Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fakta Lengkap Ekspor Masker yang Jadi Kontroversi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masker jadi barang langka di Indonesia sejak awal tahun 2020 setelah munculnya kekhawatiran virus corona. Harga masker di beberapa daerah juga melonjak tajam.

Di tengah kelangkaan masker, hingga Februari, Indonesia tercatat masih melakukan ekspor masker. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ada kenaikan besar nilai ekspor masker di Januari dan Februari 2020.

Belakangan, setelah terjadi kelangkaan masker di tengah kepanikan virus corona, pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor.

Berikut beberapa fakta terkait ekspor masker di tengah kelagkaan yang memicu kontroversi.

1. BUMN ekspor masker

Salah satu eksportir masker yakni PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI. BUMN ini memproduksi dan mengekspor masker lewat anak perusahaannya, PT Rajawali Nusino.

Dalam memproduksi masker, RNI menggandeng PT Maesindo yang memiliki pabrik di Yogyakarta. Kapasitas produksi masker mencapai 10 juta pieces. Beberapa waktu lalu, RNI juga sempat mengekspor 3 juta lembar masker ke China untuk membantu penanggulangan corona.

Masker yang diproduksi RNI Group memiliki spesifikasi tinggi seperti untuk kebutuhan surgery (operasi). Masker jenis ini pula yang banyak dipakai oleh petugas kesehatan di China untuk menangani pasien virus corona.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, perusahaan pelat merah telah menutup keran ekspor masker sejak Februari 2020 lalu.

Menurut dia, perusahaan BUMN terakhir kali melakukan ekspor masker pada Januari 2020. Itu pun merupakan pesanan ekspor tahun lalu.

“Januari kita masih proses (pemesanan ekspor masker) yang lama, pemesanan yang lama, dan sudah kita hentikan juga,” ujar Arya dalam keterangannya, Senin (16/3/2020).

Arya menjelaskan, sejak Februari BUMN telah dilarang mengekspor masker. Sebab, stok masker yang ada untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

2. Ekspor naik tajam

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti menjelaskan, masker masuk dalam kategori HS 63 atau barang tekstil lainnya.

"Barang tekstil lainnya jumlah ekspor naik 72 juta dollar AS, itu komoditas masker masuk," ujar Yunita di Jakarta, Senin (16/3/2020).

BPS mencatat, ekspor masker sepanjang Januari tercatat sebesar 2,1 juta dollar AS. Kemudian pada Februari, nilai ekspor mengalami kenaikan hingga 34 kali lipat atau naik 3.480 persen yakni mencapai 75 juta dollar AS.

Sementara jika dibandingkan Februari tahun 2019, ekspor masker pada Februari 2020 mengalami kenaikan 75 kali lipat atau 74.600 persen.

3. Jokowi turun tangan

Presiden Joko Widodo menegaskan, stok masker dalam negeri sebetulnya cukup untuk kebutuhan warga. Ia menyebut ada 50 juta masker yang tersedia.

"Nanti Pak Menteri biar cek, tetapi dari informasi yang saya terima stok yang di dalam negeri kurang lebih 50 juta masker ada," kata Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/3/2020).

Jokowi bahkan meminta Bareskrim Polri untuk mengawasi perdagangan masker agar harganya tak meroket di pasaran. Ekspor masker baru bisa dilakukan jika kondisi pasar dalam negeri telah stabil.

4. Ekspor sempat dibolehkan

Di awal-awal munculnya kasus positif corona di Indonesia, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebut kalau pelaku usaha masih boleh melakukan ekspor masker.

"Pemerintah menegaskan tidak ada larangan ekspor masker," kata dia, di Jakarta, Rabu (4/3/2020).

Terkait dengan permintaan yang tinggi, Agus mengimbau kepada masyarakat untuk tidak panik belanja. Sebab, ia memastikan bahwa stok barang akan tercukupi.

"Dalam hal belanja, belanjalah sesuai dengan kebutuhan, pemerintah juga memastikan pasokan barang terpenuhi," katanya.

Ditemui di tempat yang sama, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, pemerintah belum akan menyetop kegiatan ekspor meski penyebaran virus corona semakin luas. Hal ini dilakukan untuk menjaga posisi neraca dagang atau current account deficit (CAD) nasional.

"Kami optimistis tidak menyetop ekspor untuk menjaga neraca dagang. Itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo," katanya.

5. Kesulitan bahan baku masker

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, Kementerian BUMN tengah membujuk China agar kembali membuka keran impor bahan baku masker untuk Indonesia. Sebab, sejak mewabahnya virus corona, China menutup keran ekspor bahan baku untuk masker.

“(Bahan baku masker) dari China sih belum bisa, tapi kita lagi usaha terus, karena mereka kan penghasil masker, kita lagi usaha, lagi dinegosiasikan dengan China lah,” ujar Arya dalam keterangannya, Senin (16/3/2020).

Arya menambahkan, saat ini pemerintah China telah berhasil meredam penyebaran virus corona. Atas dasar itu, dia optimistis China akan kembali menyediakan bahan baku masker bagi negara lainnya.

“Kita lihat kondisi mereka juga, kan mereka sekarang sudah mengalami penurunan masalah flu (corona) ini ya,” kata Arya.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Rajawali Nusindo Sofyan Effendi mengatakan kalau pihaknya saat ini kesulitan memproduksi masker karena ketiadaan bahan baku yang selama ini mengandalkan dari China.

"Jadi masker yang kita produksi memang masker khusus. Ada tiga lapisan masker yang diproduksi pabrik kita di Yogyakarta, nah lapis kedua itu yang bahan terbaiknya saat ini didatangkan dari China, dan itu 70 persen (bahan baku). Sudah sekitar sebulan kita belum bisa produksi lagi," jelasnya.

Sofyan menguraikan, di tengah lonjakan permintaan masker dalam negeri, RNI Group terus berupaya mencoba mencari pemasok lain bahan baku masker selain dari China.

"Kita masih cari pemasok lain selain dari China. Tapi belum dapat, karena memang spesifikasi bahan bakunya sangat khusus," terang Sofyan.

(Sumber: KOMPAS.com/Rully S. Ramly, Akhdi Martin Pratama, Ade Miranti Karunia, Mutia Fauzia | Editor: Bambang P. Jatmiko, Yoga Sukmana)

https://money.kompas.com/read/2020/03/18/125219726/fakta-lengkap-ekspor-masker-yang-jadi-kontroversi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke