Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Harga BBM Naik, Cegah Penurunan Daya Beli

Bahkan pameran Flora dan Fauna di Lapangan Banteng, Jakarta, dipenuhi banyak pengunjung pada hari Minggu (4/9/2022).

Terlihat orang tua dan anak-anak, dari berbagai kalangan, antusias mencermati tanaman dan hewan yang dipamerkan. Di satu titik ini tak tampak adanya kesedihan mendalam karena kenaikan harga BBM.

Memang kemudian terjadi unjuk rasa di beberapa kota, menuntut pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga BBM. Namun aparat kepolisian dapat mengawalnya sehingga tidak terjadi keonaran.

Demonstrasi serikat buruh dan mahasiswa yang akan dilakukan dalam skala yang lebih besar pada hari-hari ini, diharapkan juga dapat berlangsung dengan aman dan terkendali.

Dilihat dengan kacamata positif, adanya upaya memprotes kenaikan harga BBM itu mengindikasikan bahwa komunikasi publik yang dilakukan pemerintah belum berhasil mengirim pesan bahwa kenaikan harga BBM adalah perlu untuk ekonomi yang lebih sehat dan kesejahteraan rakyat yang lebih baik.

Mengapa harus naik?

Memproduksi BBM harus terlebih dahulu membeli minyak mentah dari luar negeri, karena produksi minyak dalam negeri tidak mencukupi.

Kemudian ada ongkos produksi yang harus dibayar untuk mengolah minyak mentah menjadi BBM bersih, yang tidak mengotori lingkungan.

Maka ada biaya yang harus dibayar, yang disebut sebagai harga keekonomian. Jika harga ini yang digunakan Pertamina sebagai patokan untuk menjual Pertalite, maka konsumen akan protes.

Untuk menghindari hal itu, pemerintah menetapkan harga yang lebih rendah dari harga keekonomian.

Selisih antara harga keekonomian Pertamina dengan harga yang ditetapkan pemerintah ini disebut sebagai subsidi BBM.

Yang menjadi masalah adalah konsumsi BBM meningkat terus sehingga subsidi yang dikeluarkan pemerintah juga meningkat.

Maka keluarlah angka Rp 502 triliun, yang banyak dibicarakan itu. Subsidi itu sangat berarti, mengingat anggaran pemerintah yang setiap tahun dibelanjakan sebesar Rp 3.000 triliun.

Dan yang lebih menentukan, subsidi BBM ini lebih besar dari subsidi yang direncanakan dalam APBN 2022 karena volume BBM yang dibeli konsumen meningkat dan harga minyak mentah dunia juga naik akibat perang Rusia-Ukraina.

Untung pemerintah mendapat durian runtuh dari kenaikan harga komoditas ekspor, sehingga dapat membiayai kenaikan subsidi.

Namun pemberian subsidi telah salah sasaran, 70 persen pemakai BBM bersubsidi adalah kelompok mampu, yang tidak sangat perlu bantuan pemerintah.

Dengan menaikkan harga BBM bersubsidi, maka besar subsidi menjadi berkurang. Dana yang semula akan digunakan untuk menambah subsidi dapat dialihgunakan untuk keperluan yang lebih penting, seperti membangun sekolah dan rumah sakit.

Itulah penjelasan singkat mengapa harga Pertalite dan solar perlu dinaikkan. Tentu ada beberapa pertanyaan yang muncul dalam argumentasi itu, seperti bagaimana menghitung harga keekonomian BBM.

Untuk menjawab pertanyaan itu, Pemerintah dan Pertamina sebagai BUMN yang mengelola produksi dan distribusi BBM tentu sudah siap dengan jawaban yang akurat, transparan dan akuntabel.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pengawas penggunaan uang negara juga tentu akan mencermati penentuan harga keekonomian BBM. Jika ditemukan adanya kesalahan, tentu nanti akan ada tindak lanjutnya.

Mencegah penurunan daya beli

Sekitar 30 persen pengguna BBM dan solar bersubsidi adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Mereka tentunya mulai berpikir bagaimana mengurangi pembelian BBM agar dapur tetap mengepul.

Selain itu juga bagaimana menghadapi kenaikan harga-harga yang biasanya setia mengiringi kenaikan harga BBM.

Untuk itu pemerintah turun tangan dengan menyiapkan bahkan sudah membagikan bantalan sosial sebelum harga BBM dinaikkan.

Besar dana bantuan sosial adalah Rp 24,17 triliun untuk 20,65 juta keluarga berpenghasilan rendah dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) dan untuk 16 juta pekerja dengan gaji kurang dari Rp 3,65 juta/bulan dalam bentuk bantuan subsidi upah (BSU).

Besar subsidi per keluarga dan per pekerja memang tidak besar, namun diharapkan cukup berarti untuk mengurangi beban masyarakat terbawah.

Selain itu, ada bantuan untuk pengemudi angkutan umum, ojek, dan nelayan. Dana ini berasal dari 2 persen Dana Transfer Umum. Pelaksana pemberian subsidi ini adalah pemerintah daerah.

Dampak kenaikan harga BBM tidak sama untuk semua daerah. Harga-harga barang di Papua lebih tinggi dari daerah lain jika tidak dibuat di Papua sendiri.

Ada ongkos kirim yang harus dibayar konsumen untuk membeli barang itu. Masalahnya jenis barang ini cukup banyak, termasuk telur ayam yang didatangkan dari Surabaya.

Perbedaan harga ini semakin besar dengan adanya kenaikan harga BBM. Maka kenaikan harga BBM akan berakibat pada bertambahnya jumlah penduduk miskin.

Data BPS menunjukkan bahwa pada Maret 2022 penduduk miskin di Papua berjumlah 900.000 orang, atau 26 persen dari seluruh penduduk Papua, termasuk yang tertinggi di Indonesia.

Selain berpotensi menambah jumlah penduduk miskin, kenaikan harga BBM juga menyebabkan kesenjangan ekonomi antara Papua dengan Jawa dan daerah-daerah lain menjadi semakin lebar.

Maka menjadi kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk mencegah penurunan daya beli penduduk di Papua dan beberapa daerah serupa lain, agar tidak terjadi penambahan jumlah penduduk miskin.

Setidaknya ada dua solusi untuk mencegah penurunan daya beli akibat kenaikan harga BBM. Pertama adalah memberikan subsidi biaya pengiriman barang kebutuhan pokok ke Papua, seperti yang diusulkan oleh Kurniawan Patma, dosen Universitas Cenderawasih (Kompas, 2/9/2022).

Dengan subsidi ini, maka ongkos kirim barang ke Papua tidak naik. Kenaikan harga-harga barang hanya diakibatkan oleh kenaikan harga BBM.

Kedua, bantalan sosial pemerintah (Bantuan Langsung Tunai, Bantuan Subsidi Upah dan tambahan subsidi dari Dana Transfer Umum) perlu segera direalisasikan.

Subsidi biaya angkutan barang diambil dari Dana Transfer Umum ini. Dengan dana otonomi khusus yang meningkat, Provinsi Papua dan Papua Barat seharusnya dapat mengalokasikan subsidi biaya angkutan barang yang lebih besar, sesuai kebutuhan yang juga besar. Dan itu perlu dilakukan segera.

Strategi komunikasi publik

Sulit untuk mengatakan bahwa strategi pemerintah untuk menaikkan harga BBM kali ini dapat disebut berhasil.

Keputusan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dapat diduga telah ditetapkan pemerintah sejak beberapa minggu lalu dalam suatu rapat kabinet.

Hal ini terlihat dari ucapan para menteri tentang akan dinaikkannya harga BBM bersubsidi, tanpa memastikan waktu pengumuman kenaikannya.

Besar kenaikan harga dan pemberian bantuan sosial juga terlihat sudah ditetapkan oleh pemerintah jauh-jauh hari.

Sedangkan pengumuman kenaikan harga BBM akan diputuskan oleh Presiden sendiri. Presiden agaknya menunggu saat yang tepat untuk mengumumkan kenaikan harga BBM itu, yang akhirnya dilakukan pada Sabtu (3/9/2022) siang hari.

Walaupun keputusan untuk menaikkan harga BBM termasuk penyediaan bantuan sosial bisa disebut cukup bijak, namun strategi pengkondisian perasaan masyarakat untuk menerima kebijakan ini terlihat kurang tepat.

Ini terbukti dari munculnya reaksi masyarakat yang dilakukan, antara lain: antrean panjang di SPBU menjelang tanggal 1 September, penimbunan BBM di beberapa kota, hoaks harga BBM baru di media sosial, dsb.

Kebingungan publik diperparah dengan habisnya Pertalite di banyak SPBU, padahal Pertamina menyebutkan stoknya aman-aman saja.

Akibatnya orang terpaksa membeli Pertamax yang lebih tinggi harganya. Maka kegusaran orang pun semakin meluas.

Kalau saja pemerintah tidak mengulur-ulur pengumuman kenaikan harga BBM, maka panic buying dan penimbunan BBM dll, tidak terjadi.

Kecuali oleh sekelompok warga masyarakat, agaknya kebijakan pahit kenaikan harga BBM dapat diterima publik dengan legawa.

Namun masih ada pekerjaan rumah yang masih harus dilakukan pemerintah pusat, yaitu segera menetapkan peraturan mengenai penggunaan dana transfer ke daerah yang akan digunakan untuk mengendalikan biaya transportasi dan harga-harga barang kebutuhan pokok.

Setelah itu ditetapkan, giliran pemerintah daerah untuk menentukan besar bantuan untuk berbagai kelompok dan sektor agar dampak kenaikan harga BBM tidak merembet ke inflasi barang-barang kebutuhan pokok.

Maka menjadi tugas pemerintah, khususnya Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri untuk segera menetapkan peraturan itu, serta pemerintah daerah untuk menjabarkannya secara teknis. Janganlah terlalu lama, karena rakyat terbawah sudah menunggu.

https://money.kompas.com/read/2022/09/06/101736226/harga-bbm-naik-cegah-penurunan-daya-beli

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke