Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyoal Rumitnya Pelepasan Kawasan Hutan untuk Kebun Sawit

Konotasi yang dimaksud dengan pemutihan kebun sawit adalah melegalkan kebun sawit tersebut melalui proses pelepasan kawasan hutan.

Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan pelepasan kawasan hutan itu? Bagaimana prosesnya dan mekanismenya? Apa dasar hukumnya? Berapa lama waktunya?

Salah satu hal yang tidak dapat dihindari dalam pengurusan kawasan hutan akibat dari tuntutan kemajuan zaman dan kegiatan pembangunan adalah adanya perubahan peruntukan kawasan hutan.

Perubahan peruntukan kawasan hutan diartikan sebagai perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.

Perubahan peruntukan kawasan hutan secara parsial untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dilakukan melalui persetujuan pelepasan kawasan hutan.

Pelepasan kawasan hutan adalah perubahan peruntukan kawasan hutan produksi konversi (HPK) dan/atau hutan produksi tetap (HPT) menjadi bukan kawasan hutan.

Persetujuan pelepasan kawasan hutan diberikan untuk kegiatan berusaha dan nonberusaha. Salah satu kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang membutuhkan lahan luas adalah kegiatan perkebunan, baik untuk kelapa sawit, tebu dan perkebunan lainnya.

Usaha perkebunan tersebut membutuhkan lahan kawasan hutan mencapai 100.000 – 125.000 hektare untuk satu perusahaan atau grup perusahaan dalam satu provinsi.

Dasar hukum

Pelepasan kawasan hutan yang dikonversi untuk perkebunan diatur mekanismenya oleh Peraturan pemerintah (PP) No. 104/2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Aturan lain, yakni Peraturan Menteri LHK No. P.96/2018 dan perubahannya P.50/2019 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi serta Undang-undang Cipta Kerja No. 11/2020 paragraf 3 tentang Persetujuan Lingkungan pasal 24-28, 32, 34, 35 tentang Amdal dan UKL-UPL serta Paragraf 4 tentang Kehutanan pasal 19.

Kemudian regulasi ini diturunkan kembali dalam PP No. 23/2021 tentang penyelenggaraan kehutanan pasal 55 – 70 dan diturunkan lagi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 7/2021 tentang perencanaan kehutanan, perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan pasal 272 – 326.

Khusus untuk pelepasan kawasan hutan bagi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam kawasan hutan diatur dalam Permen LHK terbaru dalam pasal 300-326.

Secara prinsip, prosedur dan mekanisme mendapatkan persetujuan pelepasan kawasan hutan tidak jauh berbeda antara kawasan HPK yang belum ada pekebunan sawitnya dengan HPK/HPT yang sudah terlanjur terbangun kebun sawitnya.

Bedanya hanya pada pengecekan kondisi fisiknya di lapangan antara yang belum/sudah ada kebun sawitnya.

Hal normatif yang perlu diketahui dalam regulasi pelepasan kawasan hutan ini salah satunya adalah pelepasan kawasan hutan dilakukan pada hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Pelepasan kawasan hutan pada HPK hanya dapat dilakukan pada HPK yang tidak produktif.

HPK tidak produktif apabila dominasi tutupan lahan tidak berhutan lebih dari 70 persen yang terdiri tutupan lahan antara lain semak belukar, lahan kosong, dan kebun campur.

Ketentuan HPK tidak produktif dikecualikan pada provinsi yang tidak tersedia lagi kawasan HPK yang tidak produktif.

Pelepasan kawasan hutan dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan atau kawasan hutan produksi tetap.

Pelepasan tersebut untuk kegiatan a) proyek strategis nasional; b) pemulihan ekonomi nasional; c) pengadaan tanah untuk ketahanan pangan (food estate) dan energi; d) pengadaan tanah untuk bencana alam; e) pengadaan tanah obyek reforma agraria; dan f) kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki izin di dalam kawasan hutan.

Birokrasi rumit

Aturan pelepasan kawasan hutan mengacu sepenuhnya pada Permen LHK no. 7/2021. Meski telah menggunakan sistem online single submission (OSS) dalam perizinan berusaha terintegrasi, namun tidak keseluruhan menggunakan OSS. Ada beberapa hal yang masih bersifat konvensional di antaranya:

Pertama, pelepasan kawasan HPK untuk perizinan berusaha tidak diberikan sekaligus sesuai dengan permohonan jumlah luasnya, tetapi secara bertahap.

Pasal 4 menyatakan bahwa luas kawasan HPK yang dilepaskan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan di setiap wilayah provinsi:

  1. untuk pembangunan perkebunan sawit diberikan paling banyak 60.000 hektare (ha), untuk satu perusahaan atau group perusahaan dalam satu wilayah provinsi, dengan ketentuan diberikan secara bertahap dengan luas paling banyak 20.000 ha, dan proses pelepasan berikutnya dilaksanakan setelah dilakukan evaluasi pemanfaatan Kawasan HPK yang telah dilepaskan sebelumnya;
  2. untuk pembangunan perkebunan dengan komoditas tebu, diberikan paling banyak 60.000 ha untuk satu perusahaan atau group perusahaan dengan ketentuan diberikan secara bertahap dengan luas paling banyak 20.000 ha dan proses pelepasan berikutnya dilaksanakan setelah dilakukan evaluasi pemanfaatan Kawasan HPK yang telah dilepaskan sebelumnya;
  3. untuk pembangunan perkebunan lainnya diberikan paling banyak seluas 35.000 ha untuk kelapa, seluas 23.000 ha untuk karet, seluas 13.000 ha untuk kakao, seluas 13.000 ha, untuk kopi, seluas 14.000 ha untuk teh dan seluas 5.000 ha untuk tembakau bagi satu perusahaan atau grup perusahaan untuk satu wilayah nasional.

Evaluasi dilakukan oleh kepala dinas provinsi dan kepala dinas yang mengurusi perkebunan yang hasilnya memuat pertimbangan layak tidaknya pemberian pelepasan berikutnya, berdasarkan unsur-unsur yang dievaluasi.

Dasar pertimbangan pemberian izin secara bertahap tiga kali untuk perkebunan sawit untuk 60.000 ha dan empat kali untuk perkebunan komoditas tebu untuk 100.000 ha, masih belum jelas dan perlu penjelasan lebih lanjut.

Kegiatan evaluasi oleh dinas provinsi/dinas yang mengurusi perkebunan atau kementerian sekalipun berpotensi sebagai sumber kolusi dan korupsi.

Kedua, rentang waktu rekomendasi persetujuan dan penolakan sangat panjang setelah lolos administrasi dari Lembaga OSS.

Dari Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (KLHK) mengakses dan mengunduh permohonan dan persyaratan dari sistem elektronik yang terintegrasi sampai dengan keluarnya keputusan menteri LHK dibutuhkan waktu 44 hari kerja.

Sedangkan rentang waktu lembaga OSS menerbitkan surat penolakan permohonan dibutuhkan waktu paling cepat 27 hari kerja.

Proses pungurusan izin dari mengakses dan mengunduh permohonan dan persyaratan dari sistem elektronik yang terintegrasi, pengawasan terhadap persyaratan permohonan, verifikasi lapangan, pelaporan kepada menteri, telaahan teknis dari persetujuan lembaga OSS kepada Sekjen, penelahan hukum dan penerbitan serta penyampaian konsep keputusan menteri kepada menteri, juga berpotensi sebagai sumber kolusi dan korupsi.

Ketiga, bagi izin pelepasan kawasan HPK yang melalui lembaga OSS, salah satu persyaratan teknis, yakni laporan dan rekomendasi hasil penelitian Tim Terpadu juga diperlukan.

Apabila ya, maka pemohon izin melalui OSS, sebelum dokumennya diproses oleh lembaga OSS, harus mengajukan permohonan kepada Dirjen PKTL KLHK untuk membentuk Tim Terpadu yang biayanya dibebankan kepada pemohon.

