalah UMP-nya nanti. Tunggu ya," tegas Yassierli.
Selain itu, ia pun menanggapi kabar yang menyebut upah minimum akan dibagi menjadi upah untuk industri padat karya dan padat modal. Kalangan buruh sendiri menyatakan menolak pembagian kategori ini.
Menurut Yassierli, pembagian itu merupakan rancangan atau draf saat awal diskusi soal UMP. Kedua hal itu disiapkan karena ada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.
Yassierli pun menambahkan, ada kemungkinan UMP akan menyesuaikan dengan inflasi. "Bisa jadi iya. Kemungkinan iya. Artinya, kita jadikan itu sebagai pertimbangan," tuturnya.
Sebelumnya, Serikat Buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) AGN menyatakan menolak draf Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) terbaru yang membagi upah minimum 2025 menjadi dua kategori.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, dalam draf permenaker yang sedang disusun itu, upah minimum dibagi menjadi dua, yakni upah minimum padat karya dan upah minimum padat modal.
"Partai Buruh bersama KSPI dan KSPSI AGN menolak draf isi Permenaker tersebut, yang membagi upah minimum menjadi dua kategori, yaitu upah minimum padat karya dan upah minimum padat modal," ujar Said Iqbal dilansir dari keterangan resmi pada Senin (25/11/2024).
Said Iqbal menyebut usulan permenaker yang baru sangat bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Baca juga: Menaker Segera Bertemu Prabowo untuk Konsultasikan UMP 2025
Ia menjelaskan, dalam putusannya MK hanya menyatakan bahwa kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu atau alpha (?), dengan memperhatikan proporsionalitas kebutuhan hidup layak (KHL).
Di sisi lain, dalam draf permenaker tentang upah minimum dijelaskan bahwa bagi perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum 2025 dapat dirundingkan di tingkat bipartit perusahaan.
Hal ini pun ditolak oleh buruh karena penetapan upah minimum diputuskan oleh Dewan Pengupahan Daerah sebagaimana keputusan MK.
Hal lain yang ditolak Partai Buruh bersama KSPI dan KSPSI AGN adalah di dalam draf permenaker tersebut upah minimum sektoral rencananya diserahkan dalam perundingan bipartit di tingkat perusahaan.
"Oleh karena itu, terhadap draf permenaker yang sedang dibuat oleh Menaker tersebut, keseluruhan isinya ditolak oleh buruh dan memohon kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk juga menolak isi draf Permenaker tentang upah minimum 2025 yang akan diajukan oleh Menaker dan jajarannya ke Bapak Presiden Prabowo Subianto," kata Said Iqbal.
Baca juga: Buruh Tolak Draf Permenaker yang Atur UMP Jadi Dua Kategori, Kenapa?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.