Waktu yang dibutuhkan melaksanakan penelitian dan menyampaikan laporan hasil penelitian dan rekomendasi paling lambat 60 hari kerja sejak ditetapkannya surat perintah tugas dari Direktur Jenderal atas nama Menteri.

Proses seperti ini sudah tentu membuka celah dan tidak steril dari proses negosiasi dan kolusi yang muaranya juga berujung pada korupsi.

Keempat, persyaratan teknis proporsal dan rencana teknis; peta lokasi; izin lingkungan; izin lokasi; rekomendasi hasil penelitian tim terpadu; pertimbangan gubernur; dan pakta integritas harus dibuat secara tertulis dan disampaikan meskipun tidak langsung ke KLHK, tetapi melalui sistem OSS. Proses pengurusan persyaratan administrasi ini juga membutuhkan waktu yang cukup lama.

UU Cipta Kerja

Salah satu tujuan dibentuknya UU Cipta Kerja adalah memberi kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.

Kemudahan yang dimaksud meliputi proses pengurusan izin dan waktu yang dibutuhkan dalam pengurusan izin.

Melihat proses dan lamanya waktu pengurusan izin pelepasan kawasan HPK ini, nampaknya Permen LHK no. 7/2021 belum sejalan dengan marwah UU Cipta Kerja dan dibutuhkan penyesuaian seperlunya untuk menggairahkan iklim berusaha (investasi).

Celah tersebut sebenarnya juga telah dibuka dalam UU Cipta Kerja tentang kehutanan pasal 19 ayat (2) yang berbunyi: Ketentuan mengenai tata cara perubahan peruntukan dan perubahan fungsi kawasan hutan diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.

Namun faktanya hingga regulasi telah diturunkan ketingkat Permen, mengurus pelepasan kawasan hutan masih tetap saja rumit dan birokratis.

Peran lain UU Cipta Kerja termuat dalam paragraf 3 tentang persetujuan lingkungan, pasal 32 ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah membantu pengurusan Amdal bagi usaha dan/atau kegiatan Usaha Mikro dan Kecil yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.

Ayat berbunyi (2) bantuan penyusunan Amdal berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan Amdal.

Kemudian pasal 34 ayat (1) menegaskan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap Lingkungan Hidup wajib memenuhi standar UKL-UPL.

Ayat (2) pemenuhan standar UKL-UPL dinyatakan dalam Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Melihat kemudahan dalam penyusunan Amdal dan UKL-UPL bagi Usaha Kecil dan Mikro, terkait dengan PermenLHK LHK P.96/2018 pasal ayat (1a) tentang pernyataan komitmen penyelesaian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya Kelola Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL); perlu ditinjau kembali batasan luas pelepasan kawasan HPK untuk perkebunan bagi Usaha Kecil dan Mikro tersebut.

Di tengah pemerintah sedang berupaya mendorong peningkatan ekosistem investasi dan iklim kemudahan perizinan berusaha (menarik investasi sebesar-besarnya), keterbukaan informasi tentang sumber daya alam seperti kawasan HPK harus dibuka seluas-luasnya bagi dunia usaha dan masyarakat umum.

Informasi dan transparansi tentang peta dan luas kawasan HPK tiap provinsi/kabupaten yang masih belum dibebani hak harus dapat diakses dengan mudah.

Kalau perlu, pemerintah melakukan jemput bola dengan menawarkan kawasan HPK yang belum dibebani hak tersebut kepada asosasi pengusaha seperti Kadin, APHI, asosiasi pengusaha kebun tebu dan sebagainya sehingga iklim berusaha dengan memanfaatkan kawasan HPK semakin bergairah.

Mekanisme perizinan yang tidak dapat dilakukan dengan sistem OSS dan masih memerlukan sistem konvensional yang membuka celah adanya “kolusi” seharusnya dicegah dengan sistem pengawasan melekat dua jenjang yang sangat ketat sehingga penyimpangan dapat ditekan sekecil mungkin.

Demikian halnya dengan rentang waktu perizinan sebisa mungkin dapat dipersingkat dari aturan yang sekarang berlaku, sehingga iklim berusaha benar-benar dirasakan, baik dari segi kemudahan prosedur, lama waktu dan kepastian berusaha.

Khusus untuk pemutihan kebun sawit 3,3 juta hektare, di mana menurut data KLHK (2021), 115.694 hektare terdapat dalam kawasan hutan konservasi dan 174.910 hektare lainnya terdapat dalam kawasan hutan lindung; seharusnya tidak masuk dalam kebun sawit yang diputihkan.

Secara regulasi tidak ada celah yang mendukung untuk dilakukan pelepasan kawasan hutannya.

Oleh karena itu, kebun sawit ilegal yang berada dalam kawasan hutan lindung dan hutan konservasi harus diserahkan dan disita negara untuk dikembalikan menjadi kawasan hutan sesuai dengan fungsinya.

https://money.kompas.com/read/2023/08/28/172119426/menyoal-rumitnya-pelepasan-kawasan-hutan-untuk-kebun-sawit

Terkini Lainnya

Permendag 8/2024 Terbit, Wamendag Jerry: Tidak Ada Lagi Kontainer yang Menumpuk di Pelabuhan

Permendag 8/2024 Terbit, Wamendag Jerry: Tidak Ada Lagi Kontainer yang Menumpuk di Pelabuhan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer di Tanjung Priok | BLT Rp 600.000 Tidak Kunjung Dicairkan

[POPULER MONEY] Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer di Tanjung Priok | BLT Rp 600.000 Tidak Kunjung Dicairkan

Whats New
Segera Dibuka, Ini Progres Seleksi PPPK 2024

Segera Dibuka, Ini Progres Seleksi PPPK 2024

Whats New
Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 68 Masih Dibuka, Simak Insentif, Syarat, dan Caranya

Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 68 Masih Dibuka, Simak Insentif, Syarat, dan Caranya

Work Smart
OJK Luncurkan Panduan Strategi Anti-Fraud Penyelenggara ITSK

OJK Luncurkan Panduan Strategi Anti-Fraud Penyelenggara ITSK

Whats New
3 Cara Transfer BRI ke BNI, Bisa lewat HP

3 Cara Transfer BRI ke BNI, Bisa lewat HP

Spend Smart
5 Cara Cek Nomor Rekening Penipu atau Bukan secara Online

5 Cara Cek Nomor Rekening Penipu atau Bukan secara Online

Whats New
Simak 5 Tips Mengelola Keuangan untuk Pasutri LDM

Simak 5 Tips Mengelola Keuangan untuk Pasutri LDM

Earn Smart
Luhut Bilang, Elon Musk Besok Pagi Datang ke Bali, Lalu Ketemu Jokowi

Luhut Bilang, Elon Musk Besok Pagi Datang ke Bali, Lalu Ketemu Jokowi

Whats New
Sandiaga Soroti Pengerukan Tebing di Uluwatu untuk Resort, Minta Alam Jangan Dirusak

Sandiaga Soroti Pengerukan Tebing di Uluwatu untuk Resort, Minta Alam Jangan Dirusak

Whats New
Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM Bank Jateng

Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM Bank Jateng

Whats New
Toko Marine Hadirkan Platform untuk Tingkatkan 'Employee Benefit'

Toko Marine Hadirkan Platform untuk Tingkatkan "Employee Benefit"

Whats New
Cara Cetak Rekening Koran BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri via Online

Cara Cetak Rekening Koran BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri via Online

Spend Smart
Daftar UMK Kota Surabaya 2024 dan 37 Daerah Lain di Jawa Timur

Daftar UMK Kota Surabaya 2024 dan 37 Daerah Lain di Jawa Timur

Whats New
Menhub Pastikan Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024

Menhub Pastikan Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke